Tak Hanya Sekadar Indah, Ini Makna Pelepasan Lampion Acara Waisak di Borobudur

Ilustrasi makna pelepasan lampion Waisak di Borobudur. (Pixabay.com)

bernasnews – Perayaan Waisak di Indonesia selalu menjadi momen yang dinantikan, terutama di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Pada tahun 2025 ini, puncak perayaan Waisak akan jatuh pada 12 Mei 2025, dan seperti tahun-tahun sebelumnya, ribuan umat Buddha dan wisatawan dari dalam dan luar negeri akan berkumpul untuk mengikuti rangkaian acara sakral yang penuh makna.

Mulai dari kirab dari Candi Mendut ke Candi Borobudur, prosesi peringatan detik-detik Waisak saat bulan purnama tepat berada di atas candi, hingga ritual pradaksina, yaitu berjalan mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali searah jarum jam sebagai bentuk penghormatan dan perenungan.

Namun dari seluruh rangkaian acara, prosesi pelepasan lampion selalu menjadi magnet utama yang menyita perhatian publik.

Di balik keindahannya yang memukau, lampion Waisak bukan sekadar hiasan malam, tetapi menyimpan simbolisme yang dalam dan menjadi bagian penting dari refleksi spiritual umat Buddha.

Berikut penjelasan lengkap mengenai makna pelepasan lampion dalam perayaan Waisak di Borobudur:

1. Tradisi Lampion dalam Perayaan Waisak: Bukan Sekadar Atraksi Wisata

Banyak orang berbondong-bondong datang ke Borobudur untuk menyaksikan festival lampion Waisak, bahkan sebagian rela membeli tiket khusus demi mendapatkan tempat terbaik untuk menyaksikan momen ini. Namun bagi umat Buddha, pelepasan lampion lebih dari sekadar tontonan.

Lampion menjadi simbol dari pengharapan, pelepasan penderitaan, dan pencerahan. Ketika lampion diterbangkan ke langit malam, hal itu melambangkan melepas beban duniawi dan harapan untuk hidup yang lebih baik.

Cahaya dari lampion mewakili cahaya ajaran Buddha yang menuntun umat dalam menjalani kehidupan.

2. Simbol Pelepasan Diri dari Nafsu Duniawi

Dalam ajaran Buddha, penderitaan muncul karena keterikatan terhadap hal-hal duniawi. Tradisi pelepasan lampion menjadi bentuk nyata dari praktik melepas keterikatan tersebut. Dengan menuliskan harapan atau doa pada lampion dan kemudian menerbangkannya, umat secara simbolis menyatakan niat untuk:

  • Melepaskan kemelekatan terhadap keinginan dan ego
  • Mengikhlaskan masa lalu dan penderitaan
  • Menyucikan hati dan pikiran

Cahaya lampion yang menghilang ke langit diartikan sebagai simbol transendensi atau naiknya kesadaran menuju kebijaksanaan dan kedamaian batin.

3. Lampion sebagai Simbol Pencerahan

Waisak adalah peringatan tiga peristiwa agung dalam kehidupan Buddha Gautama: kelahiran, pencerahan, dan wafatnya (parinibbana).

Lampion, sebagai sumber cahaya di tengah gelap malam, merepresentasikan pencerahan spiritual yang menjadi inti ajaran Buddha.

Cahaya lampion mengingatkan bahwa dalam kegelapan penderitaan dan ketidaktahuan, selalu ada jalan menuju pencerahan—yakni melalui pengendalian diri, meditasi, dan kebijaksanaan. Inilah yang menjadi esensi dari perayaan Waisak.

4. Doa dan Harapan yang Mengudara Bersama Lampion

Setiap lampion yang diterbangkan tidak sekadar kosong, namun mengandung doa dan harapan yang ditulis oleh umat Buddha maupun pengunjung yang berpartisipasi. Harapan-harapan tersebut bisa berupa:

  • Doa untuk kedamaian dunia
  • Permohonan kesehatan dan keselamatan keluarga
  • Harapan untuk hidup yang lebih bermakna dan damai

Dengan menerbangkan lampion, umat berharap agar doa-doa itu mencapai alam yang lebih tinggi dan mendapatkan restu dari alam semesta.

5. Momen Kontemplatif dan Refleksi Diri

Meski lampion tampak begitu memesona, momen pelepasannya adalah waktu yang sangat hening dan reflektif.

Tidak ada suara keras, tidak ada teriakan gembira—hanya ketenangan dan kekhusyukan. Ini menjadi pengingat bahwa kedamaian sejati hadir dari keheningan batin, bukan dari hiruk pikuk dunia luar.

Melalui keheningan malam dan cahaya yang naik perlahan, umat diajak untuk merenungi perjalanan hidup, menyadari kesalahan masa lalu, dan memperbarui tekad untuk menjalani hidup yang lebih bermakna.

6. Festival Lampion Waisak dan Peran Wisata Spiritual

Tidak dapat dipungkiri, pelepasan lampion juga memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Pemerintah daerah dan pengelola Candi Borobudur bahkan menyediakan tiket khusus untuk menyaksikan pelepasan lampion dari zona aman.

Fenomena ini mendorong wisata spiritual di Indonesia—yakni pariwisata yang tak sekadar mengejar hiburan, tetapi juga memberikan pengalaman batin dan edukasi budaya. Waisak di Borobudur menjadi contoh sukses bagaimana ajaran spiritual bisa dikemas tanpa menghilangkan esensinya.

Keindahan Luar dan Kedalaman Makna

Pelepasan lampion saat Waisak di Candi Borobudur memang memukau secara visual. Namun, yang lebih penting adalah makna spiritual di balik cahaya yang mengudara. Ia mencerminkan pelepasan, harapan, pencerahan, dan perenungan yang mendalam.

Dengan memahami simbolisme ini, kita tak hanya menjadi penonton, tapi juga ikut merasakan energi kedamaian dan kekhusyukan yang hadir saat langit malam dihiasi cahaya-cahaya harapan.

Inilah yang menjadikan Waisak di Borobudur bukan hanya sekadar perayaan, tapi momen sakral yang menyatukan manusia dengan semesta dalam hening dan harapan.

***