Opini  

Sketsa 15 November : Bernas Menulis, Bernas Ditulis

Sebagian karya buku yang didedikasikan untuk Harian “Bernas”. (Foto : Y.B. Margantoro/bernasnews)

bernasnews – Setiap hari di sepanjang waktu dari tahun ke tahun selalu ada aneka peristiwa dalam kehidupan ini. Peristiwa tentang manusia, binatang dan tumbuhan, alam semesta sampai pernik-pernik kecil yang dibuang sayang.

Sebagian peristiwa itu dicari, diolah, dianalisis dan disajikan melalui liputan media arus utama maupun sosial media. Sebagian lainnya dibicarakan mulai dari gardu ronda sampai meja-meja perundingan kelas atas. Sebagian lagi dibiarkan lewat begitu saja, karena tidak pernah ada wadah yang mampu menampung sepenuhnya semua peristiwa yang terjadi pada segala penjuru di bawah langit ini.

Informasi, komunikasi dan sarana teknologi menjadi bagian kehidupan manusia yang kian penting dan sekaligus menjerat dinamika. Kurang informasi atau kurang pergaulan tidak bagus dalam kehidupan, namun sebaliknya, terlalu luber informasi dan terlalu gaul juga tidak baik. Idealnya, pas memberi dan pas menerima informasi yang bermakna.

Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya. Demikian pula dalam soal keberadaan media massa. Setiap media cetak (dan media platform lainnya) ada pembacanya, dan setiap pembaca memiliki media favoritnya. Sebuah media cetak di Yogyakarta bernama Harian “Bernas” pada masanya memiliki komunitas pembaca yang besar. Dalam dinamika kehidupannya sejak lahir pada tanggal 15 November 1946 bernama Harian “Nasional” dan berhenti terbit mulai 1 Maret 2018 alias sudah menapaki hidup 72 tahun. Pada tahun 2024, koran yang didirikan oleh Mr. Sumanang itu (semestinya) berusia 78 tahun.

Tanggal 15 November, sebagai hari lahir Harian “Bernas”, adalah momentum yang istimewa bagi keluarga besar koran ini. Di masa lalu, sejauh yang penulis alami sebagai jurnalis sejak tahun 1976 sampai 2016, hampir selalu ada event perayaan. Minimal event sederhana internal sampai event yang melibatkan banyak pihak. Ada ucapan selamat dan sukses melalui iklan di koran. Ada juga kunjungan mitra kerja atau sahabat yang biasaya membawa aneka bingkisan.

Semua peristiwa itu, kini tinggal jadi kenangan. Untunglah, sebagian momentum ulang tahun itu didokumentasikan dan dikado dalam bentuk penerbitan buku. Mulai dari buku antologi cerita pendek, dokumentasi kasus wartawan Udin, profil tokoh, kumpulan tajuk rencana, kumpulan polling, sampai kisah-kisah wartawan “Bernas”.

Selain adanya beberapa penerbitan buku yang menampung sebagian isi media, koran tersebut tentu saja setiap hari melaporkan aneka peristiwa, menulis opini dan atau menyajikan materi fiksi sesuai dengan kolom yang tersedia. Artinya, sesuai dengan tugas pokok fungsinya, media mengabarkan peristiwa kehidupan, menyampaikan informasi, pendidikan, hiburan dan kritik sosial. Media hadir di masyarakat untuk menyampaikan kebenaran, menjalin hubungan insani dan harapan kehidupan yang lebih baik.

Sebagai media publik yang sarat dengan pengalaman kehidupan umum dan kehidupan kemassmediaan, Harian “Bernas” pernah ditulis di beberapa buku melalui wawancara wartawan atau periset untuk bahan kajian media. Secara internal, melalui divisi Litbang Redaksi dan personal wartawan, dihasilkan pula beberapa buku yang dijual umum maupun dikirimkan ke perpustakaan dan para pihak.

Buku-buku karya internal “Bernas” yang bekerja sama dengan berbagai pihak itu antara lain : Udin Upaya Menegakkan Kebenaran (1998), Sri Sultan Hamengku Buwono X Meneguhkan Tahta untuk Rakyat (1999), Jajak Pendapat Isu dan Kebijakan Dialog Seputar Pemerintahan Habibie dan Gus Dur (2000), 71 Tak Tik Bisnis Bernas (2000), Dialog Demokrasi dan Keadilan (2001), Wartawan-Wartawan Berkisah (2001), Kumpulan Surat untuk Perempuan (2015). Selain itu, juga ada buku-buku kumpulan cerita anak Buku-Buku Itu Berbicara dan cerita lainnya (1995), maupun antologi cerita pendek : Lukisan Matahari (1993), Guru Tarno (1994) dan Candramawa (1995)

Melalui buku-buku itu, kami warga “Bernas” dan para pembaca pada umumnya dapat saling belajar, menginspirasi dan memotivasi sesuatu yang bernilai bagi kehidupan. Benang merah semuanya adalah (dinamika) kemanusiaan yang dicari, diolah dan disajikan secara narasi, foto, grafis dan ilustrasi. Membaca media adalah membaca kehidupan yang sekaligus untuk belajar dan berkarya.

Pada akhirnya, Harian “Bernas” juga ditulis oleh media lain tatkala sampai finish kehidupan medianya. Berbagal masalah dan pertimbangan mengharuskan media versi cetaknya harus dihentikan produksinya. Secercah harapan baru masih ada dengan digantikannya platform online hingga kini, sehingga brandname “Bernas” tetap lestari.

Judul-judul berita karya rekan media sungguh menyentuh hati para Bernas-wan pada edisi akhir Februari 2018 itu : Harian “Bernas” Yogya Pamit “Pensiun”, Harian “Bernas” Pamit Besok Mulai Tak Terbit, Sekelumit Kenangan dengan Harian “Bernas” Yogyakarta, Kabar Baru Bernama Harian “Bernas”, dan sebagainya.

Kembali ke momentum 15 November, tentu kami tidak mau hanya berhenti bernostalgia semata, namun yang lebih penting adalah menghidupi spirit sebagai media yang melaksanakan semangat Pancasila dan benar-benar berkata benar. Menjalani priofesi jurnalis dan melaksanakan kehidupan bermedia harus senantiasa menjunjungi tinggi etika media, norma-norma kehidupan, dan harapan kehidupan lebih baik. Selamat ulang tahun “Bernas”. (Y.B. Margantoro, Mantan Wartawan “Berita Nasional / Bernas” Yogyakarta dan kini Wartawan bernasnews).