Opini  

Strategi Organisasi dalam Mewujudkan Misi Visi

Yohanes Sudarna, S.Pd, M,M, Guru SMP Marsudirini Maria Goretti Semarang. (Foto: Dok. Pribadi)

bernasnews — Pergantian pengurus  sebuah organisasi merupakan suatu keharusan, hal ini bisa disebabkan karena  masa jabatan telah berakhir sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi,  atau karena sebab lain, misalnya tujuan organisasi telah tercapai, kinerja pengurus kurang optimal, atau kondisi darurat.

Sekolah, yang sering kita anggap sebagai tempat belajar, sebenarnya juga merupakan sebuah organisasi sama seperti perusahaan atau lembaga lainnya, sekolah memiliki struktur, tujuan, dan sistem yang terorganisir. Menurut Sunarto Agung, 2006 pada saat ini kata sekolah telah berubah artinya menjadi bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat memberi dan menerima pelajaran.

Sekolah disebut organisasi, karena mempunyai ciri khas antara lain, Pertama sekolah mempunyai tujuan bersama, yaitu mendidik siswa, semua kegiatan di sekolah diarahkan untuk mencapai tujuan. Kedua, sekolah memiliki struktur organisasi, mulai dari kepala sekolah, guru, staf administrasi, hingga siswa. Setiap anggota memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda. Ketiga, sekolah memiliki sistem dan prosedur, sekolah memiliki berbagai sistem dan prosedur yang mengatur kegiatan sehari-hari, seperti jadwal pelajaran, tata tertib, dan sistem penilaian.  Dan keempat, adanya interaksi sosial antara berbagai pihak, seperti guru, siswa, orang tua, dan masyarakat.

Sekolah merupakan organisasi yang unik, karena fokus pada pengembangan manusia yaitu mengembangkan potensi siswa secara utuh, baik intelektual, sosial, emosional, maupun spiritual. Selain itu sekolah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar dan berkembang, serta bersifat dinamis, yaitu terus mengalami perubahan dan perkembangan seiring dengan perubahan zaman dan tuntutan masyarakat. Sekolah merupakan institusi pendidikan yang memainkan peran krusial dalam pembentukan generasi berkualitas. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan formal sekolah tidak hanya berfokus pada pengembangan akademis, tetapi juga pada pembentukan karakter dan keterampilan sosial.

Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan bukan hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter, pengembangan potensi, dan mempersiapkan individu untuk menjadi warga negara yang baik. Sementara dalam  UU Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3   tujuan pendidikan nasional  yaitu  untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.  

Sejalan dengan Ki Hajar Dewantara dan UU Nomor 20 Tahun 2003, dalam Hukum Kanonik Gereja Katolik, menyatakan Gereja Katolik memiliki pandangan yang komprehensif tentang pendidikan. Tujuan pendidikan dalam perspektif Katolik adalah: membentuk manusia seutuhnya meliputi dimensi intelektual, moral, spiritual, dan sosial, menyiapkan individu untuk hidup dalam persekutuan,  baik dengan Tuhan, sesama manusia, maupun dengan alam semesta, membekali individu dengan nilai-nilai Kristiani seperti kasih, keadilan, kebenaran, dan toleransi. Serta membentuk pemimpin yang melayani, setiap individu didorong untuk menjadi teladan bagi orang lain dan berkontribusi bagi masyarakat.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan di atas, sekolah atau yayasan harus merumuskan dalam sebuah visi dan misi yang mudah dipahami oleh seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan. Hal ini diperlukan sinergi antara siswa – siswi, orang tua siswa, guru dan karyawan, yayasan, dinas pendidikan, dan lembaga – lembaga terkait lainnya. Sekolah sebagai sebuah organisasi harus mengupayakan  kesatuan yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.  

Strategi Sekolah/ Yayasan

Salah satu strategi  yang dilakukan sekolah atau yayasan  untuk mewujudkan visi dan misi  adalah adanya penataan personil yang tepat dengan melakukan mutasi. Menurut Melayu S.P Hasibuan (2017), mutasi adalah suatu perubahan posisi/ jabatan /tempat/ pekerjaan yang dilakukan baik secara vertikal atau horizontal dalam sebuah organisasi. Sementara sumber lain menyatakan  mutasi pegawai adalah perpindahan seorang pegawai dari satu posisi atau unit kerja ke posisi atau unit kerja lainnya dalam suatu organisasi. Tujuan mutasi pegawai dapat bervariasi, namun secara umum bertujuan  sebagai sarana: pengembangan karir yaitu memberikan kesempatan untuk belajar hal-hal baru, dan meningkatkan kompetensi,  optimalisasi kinerja organisasi yaitu untuk mengisi posisi yang kosong, meningkatkan efisiensi kerja, atau mengatasi masalah kinerja, menyegarkan suasana kerja yaitu untuk menciptakan suasana kerja yang baru dan dinamis, serta mencegah kejenuhan pada pegawai, menghargai prestasi yaitu menjadi bentuk penghargaan atas prestasi kerja yang baik, atau  menyelesaikan masalah internal yaitu untuk mengatasi konflik antar pegawai atau masalah disiplin.

Proses mutasi dalam suatu organisasi pasti dilakukan oleh pengambil keputusan  dengan mempertimbangkan mekanisme/aturan yang berlaku, pemetaan, maupun perencaan yang matang demi mewujudkan visi dan misi sebuah organisasi. Menurut Melayu S.P Hasibuan (2017) dasar pelaksanaan  muatasi yang terbaik adalah atas landasan yang bersifat ilmiah, obyektif, dan hasil prestasi kerja, bukan berlandaskan senioritas, maupun landasan kekeluargaan.

Proses mutasi yang berprinsip pada keterbukaan, kebebasan, objektivitas, keadilan dan kesetaraan tanpa diskriminasi, serta telah diprogramkan dengan baik akan menjaga kondusifitas sebuah organisasi. Setiap karyawan  yang memahami peraturan atau Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang telah ditetapkan sebuah organisasi pasti akan  mendukung proses mutasi yang dilakukan sebuah organisasi demi tujuan yang lebih besar.

Rumusan Visi dan Misi

Tujuan sebuah organisasi dirumuskan dalam sebuah visi dan misi yang mudah dipahami oleh seluruh anggota organisasi. Visi dan misi sebuah organisasi harus  terdokumentasi dengan baik dan dapat diakses dengan mudah oleh anggota organisasi. Untuk mewujudkan tercapainya visi misi sebuah organisasi biasa membuat yel – yel yang mudah diingat dan membangkitkan semangat. Salah satu contohnya ada sekolah  yang membuat yel – yel dengan istilah “Level Up”.  Dalam yel – yel  “Level Up” tentu terkandung spirityang sangat baik. Yel – yel tersebut menarik bagi penulis  untuk mengulik semangat  apa yang terkandung dalam yel – yel tersebut. Dalam bahasa Inggris, jika diterjemahkan dengan perkata “Level Up” adalah “tingkatan/ meningkat”,  sedangkan  dalam Bahasa Indonesia level up diterjemahkan menjadi naik level atau  naik tingkat.

Pemahaman penulis dalam yel – yel “level up” di sekolah tersebut mengajak seluruh komponen yang berada di sekolah untuk selalu meningkatkan level atau tingkat dari hari ke hari, baik itu siswa, guru dan karyawan, kepala sekolah, maupun sekolah.  Untuk mengukur adanya kenaikan tingkat diperlukan indikator yang jelas. Indikator yang bisa digunakan sebagai tolok ukur bagi setiap komponen tentu berbeda – beda.

Indikator dan Tolok Ukur

Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai tolok ukur, Pertama, bagi Siswa, yaitu  adanya peningkatan dalam 3 aspek yaitu aspek kognitif (pengetahuan) yang berkaitan dengan proses berpikir, pemahaman, dan penggunaan pengetahuan dengan cakupan ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi,  aspek psikomotorik (ketrampilan) yang berkaitan dengan kemampuan fisik dan keterampilan motorik dengan cakupan gerakan reflex, gerakan dasar, ketrampilan manipulative, serta ketrampilan komplek, dan  aspek afektif (sikap) yang berkaitan dengan perasaan, sikap, nilai, dan emosi dengan cakupan penerimaan, partisipasi, penilaian, dan organisasi.  Untuk meningkatkan level siswa dalam 3 aspek tersebut harus didukung peningktan kualitas proses  belajar mengajar dan lingkungan belajar yang memadai.

Kedua, bagi Guru dan Karyawan, kompetensi yang dimiliki oleh guru dan karyawan sekolah sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan yang diberikan. Guru yang kompeten mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, memotivasi siswa untuk belajar, dan membantu siswa mencapai potensi maksimalnya. Karyawan sekolah yang kompeten dapat mendukung tugas-tugas guru dan memastikan kelancaran proses pembelajaran.  

Guru memiliki peran penting di sekolah sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing siswa. Mereka bertanggung jawab untuk menyampaikan materi pelajaran, membimbing siswa dalam belajar, serta membantu mengembangkan potensi siswa secara holistik. Maka guru harus selalu mengupayakan  peningkatan kompetensiyang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Tolok ukur adanya peningkatan kompetensi guru dan karyawan sekolah juga dapat ditujukkan adanya peningkatan dalam 3 aspek yaitu : aspek kognitif  yang ditunjukkan  adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan analisis, dan keterampilan berpikir kritis,  aspek psikomotorik yang ditunjukkan adanya peningkatan peningkatan keterampilan mengajar,  keterampilan menggunakan TIK, dan keterampilan berkomunikasi, dan aspek afektif, adanya peningkatan motivasi, perubahan sikap lebih posit terhadap profesi, dan peningkatan profesionalisme.

Ketiga, bagi Kepala Sekolah, menurut  Permendikbud Ristek 40 Tahun 2021 tentang Kepala Sekolah pasal 12 menyatakan  beban kerja Kepala Sekolah untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan. Beban kerja Kepala Sekolah adalah  mengembangkan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik,  mewujudkan lingkungan belajar yang aman, nyaman,dan inklusif,  membangun budaya refleksi dalam pengembangan warga satuan pendidikan dan pengelolaan program satuan pendidikan, dan meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik. Sementara dalam Perdirjen GTK No. 7327 Tahun 2023, pasal 4 menyebutkan kompetensi teknis yang harus dimiliki kepala sekolah adalah kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.

Tolok ukur adanya  peningkatan kompetensi kepala sekolah, ditandai adanya: peningkatan kinerja sekolah yang meliputi  prestasi akademik siswa meningkat, disiplin siswa meningkat, kualitas pembelajaran meningkat, lingkungan sekolah lebih kondusif,  dan efisiensi pengelolaan sekolah meningkat,  peningkatan kepemimpinan yang meliputi visi dan misi sekolah lebih jelas, kemampuan mengambil keputusan lebih baik, kemampuan memotivasi dan menginspirasi, kemampuan membangun kerjasama, dan kemampuan memecahkan masalah,  peningkatan pengembangan diri yang meliputi  aktif mengikuti pelatihan dan pengembangan professional,  menerapkan ilmu pengetahuan baru dalam pengelolaan sekolah, terbuka terhadap kritik dan saran,dan .memiliki jaringan profesional yang luas, peningkatan inovasi yang meliputi menerapkan program-program inovatif di sekolah, mendorong guru untuk berinovasi,  dan memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran, dan yang terakhir adanya peningkatan kualitas hubungan Interpersonal yang meliputi hubungan yang harmonis dengan guru, staf, siswa, dan orang tua, dan keterlibatan aktif dalam komunitas sekolah.

Kelima, bagi Sekolah, salah satu informasi untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kondisi suatu sekolah adalah rapor pendidikan. Dalam rapor pendidikan terdapat informasi tentang prestasi akademik, fasilitas sekolah, proses pembelajaran, kegiatan ektrakurikuler, dan partisipasi masyarakat,  Dengan melihat rapor pendidikan, maka juga dapat mengetahui kualitas pendidikan di suatu sekolah, membandingkan kualitas pendidikan antar sekolah. mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki., mencari sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak., dan berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Untuk meningkatkan level sekolah membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan.  Beberapa strategi yang dapat dilaksanakan antara lain dengan: Pertama fokus pada kualitas pembelajaran dengan pembelajaran aktif, pengembangan kurikulum, pemanfaatan teknologi, dan pengembangan professional guru, kedua membangun lingkungan belajar yang kondusif dengan menyediakan infrastruktur yang memadai,  disiplin yang jelas, budaya sekolah yang positif,  dan memaksimalkan keterlibatan orang tua.

Ketiga, peningkatan manajemen sekolah dengan sistem pengelolaan yang efektif, evaluasi kinerja secara berkala, kerjasama dengan stakeholder,  dan anggaran yang efektif. Keempat, fokus pada pengembangan siswa dengan menyelenggarakan ekstrakurikuler yang beragam, menyelenggaran konseling siswa,  program pengembangan karakter, dan persiapan siswa untuk masa depan. Dan kelima, evaluasi dan perbaikan berkelanjutan dengan pengumpulan data, analisis data, dan perbaikan berkelanjutan.

Sebagai catatan akhir dari tulisan ini adalah bagaimana memaknai pertiwa pergantian pengurus organisasi dan mutasi  dalam sebuah organisasi dari sudut pandang pengambil keputusan  dan karyawan agar tujuan bersama dapat berjalan dengan baik dan selalu menciptakan suasana yang kondusif dalam sebuah organisasi. Yang kedua, adalah bagaimana seluruh komponen sebuah organisasi bisa membangun persepsi yang sama dan bersinergi untuk mewujudkan visi dan misi organisasi dan selalu berusaha meningkatkan level menjadi lebih baik.

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi tidak mewakili organisasi atau siapapun. Semoga dapat menjadi inspirasi semua pihak yang berkecimpung dalam organisasi, khususnya sekolah. (Yohanes Sudarna, S.Pd, M,M, Guru SMP Marsudirini Maria Goretti Semarang)