Diskusi Terbatas KADIN DIY: Kondisi Ekonomi dan Bisnis Sedang Tidak Baik-baik Saja

Suasana diskusi terbatas dengan topik “Isu Ekonomi dan Bisnis Terkini”, yang digelara KADIN DIY, bertempat di Kafe Punokawan, Yogyakarta. (Foto: Istimewa)

bernasnews — KADIN DIY menggelar diskusi terbatas dengan topik “Isu Ekonomi dan Bisnis Terkini”, bertempat di Kafe Punokawan, Jalan KHA. Dahlan, Kota Yogyakarta, Rabu (10/7/2024). Diskusi tersebut merupakan kegiatan bulanan dengan menghadirkan narasumber, baik dari kalangan akademisi, pengusaha perbankan, dan pemerintah termasuk Bank Indonesia (BI) DIY dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY.

Dalam diskusi terbatas tersebut menghadirkan pengusaha nasional Benny Soetrisno (74 tahun), lulusan Teknik Mesin dari perguruan tinggi di Jerman. Pernah menjadi Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), saat ini usahanya masih di industri Tesktil dan Produk Tekstil (TPT). Selain itu, juga mempunyai beberapa usaha lain yang diantaranya pengelolaan sampah, produk pangan dan air minum.

Juga dihadiri oleh pengurus KADIN DIY antara lain Robby Kusumaharta, Arif Effendi, Iwan Susanto, Endro Wardoyo, M. Irsyad Thamrin, Richard Kaunang, dan Agus Imron. Selaku moderator Y. Sri Susilo, Komtap Bidang Organisasi dan Keanggotaan KADIN DIY yang juga dosen FBE UAJY dan pengurus ISEI Cabang Yogyakarta.

Dalam kesempatan itu, Benny Soetrisno mengatakan, bahwa kondisi saat ini yang diperlukan adalah menggerakkan perekonomian agar tetap mampu menyerap tenaga kerja. Menurut Benny, negara yang surplus angkatan kerja seperti Indonesia maka setiap usaha ekonomi harus mampu menyerap tenaga kerja. Berkaitan dengan hal tersebut industri yang padat karya (labor intensive) menjadi relevan untuk kondisi Indonesia.

“Industri TPT merupakan contoh nyata industri  yang padat karya,” tegas Benny. Kata dia, kontribusi industri TPT dalam menyerap tenaga kerja signifikan. Semenatara berdasarkan data, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) mencatat jumlah pekerja industri TPT mencapai 3,65 juta atau 18,79 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur per tahun 2024.

“Dalam lima tahun terakhir kondisi Industri TPT sedang tidak baik-baik saja. Salah satu indikatornya adalah terjadinya PHK sejak tahun 2019. Kondisi tersebut diperparah pada saat pandemi,” ungkap Benny.

Pengusaha Nasional Benny Soetrisno (74 tahun). Foto: Istimewa.

Lebih lanjut Benny menambahkan, bahwa penyebab lainnya adalah membanjirnya produk impor TPT baik yang legal maupun ilegal. Khusus tahun 2024, dipicu adanya Permendag No. 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Benny berharap Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan agar bersinergi menerbitkan kebijakan yang tepat dan solutif untuk industri TPT saat ini. Intinya industri TPT harus dilindungi terhadap serbuan produk impor legal maupun legal. Dengan harapan industri TPT dapat bangkit dan mampu menyerap kembali tenaga kerja yang telah di PHK.

“Intinya industri TPT harus dilindungi terhadap serbuan produk impor legal maupun ilegal. Dengan harapan industri TPT dapat bangkit dan mampu menyerap kembali tenaga kerja yang telah di PHK,” ujar dia.

Benny Soetrisno pun berharap, industri kita, termasuk industri TPT, juga harus lebih meningkatkan efisiensi produksi dan kualitas produk. Menurutnya, dengan capaian kualitas maka kuantitas produk akan mengikutinya. “Kualitas produk disertai dengan penetapan harga (pricing) yang tepat dapat meningkatkan daya saing produk. Inovasi produk juga diperlukan untuk memningkatkan daya saing di pasar internasional,”jelas Benny.

Dalam diskusi terbatas tersebut, diperoleh beberapa catatan sebagai berikut, 1) Perekonomian Indonesia selamat 5 tahun terakhir mampu tumbuh sekitar 5 persen per tahun. Pertumbuhan tersebut dianggap belum optimal dan belum mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Perlu upaya mendorong pertumbuhan ekonomi lewat investasi asing dan domestik serta ekspor. Pertumbuhan ekonomi selama ini lebih ditopang oleh konsumsi masyarakat dan anggaran pemerintah.

2) Maraknya PHK di industri TPT dan beberapa industri lain, mengindikasikan beberapa sektor atau industri belum pulih pascapandemi. Dengan kata lain “ekonomi sedang tidak baik-baik saja”. Secara ekonomi makro nilai tukar juga sedang melemah (Rp 16.256,00 per Dollar AS pada tanggal 10 Juli 2024), namun harus diakui kondisi inflasi relatif stabil. (*/ ted)