BERNASNEWS.COM — Saat ini dunia telah mengalami krisis ekonomi dikarenakan adanya musibah Covid-19. Namun begitu kita sebagai orang tua tidak boleh lengah dalam mendidik, mengasuh anak terutama anak usia dini. Banyak orang tua yang kehilangan pekerjaan sehingga untuk kebutuhan makanan anak sehari-hari kurang diperhatikan. Sehingga anak mengalami kekurangan makanan yang mengakibatkan anak menjadi kerdil atau stunting.
Problematika ini mengakibatkan perkembangan fisik-motorik, kognitif pada anak usia dini mengalami hambatan. Masalah dalam pertumbuhan fisik ini terkait dengan masalah pemberian gizi pada anak usia dini. Banyak orang tua tidak bisa memberikan makanan yang bergizi pada anak-anaknya dan mengakibatkan mereka mengalami malnutrisi (kekurangan gizi). Hal inilah yang menjadi faktor penyebab terjadinya masalah pada pertumbuhan fisik anak.
Indonesia menjadi negara kelima terbesar dalam jumlah anak yang mengalami masalah pertumbuhan, yang sangat berdampak pada kemampuan mereka untuk mengembangkan potensi fisik dan psikisnya secara optimal. Dengan adanya masalah tersebut kita sebagai akademisi tidak tinggal diam untuk ikut memikirkan bagaimaan mengentaskan masalah tersebut agar segera bisa diatasi secepat mungkin. Karena ini masalah kehidupan anak dimasa depan sebagai penerus perjuangan bangsa ke depannya.
Sesuai dengan misi Perguruan Tinggi yaitu, penyelenggaraan kegiatan pengabdian masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bangsa, negara, dan umat manusia. Penanganan stunting perlu melibatkan Perguruan Tinggi yang ada di seluruh wilayah Indonesia, Progran Kuliah Kerja Nyata bisa menjadi momen untuk ikut menuntaskan program-program pemerintah pusat melalui pembinaan atau pembekalan ilmu kepada mahasiswa yang akan terjun kedaerah-daerah rawan stunting.
Dengan demikian penanganan stunting tidak hanya dilakukan pada tempat-tempat prioritas untuk intervensi anak kerdil (stunting), akan tetapi untuk pencegahan di wilayah lain yang tidak terdaftar di kabupaten/ kota yang menjadi prioritas penanganan stunting.
Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan masa awal setelah bayi lahir. Akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunded) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicenter Growth Reference Study).
Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-score-nya kurang dari -2SD/ standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severaly stuted). Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Situasi ini jika tidak diatasi dapat mempengaruhi kinerja pembangunan Indonesia, baik yang menyangkut pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan.
Sekitar 37% (hampir 9 juta) anak balita mengalami Stunting (Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan pravelensi stunting kelima terbesar. Balita/ Baduta (Bayi dibawah usia dua tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tingkat maksimal, menjadi anak lebih rentang terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.
Penyebab stunting adalah factor genetic atau bawaan merupakan potensi dasar yang dibawa oleh manusia dan lingkungan memberikan kesempatan factor genetic tersebut berkembang secara optimal, factor lingkungan penyebab stunting antara lain, Pertama, praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.
Kedua, masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk Ibu selama masa kehamilan). Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013. Dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi.
Ketiga, masih kurangnya akses rumah tangga/ kelurga pada makanan bergizi. Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal. Keempat, kurangnya akses pada air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga belum memiliki akses air minum bersih. Dengan demikian perlunya kerjasama antara pemerintah daerah dengan perguruan tinggi untuk mengentaskan permasalahan stunting yang ada di lingkungan sekitar kita.
Sehingga anak usia dini tidak mengalami hambatan dalam proses perkembangannya.. Harapan Kita semua bahwa, Anak Indonesia masa depan harus sehat, cerdas, kreatif, dan produktif. Jika anak-anak terlahir dan tumbuh dalam situasi kekurangan gizi kronis, mereka akan menjadi anak kerdil (stunting). (Titik Mulat Widyastuti, M Si, Dosen Prodi PG PAUD, Universitas PGRI Yogyakarta/ Pemerhati Pendidikan Anak Usia Dini)