BERNASNEWS.COM — Terbitnya Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 merupakan salah satu upaya luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha mempercepat penanggulangan pandemi Covid-19 di Indonesia. Melalui Kebijakan ini pemerintah menggelontorkan dana sejumlah ratusan triliunan rupiah dalam rangka menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, dan stabilitas sistem keuangan akibat dampak dari pandemi global Covid-19.
Karena itu, Sejumlah lembaga baik Pengawasan Internal maupun Eksternal dan berbagai unsur pengawasan lainnya (BPK,KPK,ICW) termasuk unsur masyarakat luas harus berperan aktif memantau atau mengawasi penggunaan dana penanganan Covid-19 di berbagai daerah dengan harapan bahwa realokasi anggaran pemerintah pusat maupun daerah dapat digunakan sesuai peruntukannya sehingga tidak ada penyimpangan atau penyalahgunaan bahkan membuka peluang terjadinya tindak pidana korupsi yang akan menyebabkan anggaran tersebut tidak sampai ke sasaran.
Pengelolaan Anggaran Penanganan Covid-19
Seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu bahwa pemerintah memutuskan untuk menambahkan total belanja dan pembiayaan APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun yang sebelumnya alokasi belanja APBN 2020 telah ditetapkan sebesar Rp 2.540,4 triliun ( Sumber : https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-jokowi-teken-perppu-untuk-jaga-kesehatan-masyarakat-dan-perekonomian-nasional/ ).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2020 Pemerintah diberi kewenangan dalam melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas APBN dimana anggaran untuk pengeluaran tersebut masih belum atau tidak cukup tersedia. Selain itu pemerintah juga diberi kewenangan untuk menentukan proses dan metode pengadaan barang dan jasa serta melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen pada bidang keuangan negara.
Kita tentu sangat berharap agar dana penanganan Covid-19 yang digelontorkan pemerintah ini benar-benar akan menjadi semacam “Vitamin” yang bisa kembali menyehatkan masyarakat terdampak, menyehatkan perekonomian bangsa dan memulihkan stabilitas sistem keuangan negara. Untuk itu maka segala kekuatan dan potensi bangsa yang ada harus bisa dikerahkan, dikendalikan dan disinergiskan untuk efektifitas dan efisiensi pelaksanaannya sekaligus menutup rapat-rapat celah yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan anggaran tersebut.
Terkait dengan Bantuan Sosial (Bansos) sebagai bagian dari peruntukan anggaran tersebut, pemerintah juga harus memastikan bahwa data-data penerima Bansos yang dirujuk adalah data yang sudah terverifikasi sehingga menutup kemungkinan terjadinya tindakan manipulatif oleh petugas dilapangan yang dapat merugikan masyarakat.
Berdasarkan data yang ada, kasus-kasus penyalahgunaan dana Bansos umumnya berawal dari data penerima bansos yang tidak valid yakni ada perbedaan data dari Kemensos dan data Real di daerah, hal ini terntu saja disebabkan oleh belum dilakukan verifikasi ulang terkait kondisi masyarakat yang berubah sesuai perkembangan terbaru akibat kebijakan PHK dan lain-lain.
Peran Penting Kebijakan Pengawasan dan Pengendalian Intern
Dalam kondisi normal sebelum wabah Covid-19 muncul, kita mencatat ada begitu banyak praktek-praktek korupsi dalam proses pengelolaan keuangan negara / daerah yang dilakukan oleh oknum aparat pemerintah dari tingkat bawah sampai ke tingkat pucuk pimpinan (Gubernur, Anggota DPR/DPRD, Bupati / Walikota).
( Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/13/sejak-2004-hingga-2019-terdapat-124-kepala-daerah-terjerat-korupsi ).
Dalam kondisi darurat seperti saat ini, pemberian Bansos sangat rentan membuka celah / ruang untuk korupsi, karena yang ada didalam pikiran kita adalah soal kecepatan dan keterjangkauan yang luas, yang penting masalah dapat segera diatasi sedangkan soal akuntabilitas dan transparansi menjadi kurang diperhatikan. Tindakan-tindakan penyalahgunaan keuangan negara atau perbuatan korupsi dalam konteks pemberian Bansos ini bisa terjadi dalam beberapa bentuk atau modus yakni Pengadaan barang dan jasa fiktif, mark up harga, laporan penyaluran / pembagian sembako fiktif, kemudian juga terjadi political interest dalam proses rekrutmen dan penetapan data penerima Bansos, pemotongan / sunat dana Bansos, manipulasi data penerima bansos.
Semua penyimpangan ini bisa terjadi karena Pertama, Rendahnya Integritas aparat pemerintah (Petugas dilapangan), kedua, lemahnya pengawasan / Pengendalian Internal. Oleh karena itu, agar dapat menutup celah bagi penyelenggara negara untuk melakukan penyimpangan dalam mengelola anggaran terkait wabah Covid-19 maka diharapkan pemerintah benar-benar serius mengkaji kebijakan-kebijakan yang telah dibuat tersebut terkait dengan sistem pengawasan dan pengendalian. Maka perlu adanya sebuah panduan / Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawasan agar tugas-tugas pengawasan dapat berjalan efektif, efisien dan tidak tumpang tindih.
BPKP sebagai pembina Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) agar dpat berkoordinasi dengan baik untuk mensinergiskan tugas-tugas pengawasan antara APIP dan lembaga pengawasan lainnya. Pengedalian internal oleh APIP sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) maupun satuan unit kerja masing-masing organisasi pemerintahan perlu ditingkatkan. Kanal untuk masyarakat harus dibuka seluas-luasnya agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi dengan melakukan pengawasan.
Masyarakat harus punya akses yang cukup untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan pengelolaan keuangan dari waktu ke waktu dan bisa menyampaikan / informasi laporan kepada pihak yang berwenang (Kejaksaan, KPK, ICW, Kepolisian) tentang berbagai kejanggalan atau kemungkinan akan/ sudah terjadi fraud terutama tentang Pengadaan barang dan jasa terkait Covid-19, jaring pengaman sosial, pemulihan ekonomi nasional sebagai dampak pandemi Covid-19, penerimaan sumbangan dari masyarakat, serta pelaksanan anggaran negara dan keuangan BUMN/ BUMD.
Komitmen Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Untuk merespon kebijakan pemerintah tersebut, dan dalam rangka pengawasan intern atas pelaksanaan revisi anggaran dan terutama terkait pengadaan barang dan jasa dalam percepatan penanganan Covid-19 (pengadaan APD, alat kesehatan, dan lain-lain), maka diperlukan suatu panduan pengawasan intern yang memadai sesuai dengan kondisi darurat bencana non-alam yang akuntabel dan efektif, untuk mencegah kecurangan dan fraud.
Penanganan Covid-19 dengan anggaran sebesar ini membutuhkan pengawalan ketat dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) baik Inspektorat Jendral Kementerian / Lembaga (Irjen K/L) maupun Inspektorat Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota). APIP sebagai Early Morning System dan Quality Assurance diharapkan dapat mengawal dan memastikan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.
Ini menjadi sebuah tantangan baru yang cukup berat bagi APIP untuk terjun langsung ke lapangan karena selain perlu memperhatikan protokol physical distancing juga terdapat kendala-kendala teknis lainnya yang perlu dicari solusinya yaitu Pertama, sebagai sebuah rutinitas tahunan, pada akhir tahun 2019 biasanya APIP telah menyusun Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) 2020 sebagai pedoman pelaksanaan tugas-tugas pengawasan. Pada PKPT tersebut segala sumberdaya yang ada telah disiapkan, dialokasikan dan diarahkan untuk tugas-tugas pengawasan yang sifatnya rutin / reguler sesuai kebutuhan daerah.
Kedua, dalam kondisi darurat seperti ini ada keharusan bagi APIP untuk melakukan tugas pengawasan secara Ongoing process (dari awal, pertengahan sampai akhir) dengan konsekuensi biaya pengawasan menjadi semakin besar yang mungkin saja belum terakomodir didalam PKPT 2020. Ketiga, bentuk-bentuk pengawasan APIP dalam kondisi seperti ini akan menjadi lebih efektif apabila dilakukan dalam bentuk pemeriksaan / audit yang juga dikombinasikan dengan jenis pengawasan lainnya seperti Reviu Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), Monitoring, Reviu lainnya dan Evaluasi yang juga pastinya terkendala terkait biaya atau anggaran pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, selain tuntutan profesionalitas, obyektifitas dan independensi APIP untuk peningkatan kualitas tugas-tugas pengawasan maka dapat dipastikan bahwa kemampuan APIP untuk melakukan tugas pengawasan terhadap pengelolaan anggaran penanganan Covid-19 ini hasilnya masih akan jauh dari apa yang menjadi ekspektasi publik.
Wangi bunga hanya dapat menyebar seturut arah angin. Tetapi kebaikan seseorang akan menyebar ke segala arah di manapun ia hidup dan bekerja. Semoga anjuran kebaikan ini dapat menghasilkan resonansi positif bagi perjuangan bersama untuk mewujudkan masyarakat dan peradaban meritokrasi di masa datang. Selamat jalan virus Corona, selamat jalan virus KKN, selamat jalan badai perlambatan ekonomi dan selamat datang era New Normal. (Matheus Gratiano, MPA, Dosen Kebijakan Publik, FISIPOL Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta)