
BERNASNEWS.COM –SMA Bopkri I (Bosa) Yogyakarta secara konsisten mempertahankan sebagai sekolah yang unggul, terpercaya dan berkelanjutan. Unggul dalam arti memiliki nilai lebih atau memiliki sesuatu yang lebih dibandingkan dengan yang lain, baik yang berkaitan dengan bidang akademik, non akademik maupun dalam bidang pendidikan karakter.
Sementara terpercaya dalam arti selalu diminati karena masyarakat percaya SMA Bosa memiliki keunggulan dibanding yang lain. Dan berkelanjutan dalam arti SMA Bosa ada terus sepanjang masa dan tetap eksis sampai kapan pun.
“Dan semua itu terjadi antara lain karena peran media massa. Sebagai institusi pendidikan, kami menyadari peran media massa sangat penting di dalam kami mengembangkan sekolah agar tetap menjadi sekolah yang unggul, terpercaya dan berkelanjutan,” kata Drs Andar Rujito MH, Kepala SMA Bopkri I Yogyakarta, dalam acara buka puasa bersama dengan para wartawan yang biasa meliput kegiatan SMA Bosa di Hotel Grand Tjokro Gejayan, Kamis (30/5/2019).
Andar Rujito yang didampingi Wakil Kepala (Waka) Sekolah Bidang Humas Sartana S.PAK M.Pd dan Waka Kesiswaan Dra Sunu Kristi Ananingsih mengatakan, salah satu keunggulan SMA Bosa adalah menjadi percontohan Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) di seluruh Indonesia. Sebagai sekolah siaga percontohan kependudukan, beberapa kali ia menjadi pembicara dengan BKKBN Pusat.
Bahkan sebulan lalu, ia diundang ke BKKBN Pusat untuk berbicara di hadapan sekolah-sekolah dari seluruh Indonesia tentang masalah kependudukan.
Selain dalam bidang kependudukan, menurut Andar Rujito, SMA Bosa juga memiliki keunggulan dalam bidang seni budaya dan olahraga serta bidang akademik. “Banyak siswa/siswi kami yang berprestasi di bidang seni budaya dan olahraga maupun akademik baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Hampir tiap dua minggu sekali kami menerima penghargaan, tapi jarang terekspos karena kami tidak mau umuk (menyombongkan diri, red),” kata Andar Rujito.
Khusus di bidang kependudukan, materi-materi kependudukan yang disampaikan tidak hanya masuk dalam muatan mata pelajaran, tapi sekolah juga bernuansa kependudukan. Misalnya ada kegiatan anak, ada komunitas anak peduli kependudukan, ada pojok kependudukan, ada berbagai kegiatan yang terkait pendudukan, bahkan majalah Mabosa menyediakan kolom khusus tentang masalah kependudukan.
Selain itu, dalam materi kependudukan juga dijelaskan tentang keberadaan remaja, bagaimana memberdayakan remaja, apa yang harus dihindari remaja. “Pokoknya mereka harus sadar betul menjadi remaja, harus bisa mengoptimalkan perannya untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat,” kata Andar Rujito.
Selain itu, dalam materi kependudukan juga diuraikan masalah usia produktif 15-60 tahun karena ini menjadi bonus demografis juga. Dalam usia produktif itu, bagaimana anak-anak bisa melihat peluang menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Selain itu, bagaimana memperlakukan manusia lanjut usia (lansia). Sebab, kadang-kadang anak-anak sekarang tak negitu peduli terhadap orangtua/lansia. “Di tempat kami diajarkan bagaimana memperlakukan lansia. Apalagi di Jogja lansia relatif cukup besar seitar 15 persen. Karena banyak orang ingin menghabiskan masa tuanya di Jogja,” kata Andar Rujito.
Materi yang juga dibahas dalam masalah kependudukan adalah terkait urbanisadi atau mobilitas penduduk. Siswa juga bisa melihat sejak awal bagaimana kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam konteks kepentingan negaara Indonesia yang begitu luas. “Apakah semuanya di Jawa atau tidak, apakah di kota semua atau tidak. Itu semua juga disampaikan,” kata Andar.
Dengan materi-materi seperti ini, menurut Andar Rujito, paling tidak peserta didik memiliki pemahaman tentang kependudukan Indonesia dan bisa ikut memikirkan, ikut bertingkahlaku menyiapkan diri agar bisa membuat strategi tentang kehidupan di masa depan serta bisa berpartisipasi memikirkan tentang isu-isu kependudukan. (lip)