bernasnews — Menjelang perayaan Hari Guru Nasional pada tanggal 25 November 2024, di media sosial beredar viral video potret gambaran pendidikan di Indonesia. Seperti video yang menunjukkan anak – anak SMA di Jawa Barat yang tidak mampu menjawab perkalian dan pembagian bilangan bulat sederhana.
Kemudian vidio seorang polisi yang gemas dengan anak SMK yang tidak bisa menjawab seperempat ditambah seperempat, vidio yang memperlihatkan seorang siswa SMP di Jawa Timur tanpa bersalah maupun hormat ditegur guru karena tidak mengerjakan tugas.
Juga kasus guru olah raga SD di Wonosobo dilaporkan ke pihak kepolisian oleh wali murid, dan yang sangat menyita perhatian banyak orang adalah kasus guru honorer Supriyani dari Sulawesi Tenggara yang dituduh memukul siswa.
Selain itu ada juga adagium “Ganti Mentri Ganti Kurkulum”, belum lama ditunjuk sebagai Mentri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti telah merencanakan perubahan kurikulum dengan pendekatan belajar deep learning ful-ful (mindful, meaningful, dan joyful), wacana diberlakukannya Kembali Ujian Nasional, peninjauan sistem zonasi dalam PPBD, dan yang terbaru rencana penambahan dua mata belajaran baru yang berfokus pada keterampilan digital yaitu Coding dan Artificial Intelligence (AI).
Berita – berita di atas tentu sangat menarik bagi masyarakat terkhusus para guru dan pemerhati pendidikan. Kondisi ini tentu menimbulkan keprihatinan, kekhawatiran, maupun harapan tentang kebijakan apa yang akan dilakukan oleh Kemendikdasmen dalam mengatasi permasalahan – permasalahan yang terjadi.
Berita seputar pendidikan yang terjadi saat ini, menarik untuk direfleksikan faktor – faktor apa yang menjadi akar permasalahan sehingga perlu dikaji lebih mendalam. Menurut Djaali (2006:99) faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal ialah faktor yang timbul dari dalam diri anak itu sendiri, seperti keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa, meliputi aspek fisiologis (kondisi tubuh dan panca indera), dan aspek psikologis antara lain: intelegensi (kemampuan intelektual) dan sikap, misalnya dalam beradaptasi dengan teman, bakat dalam mengerjakan soal, minat dalam mengikuti pelajaran serta punya kemauan besar untuk belajar dan mempunyai motivasi untuk belajar baik individu maupun dalam kelompok. Sedangkan Faktor eksternal, ialah faktor yang datang dari luar diri anak, seperti kondisi lingkungan di sekitar siswa meliputi faktor lingkungan sosial (guru, teman, masyarakat, dan keluarga).
Menurut pemahaman penulis permasalahan di atas disebabkan oleh faktor intern antara lain: Pertama, Siswa yang mempuyai motivasi belajar yang rendah, kurangnya minat baca dan kemampuan berpikir kritis, dan masalah disiplin dan perilaku yang kurang mendukung proses pembelajaran.
Kedua, Guru yang kurang kompeten dan professional, motivasi yang rendah, penguasaan metode pembelajaran yang kurang inovatif, dan bersikap kurang tegas dalam menghadapi perilaku siswa, sering terjadi pembiaran misalnya siswa tidak mengerjakan tugas tidak ada hukuman, dan lain-lain.
Ketiga, Kurikulum yang memuat banyak materi yang harus dikuasai siswa dalam waktu yang singkat, kurangnya relevansi kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan zaman, peraturan akademik yang mengharuskan penilaian siswa baik dan naik kelas. Keempat, Sarana dan Prasarana, kekurangan atau kerusakan sarana dan prasarana pembelajaran tidak dapat mendukung pembelajaran yang kreatif dan inovatif, misalnya laboratorium, perpustakaan, komputer, LCD, maupun jaringan internet.
Sedangkan faktor eksternal meliputi; Lingkungan Keluarga, kurangnya dukungan orang tua terhadap pendidikan anak, tingkat pendidikan orang tua, kondisi ekonomi keluarga yang sulit, serta kerjasama dengan sekolah dalam memotivasi anak; Lingkungan Masyarakat, antara lain lingkungan sosial budaya yang kurang mendukung pendidikan. Kebijakan Pemerintah antara lain kebijakan pendidikan yang tidak konsisten dan sering berubah, serta alokasi anggaran pendidikan yang belum optimal. Perkembangan Teknologi, ketidakmampuan sekolah dalam menfasilitasi sarana teknologi untuk pembelajaran, misalnya penyedian smartboard dan sarana teknologi lainnya.
Secara khusus penulis menanggapi penampilan video anak SMA maupun SMK yang belum mahir dalam operasi dasar matematika sangat mengkawatirkan. Meski hanya contoh kasus dan tidak dapat diambil kesimpulan yang menggambarkan kondisi siswa – siswi SMA maupun SMK, namun demikian sebagai seorang pendidik merasa sangat prihatin.
Sebagai guru, penulis juga menjumpai hal yang sama, ketika mengajar di kelas masih banyak anak – anak SMP maupun SMA/K yang belum mahir perhitungan dasar matematika sehingga untuk mempelajari kompetensi yang lain menjadi kesulitan. Terlepas dari kurikulum yang diberlakukan saat ini, kondisi ini sangat mengkawatikan bagi masa depan anak – anak. Kemampuan dasar matematika menjadi kunci pokok dalam mempelajari semua aspek kehidupan.
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memegang peranan penting baik dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam membentuk kepribadian manusia. Matematika sebagai alat bantu telah banyak diaplikasikan untuk mempermudah, mengefektifkan, dan mengefisienkan pekerjaan-pekerjaan manusia. Supardi (2013) menyatakan matematika merupakan simbolis yang berfungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan tata ruang, sedangkan hasil teoritisnya ialah untuk memudahkan berfikir.
Sedangkan Soedjadi, (2014) menyatakan matematika adalah kegiatan manusia dan sekaligus sebagai alat. Ini berarti bahwa perlu menempatkan kedua pandangan itu pada tempat yang cocok/sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Jika dicermati ada dua ranah yang harus menjadi perhatian bersama yaitu ranah kognitif dan ranah afektif. Ranah kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, dan keterampilan berpikir sedangkan ranah afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi. Misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap.
Dari hasil penilaian formatif dan sumatif yang telah dilakukan penulis diperoleh gambaran bahwa kemampuan kognitif para siswa masih rendah serta kemampuan afektif siswa juga perlu mendapat perhatian yang lebih baik dari para guru maupun orangtua, beberapa siswa kurang termotivasi dalam belajar, tidak rutin belajar, tidak tertib mengerjakan tugas, bahkan tidak merasa bersalah saat tidak bisa mengerjakan soal, bahkan bersikap “leleh luweh” mereka berpikiran toh nilai di rapor tetap baik, naik kelas, dan lulus.
Hal ini tentu terjadi akibat kondisi pembelajaran yang kurang berjalan sesuai dengan harapan. Ada kekeliruan dalam memaknai Kurikulum Merdeka, pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran yang berdeferensiasi. Sebagai contoh ketika siswa tidak mampu menghitung penjumlahan dasar, tidak mengerjakan tugas, atau tidak belajar di rumah mereka tidak merasa bersalah dan terbebani, guru dihadapkan pada dilema apakah melakukan pembiaran atau melakukan tindakan dengan teguran bahkan hukuman.
Meski hati nurani tidak nyaman, sebagian guru mengambil jalan aman yaitu hanya menasehati, jika tidak ada perubahan ya sudah. Pembiaran yang berlarut-larut menyebabkan anak merasa tidak ada tekanan, kurang termotivasi, dan semakin lambat menguasai kompetensi tertentu. Bandingkan dengan pembelajaran masa lalu, anak dibiasakan mencongak dan selalu mempersiapkan dan mengerjakan tugas.
Mereka tidak mau mendapat hukuman atau dimarahi guru, hal ini justru memaksa anak untuk belajar. Ketika akhir tahun pelajaran ada kekawatiran dari anak maupun orangtua apakah naik kelas atau tinggal kelas, lulus atau tidak lulus.
Permasalahan – permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini perlu dicari solusinya, diperlukan sinergi antara berbagai unsur yang terlibat dalam pendidikan mulai dari siswa, guru, sekolah, Dinas Pendidikan, orang tua, masyarakat, maupun lembaga – lembaga terkait lainnya. Dengan adanya pergantian Mentri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia menjadi harapan bersama kebijakan – kebijakan dapat semakin membantu meningkatkan mutu Pendidikan.
Mencermati materi paparan Mendikdasmen dengan Komisi X DPR RI dalam Rapat Kerja pada tanggal 6 November 2024 dengan tema “Mencerdaskan dan Memajukan Bangsa” untuk mewujudkan tema tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu Pendidikan Bermutu dan Pendidikan untuk Semua. Pendidikan bermutu akan terjadi jika didukung dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai, pendidik dan tendik yang kompeten dan sejahtera, lingkungan sosial-budaya mendukung, dan pembelajaran adaptif dan bermakna. Sedangkan indikator pendidikan untuk semua terjadi jika ditandai adanya ketersediaan layanan merata, pembiayaan pendidikan afirmatif, layanan pendidikan inklusif, dan pengembangan talenta unggul.
Ada beberapa program prioritas yang dicanangkan Kemendikdasmen; Pertama, Penguatan Pendidikan Karakter dengan pelatihan bimbingan konseling dan pendidikan nilai untuk guru kelas, peningkatan kompetensi guru BK dan guru agama, penanaman karakter 7 kebiasaan anak Indonesia, Pengangkatan guru BK, dan makan siang bergizi.
Kedua, Wajib Belajar 13 Tahun dan Pemerataan Kesempatan Pendidikan dengan afirmasi pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat melalui rumah belajar, PAUD, pendidikan jarak jauh, dan memfasilitasi relawan mengajar; Ketiga, Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi, dan Kesejahteraan Guru dengan peningkatan kualifikasi D4/S1, pelatihan kompetensi guru, dan peningkatan kesejahteraan melalui sertifikasi.
Keempat, Penguatan Pendidikan Unggul, Literasi, Numerasi dan Sains Teknologi dengan pendidikan matematika, sains, teknologi sejak usia dini, pendirian sekolah unggul dan pengembangan sekolah unggul, dan penguatan pendidikan vokasi, kejuruandan pelatihan; Kelima, Pemenuhan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Pendidikan dengan renovasi sekolah ; dan Keenam, Pembangunan Bahasa dan Sastra dengan pemartabatan bahasa negara, pelindungan bahasa daerah, penginternasionalan bahasa Indonesia, dan peningkatan literasi.
Dari program prioritas yang dicanangkan Kemendikdasmen, program Penguatan Pendidikan Unggul, Literasi, Numerasi dan Sains Teknologi dengan pendidikan matematika, sains, teknologi sejak usia dini menjadi harapan besar bagi guru – guru eksak khususnya guru Matematika. Dengan dicanangkannya pendidikan matematika sejak usia dini akan berdampak pada penguasaan dasar matematika yang sangat membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain.
Selain itu merujuk surat edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia No. 31810/MPK.B1/TU.02.03/2024 tanggal 12 November 2024 tentang Pedoman Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2024, telah menetapkan tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat” diharapkan satuan pendidikan secara kreatif serta mendorong pelibatan dan partisipasi publik dengan muatan kegiatan yang mendorong semangat para guru dan memberikan apresiasi guru karena telah berjasa membersamai anak-anak Indonesia dalam menemukan minat, bakat, dan potensi terbaiknya.
Semoga program yang dicanangkan oleh Kemendikdasmen dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan dapat mewujudkan tujuan pendidikan sesuai dengan amanat undang – undang. Tulisan ini merupakan refleksi pribadi, semoga dapat menjadi inspirasi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. (Yohanes Sudarna, S.Pd, M,M, Guru SMP Marsudirini Maria Goretti Semarang)