bernasnews — Dalam dunia ekonomi modern, uang adalah alat tukar yang tak tergantikan untuk memperoleh barang dan jasa. Awalnya, transaksi dilakukan dengan menukar sejumlah uang secara langsung, namun kini kemajuan teknologi telah mengubah cara kita bertransaksi. Transaksi digital semakin memudahkan masyarakat, dan salah satu inovasi terkini adalah penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
QRIS, sebuah sistem pembayaran berbasis kode QR yang dikembangkan oleh Bank Indonesia, diluncurkan secara serentak oleh seluruh bank di Indonesia. Kehadirannya disambut baik oleh pelaku UMKM dan masyarakat luas. Selain mempermudah transaksi, QRIS juga membantu dalam pengelolaan keuangan, khususnya bagi UMKM. Dengan batas transaksi hingga Rp. 10.000.000, QRIS cukup andal untuk transaksi kecil hingga menengah.
Namun, di balik berbagai keuntungan yang ditawarkan, QRIS tidak lepas dari tantangan dan kendala. Salah satu kendala utama adalah beban biaya yang harus ditanggung oleh pelaku usaha atau UMKM. Biaya layanan atau Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0,3% per transaksi dikenakan kepada merchant, sementara konsumen tidak dikenakan biaya. Meskipun terlihat kecil, biaya ini bisa menjadi beban signifikan bagi UMKM. Misalnya, jika dalam sehari terdapat 100 transaksi dengan nilai masing-masing Rp. 100.000, maka total biaya yang harus dibayar mencapai Rp. 300.000.
Selain itu, dana dari transaksi QRIS baru dapat ditarik pada hari berikutnya setelah settlement, yang tentu mempengaruhi siklus keuangan usaha kecil. Ini menjadi salah satu tantangan bagi UMKM dalam mengelola arus kas mereka.
Menurut Bank Indonesia, regulasi ini dibuat agar pelaku UMKM turut berkontribusi dalam pemeliharaan sistem QRIS. Bank Indonesia berpendapat bahwa QRIS memberikan banyak keuntungan bagi UMKM dibandingkan dengan dampak negatifnya. Untuk memastikan implementasi kebijakan berjalan dengan baik, Bank Indonesia terus mengawasi pelaksanaannya. Bagi merchant yang berlaku curang dengan membebankan tarif MDR kepada konsumen, ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) siap memberikan sanksi, mulai dari teguran hingga penarikan mesin EDC.
Hubungan antara regulasi pemerintah dan UMKM sering kali diwarnai polemik. Pemerintah membuat regulasi yang sering dipandang merugikan oleh UMKM, padahal regulasi tersebut bertujuan untuk mengatur dan melindungi kegiatan UMKM agar tidak melanggar aturan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk duduk bersama dengan pelaku UMKM dan mencari jalan tengah yang saling menguntungkan.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah, UMKM dapat berkembang lebih cepat dan berkontribusi lebih besar dalam perekonomian Indonesia. Pemerintah perlu memahami tantangan yang dihadapi oleh UMKM dan memberikan solusi yang efektif, seperti menurunkan biaya MDR atau mempercepat proses settlement dana.
Kolaborasi yang baik antara pemerintah dan UMKM akan menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Dengan demikian, QRIS dapat menjadi alat yang lebih efektif dan bermanfaat bagi semua pihak, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Secara keseluruhan, QRIS adalah langkah maju dalam transformasi digital di Indonesia. Namun, untuk memaksimalkan potensinya, semua pihak harus bekerja sama dan beradaptasi dengan perubahan ini. Dengan dukungan yang tepat, QRIS dapat membantu UMKM mengatasi tantangan dan mencapai kesuksesan yang lebih besar di era ekonomi digital. (Antonius Satria Hadi, PhD, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta)