bernasnews – Organisasi Harapan Nusantara (Ohana) yang bergerak di bidang advokasi disabilitas DIY menggelar kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari Disabilitas Internasional (HAKTP).
Dalam acara ini, OHANA melakukan pemutaran film yang berjudul ‘Gincu Merah Erika’ di aula Kampus 2 Jogja Academy Film (JFA) Yogyakarta. Film tersebut merupakan film perdana OHANA yang diambil dari kisah nyata.
Chatarina, perwakilan dari OHANA tak menepis bahaa pembuatan film ini ingin menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas yang selama ini terabaikan utamanya saat berhadapan dengan hukum.
Selain itu, karena OHANA juga banyak mendampingi kasus kekerasan seksual untuk disabilitas. Sehingga filmnya mewakili dari rangkaian dari beberapa kasus yang paling komplit.
“Kami ingin menyuarakan, ternyata ada ya kasus kompleks yang sekompleks ini,” ucapnya saat ditemui di sela-sela acara.
Melalui film yang ditayangkan secara perdana ini, Chatarin ingin teman-teman disabilitas bisa speak up apabila mengalami pecelehan ataupun kekerasan.
Apalagi saat berhadapan dengan hukum itu, mereka bisa mengetahui bagaimana cara dan alur prosesnya untuk mendapatkan keadilan.
“Sehingga, tiap kali dihadapkan dengan kekerasan seksual itu kayak mereka diam saja. Maka dari itu, film ini ingin mengajak semua teman-teman disabilitas untuk merangkul agar jangan sampai ada lagi kekerasan-kekerasan kembali. Kalaupun jika ada salah satu teman disabilitas yang menjadi korban, dia pun bisa menjadi salah satu orang yang menolongnya,” tambahnya.
Sutradara film, Bimo Suryojati, menjelaskan film ini awalnya digagas untuk kebutuhan edukasi dari OHANA, sebuah LSM yang konsen terhadap permasalahan disabilitas. Sehingga film ini untuk menyampaikan hal-hal yang ingin diperjuangkan oleh teman-teman disabilitas.
Lewat film ini, juga bertujuan memastikan inklusivitas dan keadilan bagi penyandang disabilitas, kemudian merayakan kekuatan, ketahanan, dan kontribusi perempuan dengan disabilitas dalam masyarakat dalam membangun komunitas yang inklusif dan berkeadilan.
Serta memperkuat jaringan dengan organisasi penyandang disabilitas, pemerintah, akademisi, media dan kelompok masyarakat sipil lainnya untuk memperkuat advokasi bersama dalam upaya melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas.
“Tadinya sempat terpikirkan untuk membuat film dokumenter saja atau semacam film penyuluhan atau sejenisnya. Akan tetapi jika membuat film seperti itu, penontonnya kurang bisa realade karena kita inginnya tidak hanya di tonton oleh teman-teman yang berkecimpung di bidang ini. Tetapi juga bisa siapapun maka di pilihlah fiksi,” tandasnya. (lan)