BERNASNEWS.COM — Jelang bulan Ramadan atau tepatnya pada bulan Syakban atau bulan Ruwah berdasar kalender penanggalan Jawa, bagi masyarakat Jawa terutama di DIY dan Jawa Tengah melakukan kegiatan ritual tahunan tinggalan budaya leluhurnya berupa upacara Nyadran.
Nyadran adalah suatu rangkaian budaya Jawa yaitu, membersihkan makam orang tua atau leluhur, doa kubur dan tabur bunga, serta sebagai acara puncak adalah upacara kenduri selamatan bersama-sama di makam tersebut.
Untuk pelaksanaan acara kenduri sendiri tergantung pada
kearifan lokal wilayah atau desa masing-masing. Sebab ada yang menyelenggarakan
pada awal bulan Ruwah, pertengahan bulan, bahkan ada yang hari-hari terakhir
dan jelang bulan Ramadan.
Kata Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan. Sementara dalam bahasa Jawa, Nyadran dari kata sadran yang artinya Syakban atau Ruwah. Sebelum melaksanakan kegiatan Nyadran, biasanya masyarakat melakukan satu tahapan ritual budaya Ngapem atau membuat kue apem.
Makna filosofi dalam pembuatan kue berbahan dasar dari tepung beras ini sangat tinggi, apem bagi orang Jawa dimaknai sebagai songsong (payung) yang artinya melindungi. Ada juga yang menyebutnya apem adalah berasal dari bahasa Arab, kata afuun yang artinya ampunan.
Pada tahun 1970an nuansa ngapem atau bikin kue apem di wilayah Njeron Beteng Kraton Yogyakarta sangat terasa sekali. Sore hari di sudut-sudut perkampungan senantiasa terdengar suara alu bertalu-talu dari sekumpulan ibu-ibu menumbuk beras untuk dijadikan tepung bak alunan musik.
Tercium harumnya apem saat dimasak dari rumah-rumah
warga, ditambah dengan harumnya bunga dan asap kemenyan sebagai sesaji yang
menambah asri serta damainya kampung. Juga anak-anak gadis yang lalu lalang di
gang-gang kampung saling menghantarkan kue apem, sungguh menjadi suatu
keindahan yang tak mungkin terulang di jaman sekarang.
Upacara Nyadran pun secara masif juga semakin terkikis oleh jaman, banyak keluarga Jawa yang sudah mulai jarang melaksanakan ritual budaya itu dengan alasan kesibukan atau berdalih kekinian dengan mengkaitkan atas keyakinan agamanya. Padahal budaya tinggalan leluhur ini benar-benar penuh sarat makna, terkait hubungannya dengan Sang Pencipta.
Sementara dalam agama Islam, menurut hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah melakukan ziarah kubur hukumnya adalah Sunnah. Karena ketika melakukan ziarah kubur maka secara tidak langsung akan mengingatkan kita kepada kematian yang bisa datang kapanpun dan di manapun. (ted)