BERNASNEWS.COM —
Bagi generasi kekinian tentu nggak kenal dengan jenis panganan jadul yang satu
ini, yakni roti Kolombeng (huruf e seperti mengucap kata Seng, red).
Selain tergusur oleh perkembangan jaman dimana produk-produk roti moderen
bikininan bakery semakin marak. Pemasaran roti Kolombeng pun sangat terbatas
hanya ada di pasar-pasar tradisional, itu pun hanya seputaran di Kabupaten
Bantul dan Kulon Progo, DIY.
Roti Kolombeng konon sudah ada sejak jaman kolonial, ini merupakan kekayaan produk kuliner yang menambah istimewanya Yogyakarta, sehingga perlu dijaga kelestariannya jangan sampai punah atau hilang. Sementara profesi pembuat roti Kolombeng ini hanya ada di Dusun Diran, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo. Jadi tak heran jika Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo waktu itu menyebut roti Kolembeng sebagai rotinya khas Kulon Progo.

Sutikno salah satu generasi kedua pembuat Kolombeng kepada Bernasnews.com, Minggu (14/6/2020),
menjelaskan, bahwa kebisaan membuat roti didapatkan dari Giman, bapaknya yang
dulu pada jaman penjajahan Belanda pernah kerja pada seorang juragan roti di
Kota Yogyakarta. “Bapak (Giman) meski telah uzur berusia 80 tahun lebih masih
menekuni membuat roti Kolombeng dibantu oleh adik di rumah sebelah. Saya mandiri
membuat semenjak berkeluarga tepatnya sejak tahun 2006,” ungkap Sutikno.
Menurut bapak berputra lima ini, bahwa pembuat roti
tradisional berbahan utama tepung Tapioka, tepung Terigu, Gula Pasir, dan Telur
Ayam bisa dikatakan sebatas bertahan guna nguri-nguri
(melestarikan) agar roti Kolombeng tetap eksis. “Perhari rata-rata saya bisa
memproduksi 1000 Kolombeng dengan dibantu dua tenaga kerja. Hanya dalam masa pandemi
Corona ini libur tiga bulan, bikin kalau hanya ada pesanan,” kata Sutikno.
Peran dari pemerintah dalam hal ini dinas terkait sangat
diharapkan oleh Keluarga Giman untuk mempertahankan usahanya memproduksi roti
Kolombeng. Pertama, mengingat bahan bakunya sangat terpengaruh oleh fluktuatif
harga di pasar. “Pernah terjadi tepung Tapioka yang bahannya dari Ketela itu
melambung tinggi melebihi harga tepung Terigu yang impor. Untuk antisipasi
harga telor, saya pun berusaha ternak ayam petelor sendiri tapi ini juga belum
ngangkat karena kendala harga pakan,” imbuh Sutikno.
Pembuatan roti Kolembeng memang benar-benar tradisional, dari cara membuat adonan, peralatan memasak, tungku berbahan bakar arang kayu, tempat pemanggang (oven) berupa tembikar yang juga semakin langka. “Pengrajin tembikar untuk oven ini juga tinggal satu orang di Sedayu, Bantul. Saya pernah coba tanyakan ke Kasongan namun tidak bisa, karena bahan tanah liatnya beda,” pungkasnya.
Menurut pengamatan Bernasnews.com ditelisik dari bentuk, beberapa bahan dan cara pembuatan roti Kolembeng atau anak-anak jaman dulu sering menyebutnya roti kijing karena bentuknya seperti nisan (Kijing, Bhs. Jawa) bisa jadi dulunya mengadopsi dari roti Ontbijtkoek roti khasnya Belanda, tentunya ini perlu kajian sejarah lebih lanjut di bidang kuliner. Dan satu lagi, proses pembuatan roti Kolembeng yang unik bisa dikemas sebagai pengayaan khasanah wisata kuliner Kabupaten Kulon Progo. (Tedy Kartyadi/ Bernasnews.com)