bernasnews — Setiap hari, kantong plastik sekali pakai digunakan di Indonesia dan sebagian besar berakhir sebagai sampah yang mencemari sungai, laut, bahkan masuk ke rantai makanan manusia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, sekitar 9,85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan setiap tahun dari retail (Rachman, 2019).
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2024, sampah plastik menempati urutan kedua terbanyak setelah sisa makanan, yakni mencapai 300,56 ton per hari, atau lebih dari 109.000 ton per tahun.
Ini bukan sekadar persoalan sampah, melainkan krisis ekologi yang mengancam kualitas hidup dan keberlanjutan lingkungan. Plastik sekali pakai sulit terurai, butuh ratusan tahun untuk terdegradasi. Sementara itu, dampaknya terhadap kehidupan laut, pencemaran tanah, serta bahaya mikroplastik yang kini ditemukan dalam tubuh manusia semakin mengkhawatirkan.
Penelitian terbaru dalam Science of The Total Environment menunjukkan bahwa mikroplastik dapat masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, udara, bahkan kontak kulit, dan membawa efek toksik serius (Zhao et al., 2024).
Yogyakarta Sudah Punya Aturan, Tapi Apakah Cukup?
Pemerintah Kota Yogyakarta sejatinya telah mengambil langkah penting melalui Peraturan Wali Kota No. 40 Tahun 2024 tentang Pengurangan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Aturan ini mewajibkan pelaku usaha untuk membatasi kantong plastik dengan tidak lagi menyediakan kantong plastik dan menggantinya dengan alternatif tas belanja yang ramah lingkungan.
Namun, pada kenyataannya pelaku usaha atau retail masih banyak yang tetap menyediakan kantong plastik. Sementara, masyarakat belum sepenuhnya sadar dan belum mau beralih pada perilaku yang ramah lingkungan yaitu tidak menggunakan kantong plastik saat belanja. Peraturan tanpa pengawasan yang tegas hanya akan menjadi dokumen tanpa makna.
Peraturan Wali Kota Yogyakarta sebenarnya telah mengatur tentang pelaksanaan kerja sama, pembinaan, dan pengawasan dalam upaya pembatasan penggunaan kantong plastik. Namun, realisasi pembinaan dan pengawasan terhadap peraturan tersebut masih jauh dari optimal.
Hal ini terlihat dari masih masifnya penggunaan kantong plastik, baik di sektor retail maupun oleh masyarakat luas, tanpa adanya rasa khawatir terhadap sanksi maupun dampak lingkungannya.
Solusi Konkret: Pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawas Sampah Plastik
Pemerintah Kota Yogyakarta perlu membentuk Tim Pembinaan dan Pengawas Implementasi Pengurangan Sampah Plastik yang melibatkan lintas sektor, seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Satpol PP untuk penegakan aturan, perwakilan pelaku usaha (misalnya dari asosiasi ritel atau UMKM), komunitas lingkungan dan mahasiswa, serta tokoh masyarakat atau kader lingkungan di tingkat kelurahan.
Kolaborasi lintas sektor ini bertujuan untuk memperkuat upaya pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pengurangan sampah plastik, sekaligus memastikan adanya kontrol sosial di berbagai tingkat.
Tim ini bertugas melakukan monitoring rutin, sosialisasi, dan evaluasi berkala terhadap penerapan kebijakan, khususnya di titik-titik strategis seperti pusat perbelanjaan, pasar tradisional, dan lingkungan permukiman. Dengan kolaborasi ini, pengawasan tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi gerakan bersama seluruh elemen kota.
Di sisi lain, masyarakat juga memegang kunci penting. Membawa tas belanja sendiri, menolak kantong plastik saat berbelanja, serta mendukung usaha yang konsisten mengurangi plastik adalah langkah sederhana tapi berdampak besar.
Krisis sampah plastik tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Butuh sinergi nyata antara pemerintah, pelaku usaha, dan warga kota. Mari bertindak, mulai dari diri sendiri, dan dorong bersama penegakan aturan secara nyata. Demi lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan. (Meisya Tara Annisa Hasibuan, Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-KMK UGM)