bernasnews — Kritik pemerintah Amerika Serikat (AS) tentang Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) muncul dalam negosiasi tarif resiprokal yang berlangsung antara kedua negara. AS berpendapat bahwa Indonesia mewajibkan penggunaan standar transaksi pembayaran nasional seperti QRIS untuk semua transaksi yang akan berdampak terhadap sistem pembayaran global dan hal ini dipandang oleh AS kurang melibatkan pemangku kepentingan internasional agar tetap dapat terhubung dengan sistem pembayaran dari luar negeri.
AS juga khawatir apabila ada mandat Bank Indonesia yang mewajibkan kartu kredit diproses lewat GPN. Menurut negeri Paman Sam, hal ini dianggap membatasi akses perusahaan pembayaran AS terhadap sistem pembayaran elektronik di Indonesia dan dinilai mengurangi pilihan teknologi asing dalam sistem keuangan pemerintah Indonesia.
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/ 18 /PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran menjelaskan bahwa QRIS adalah standar nasional QR Code untuk pembayaran yang dikembangkan oleh Bank Indonesia bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). QRIS dirancang agar semua aplikasi pembayaran digital dapat menggunakan satu kode QR yang sama. Dengan cara ini, pengguna dan pelaku usaha tidak perlu lagi memiliki atau menyediakan banyak QR dari berbagai penyedia layanan. QRIS mengusung semangat inklusi keuangan karena dapat digunakan oleh siapa saja.
QRIS dibangun di atas standar internasional EMVCo, sehingga mendukung interoperabilitas antarpenyelenggara dan antarnegara. Sistem ini terdiri dari model Merchant Presented Mode (MPM), di mana QR Code disediakan oleh penjual. Mekanisme transaksi QRIS dapat dilakukan secara push payment maupun pull payment tergantung siapa yang memulai transaksi. Manfaat QRIS sangat luas, baik untuk konsumen maupun pelaku usaha. Konsumen cukup memindai satu jenis QR untuk berbagai aplikasi pembayaran tanpa biaya tambahan sedang merchant mendapat banyak keuntungan seperti efisiensi pengelolaan uang tunai.
Implementasi QRIS yang dikenalkan pada tanggal 17 Agustus 2019, secara nasional dimulai pada 1 Januari 2020, dengan masa transisi sebelumnya. Saat ini, QRIS juga dapat digunakan oleh wisatawan asing dengan aplikasi pembayaran yang mendukung standar EMVCo. Penggunaan QRIS tidak hanya mempermudah transaksi, tetapi juga mendukung sistem pembayaran nasional yang efisien, aman, dan inklusif (www.bi.go.id).
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/8/PBI/2017, GPN adalah sistem yang dirancang oleh Bank Indonesia untuk memproses seluruh transaksi pembayaran ritel domestik. Sistem ini diwujudkan melalui interkoneksi dan interoperabilitas antarpenyelenggara serta instrumen pembayaran. Tujuannya adalah menciptakan sistem pembayaran yang lancar, aman, efisien, dan andal.
GPN juga disiapkan untuk merespons kemajuan teknologi dan inovasi dalam sistem pembayaran. GPN mencakup banyak aspek, mulai dari interkoneksi switching, interoperabilitas kanal pembayaran seperti ATM, EDC, agen, payment gateway, serta interoperabilitas instrumen seperti kartu ATM dan kartu debit.
Semua transaksi domestik wajib diproses melalui sistem ini (www.bi.go.id). Ini adalah upaya untuk menjaga ketahanan dan daya saing sistem pembayaran nasional. Artinya, GPN dibentuk bukan sekedar hanya untuk memproses seluruh transaksi pembayaran ritel domestik, namun yang lebih penting lagi sebagai upaya untuk menjaga ketahanan dan daya saing sistem pembayaran nasional.
Menurut pendapat penulis, QRIS dan GPN adalah bentuk pengembangan UU No. 7/2011 tentang Mata Uang yang dalam Pasal 1 dituliskan bahwa Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah, sebagai alat pembayaran Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. Dalam pengembangannya, pembayaran dengan Mata Uang Rupiah yang tunai dapat diganti dengan QRIS atau GPN yang nontunai seiring dengan perkembangan teknologi internet.
Kritik AS terhadap QRIS dan GPN adalah bentuk campur tangan AS terhadap internal urusan sistem pembayaran nasional. Oleh karena itu harusnya kita tolak. Harus diingat bahwa Bank Indonesia dan Pemerintah RI tidak pernah menyusun kebijakan yang melarang pelaku ekonomi di Indonesia menggunakan Visa dan Mastercard.
QRIS dan GPN menjadi media pilihan pelaku ekonomi di Indonesia dalam melakukan transaksi pembayaran. Oleh karena itu, langkah yang tepat yang sebaiknya ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah RI adalah menjelaskan kritik pemerintah AS melalui kajian, regulasi, dan data yang telah dilakukan Bank Indonesia dan Pemerintah RI. Semoga bermakna lan migunani. (Dr. Rudy Badrudin, M.Si, Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta/ Wakil Ketua II ISEI Cabang Yogyakarta/ Peneliti Senior pada PT. Sinergi Visi Utama)