bernasnews — Acara “BI Sapa Akademisi” yang diselenggarakan oleh Departemen Komunikasi Bank Indonesia (Dekom BI) memasuki agenda hari ke-3, yang diisi berupa diseminasi kebijakan terkini BI, Jumat (9/5/2025).
Seperti diketahui, acara tersebut diselenggarakan bertempat di Hotel Double Tree, Cikini, Jakarta. Peserta adalah 51 akademisi baik dosen maupun peneliti dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga riset dari seluruh Indonesia.
Pemateri diseminasi dalam forum akademik tersebut dari BI yaitu, Harry Aginta, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter; Sagita Rachmanira, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial, dan Irfan Hendaryadi, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran.
“Untuk moderator dari Dekom BI yaitu Mutia Rahayu, Christian 0 dan Christopher Richie,” kata Y. Sri Susilo, Dosen FBE UAJY yang juga sebagai “BI Sapa Akademisi”, kepada bernasnews, melalui pesan elektronik, Sabtu (10/5/2025).
Harry Aginta selaku narasumber sebagai pemantik mengemukakan, bahwa ketidakpastian perekonomian global semakin tinggi. Pengumuman tariff resiprokal AS memicu peningkatan ketidakpastian perekonomian global.
Menurut Harry, kondisi perekonomian global tersebut tentu berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Beberapa lembaga, termasuk BI, melakukan revisi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Sejalan dengan memburuknya kondisi global, BI merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi RI pada 2025 ke level yang lebih rendah dari 5,1%. Proyeksi tersebut sejalan dengan estimasi terbaru dari International Monetary Fund (IMF) yang merevisi ke bawah ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% pada 2025,” bebernya.
“Di sisi lain, beberapa indikator ekonomi lain diprakirakan tetap baik. “Neraca Pembayaran Internasional (NPI) tahun 2025 diprakirakan tetap baik ditopang defisit transaksi berjalan yang rendah surplus, transaksi modal dan finansial yang berlanjut,” jelas Harry Aginta.
Selanjutnya kebijakan stabilisasi BI mendukung nilai tukar Rupiah yang terkendali, di tengah ketidakpastian global yang meningkat. Transmisi kebijakan moneter tetap berjalan baik serta kredit perbankan yang tetap tumbuh positif. Di samping itu, inflasi juga tetap terkendali pada kisaran 1,5% s/d 3,5%.
Sementara, Sagita Rachmanira menjelaskan pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Menurut Bank of England (2008), SSK adalah suatu kondisi terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan.
Menurut Sagita, setidaknya terdapat 3 argumentasi pentingnya SSK, yaitu: (1) biaya pemulihan krisis keuangan yang cukup mahal. (2) Adanya korelasi korelasi yang kuat antara SSK dengan makroekonomi. (3) Adanya peningkatan risiko pada sistem keuangan.
Lebih lanjut Sagita menjelaskan bauran kebijakan BI 1015 yang bertujuan menjaga stabilitas serta mendukung pertumbuhan yang sejalan dengan Asta Cita. Bauran kebijakan BI yang berupa kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang serta kebijakan yang terkait dengan ekonomi keuangan inklusif dan hijau.
“Kebijakan moneter difokuskan untuk stabilitas dan pertumbuhan (pro stability and growth). Selanjutnya kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran dan lainnya ditujukan untuk pertumbuhan (pro growth),” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Irfan Hendaryadi menjelaskan kebijakan sistem pembayaran dalam bauran kebijakan BI. Kebijakan sistem pembayaran mendukung kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial dalam bauran kebijakan BI.
Menurut Irfan, kebijakan sistem pembayaran mencakup S (struktur industri), V (velositi) dan I (infrastruktur). Struktur industri jasa sistem pembayaran yang terhubung dan teritegrasi. Transaksi dan velositi sistem pembayaran ritel yang cepat, mudah dan murah. Selanjutnya infrastruktur Sistem Pembayaran BI dan industri yang aman serta stabil.
“Bauran kebijakan BI dapat medorong pertumbuhan ekonomi, stabilitas moneter dan stabilitas keuangan yang berujung pada pertmbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Menurut Irfan, struktur industri terus membaik dan interkonekasi sistem pembayaran serta adopsi SNAP (Standar Nasional Open API Pembayaran) juga meningkat. Dalam hal ini interkonekasi BI-RTGS, BI-Fast maupun Online Transfer Industri (RAJA) juga meningkat,” papar Irfan.
Berikutnya dalam sesi penutupan acara, Ramdan Denny Prakoso selaku Dekom BI mengucapkan terima kasih dan berharap kepada seluruh akademisi yang bermitra dengan Dekom BI untuk turut mendesiminasikan kebijakan BI melalui tulisan opini di media massa.
“Kami juga berharap kemitraan Dekom BI dengan para akademisi tetap berlanjut di masa mendatang,” pungkas Ramdan. (*/ted)