Skema Baru Sistem Pendidikan Nasional: Tes Kemampuan Akademik Gantikan Ujian Nasional Mulai Tahun Ajaran 2025/2026

Ilustrasi Skema Baru Sistem Pendidikan Nasional Pengganti UN/Unsplash

bernasnews – Transformasi sistem pendidikan di Indonesia kembali mengalami titik krusial. Setelah Ujian Nasional (UN) dihapuskan pada masa kepemimpinan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, pemerintah kini tengah mempersiapkan langkah baru untuk menggantikan sistem evaluasi siswa secara nasional.

 

Kebijakan penghapusan UN yang mulai berlaku sejak tahun 2021 digantikan oleh Asesmen Nasional (AN), yang tidak lagi digunakan sebagai syarat kelulusan siswa.

Namun, tahun ajaran 2025/2026 akan menjadi titik balik yang signifikan di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti.

Pemerintah mengumumkan rencana kembalinya sistem evaluasi nasional dalam format baru bernama Tes Kemampuan Akademik (TKA), yang ditujukan bagi siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA).

TKA: Evaluasi Akademik Tanpa Pengaruh pada Kelulusan

Berbeda dengan Ujian Nasional sebelumnya yang dijadikan tolok ukur kelulusan, Tes Kemampuan Akademik justru difokuskan sebagai alat pemetaan potensi dan minat akademik siswa.

TKA dirancang untuk memberikan gambaran komprehensif atas kemampuan siswa di mata pelajaran tertentu, serta mendukung proses seleksi masuk ke perguruan tinggi, terutama melalui jalur tanpa tes.

Pelaksanaan awal TKA akan dilakukan pada November 2025 dan ditujukan bagi siswa kelas 12 di jenjang SMA/sederajat.

Kendati demikian, implementasinya hanya akan dilakukan di sekolah atau madrasah yang telah memiliki status akreditasi.

Menurut penjelasan Abdul Mu’ti, TKA tidak bersifat wajib dan tidak akan mempengaruhi kelulusan siswa.

Namun, hasilnya bisa dijadikan salah satu bahan pertimbangan oleh perguruan tinggi dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru.

Pemerintah bahkan mempertimbangkan kemungkinan menjadikan TKA sebagai alternatif pengganti ujian masuk perguruan tinggi negeri (PTN) melalui jalur nontes.

Struktur dan Pilihan Mata Pelajaran dalam TKA

Dalam pelaksanaannya, seluruh peserta TKA akan diwajibkan mengikuti dua mata pelajaran utama, yakni Bahasa Indonesia dan Matematika.

Selain itu, siswa akan diuji pada mata pelajaran tambahan yang sesuai dengan jurusan yang mereka ambil.

  • Jurusan IPA: siswa dapat memilih salah satu dari Fisika, Kimia, atau Biologi.
  • Jurusan IPS: tersedia pilihan seperti Ekonomi, Sejarah, atau mata pelajaran dalam rumpun sosial lainnya.
  • Jurusan Bahasa: kemungkinan akan tersedia mata pelajaran pilihan yang mendalami aspek kebahasaan dan sastra.

Bagi siswa di jenjang SD dan SMP, pelaksanaan TKA akan dimulai pada tahun 2026. Khusus siswa SD kelas 6, tanggung jawab penyelenggaraan TKA akan berada di tangan pemerintah kabupaten/kota.

Untuk SMP kelas 9, penyelenggaraannya akan dilakukan secara bersama oleh pemerintah pusat dan provinsi.

Penjurusan SMA Dihidupkan Kembali

Bersamaan dengan penerapan TKA, pemerintah juga akan mengaktifkan kembali sistem penjurusan di jenjang SMA yang sebelumnya telah dihapus.

Di bawah kebijakan Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan oleh Nadiem Makarim, sistem penjurusan digantikan dengan pendekatan fleksibel berbasis minat dan bakat siswa.

Namun, Menteri Abdul Mu’ti menilai bahwa penjurusan justru akan memudahkan pelaksanaan TKA yang berbasis mata pelajaran.

Oleh karena itu, mulai tahun ajaran 2025/2026, siswa SMA kelas 11 akan kembali diarahkan ke dalam jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa.

Meski kebijakan ini belum akan berdampak langsung pada siswa kelas 12 tahun 2025 yang menjadi peserta TKA pertama, namun kebijakan tersebut akan diberlakukan bagi angkatan setelahnya secara bertahap.

Pergeseran Arah Evaluasi Pendidikan Nasional

TKA bukan sekadar sistem pengganti Ujian Nasional, melainkan bagian dari reformasi pendidikan yang lebih luas.

Pemerintah telah menegaskan bahwa evaluasi pendidikan tidak lagi menggunakan nilai rapor sebagai tolok ukur utama. Hal ini menyusul temuan adanya praktik “sedekah nilai” yang dilakukan oleh sejumlah pendidik.

Dengan TKA, pemerintah berharap dapat menciptakan instrumen evaluasi yang objektif, akurat, dan adil. Evaluasi akan lebih berfokus pada kompetensi dan kesiapan siswa dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Kebijakan Baru Lain yang Menyertai TKA

Selain penerapan TKA dan penjurusan, Kemendikdasmen juga mengumumkan beberapa kebijakan besar lainnya untuk tahun ajaran 2025/2026:

  1. Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB): sebagai pengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang akan diatur melalui regulasi terbaru.
  2. Mata Pelajaran Koding dan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI): akan diperkenalkan sebagai mata pelajaran pilihan di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah.
  3. Pengurangan Bobot Mata Pelajaran: pada semua jenjang (SD, SMP, SMA), guna memberikan ruang lebih besar pada pengembangan minat dan kompetensi siswa secara seimbang.

Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin membentuk sistem pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman serta lebih berpihak pada siswa.

Menanti Nama Baru dan Regulasi Resmi

Meskipun format dan konsep TKA telah dirancang dengan matang, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa istilah “ujian” tidak akan lagi digunakan dalam skema baru tersebut.

Pemerintah juga akan segera mengumumkan nama resmi serta aturan lengkap terkait kebijakan ini.

Rencana pengumuman tersebut dijadwalkan tak lama setelah aturan baru mengenai sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) diumumkan, yang direncanakan pada 22 Januari.

Abdul Mu’ti menyebutkan bahwa publik tidak perlu menunggu terlalu lama, karena pengumuman ini ditargetkan sebelum Hari Raya Idul Fitri.

Tahun ajaran 2025/2026 menandai babak baru bagi pendidikan Indonesia. Perubahan besar tidak hanya datang dari penggantian Ujian Nasional dengan Tes Kemampuan Akademik, tetapi juga melalui revitalisasi sistem penjurusan, penguatan kurikulum digital, hingga restrukturisasi sistem penerimaan murid baru.

Dengan kebijakan yang lebih adaptif dan berorientasi masa depan, diharapkan sistem pendidikan nasional mampu melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh menghadapi tantangan global.***