bernasnews – Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia setiap tahun membuka pendaftaran ibadah haji untuk umat Islam yang ingin menunaikan rukun Islam kelima ke Tanah Suci.
Namun, mendaftar haji bukan berarti langsung berangkat di tahun yang sama, sebab keberangkatan jemaah sangat bergantung pada sistem antrean yang telah ditetapkan pemerintah.
Jika Anda berencana mendaftar haji pada tahun 2025, penting untuk mengetahui estimasi waktu keberangkatannya.
Pasalnya, masa tunggu calon jemaah haji di berbagai provinsi di Indonesia sangat bervariasi, bahkan bisa mencapai puluhan tahun.
Estimasi Keberangkatan Haji Berdasarkan Daerah
Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag, Hasan Afandi, menjelaskan bahwa lama antrean haji sangat dipengaruhi oleh lokasi pendaftarannya.
Setiap provinsi, kabupaten, dan kota memiliki masa tunggu yang berbeda-beda tergantung jumlah pendaftar dan kuota yang tersedia.
Berikut ini adalah estimasi keberangkatan jemaah haji reguler yang mendaftar pada tahun 2025 di berbagai wilayah di Indonesia:
- Aceh: 34 tahun (berangkat 2059)
- Sumatera Utara: 20 tahun (berangkat 2045)
- Sumatera Barat: 24 tahun (berangkat 2049)
- Riau: 26 tahun (berangkat 2051)
- Kepulauan Riau: 23 tahun (berangkat 2048)
- Jambi: 32 tahun (berangkat 2057)
- Bangka Belitung: 28 tahun (berangkat 2053)
- Sumatera Selatan: 23 tahun (berangkat 2048)
- DKI Jakarta: 28 tahun (berangkat 2053)
- Banten: 27 tahun (berangkat 2052)
- Jawa Barat: 17–28 tahun (bervariasi tergantung kota/kabupaten)
- Jawa Tengah: 32 tahun (berangkat 2057)
- DI Yogyakarta: 33 tahun (berangkat 2058)
- Jawa Timur: 34 tahun (berangkat 2059)
- Bali: 28 tahun (berangkat 2053)
- Nusa Tenggara Barat: 36 tahun (berangkat 2061)
- Nusa Tenggara Timur: 23 tahun (berangkat 2048)
- Kalimantan Tengah: 27 tahun (berangkat 2052)
- Kalimantan Selatan: 38 tahun (berangkat 2063)
- Sulawesi Utara: 16 tahun (berangkat 2041)
- Sulawesi Tengah: 23 tahun (berangkat 2048)
- Sulawesi Tenggara: 27 tahun (berangkat 2052)
- Gorontalo: 17 tahun (berangkat 2042)
- Papua: 25 tahun (berangkat 2050)
Sementara itu, antrean terpanjang di Indonesia terjadi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, dengan masa tunggu mencapai 47 tahun. Artinya, calon jemaah yang mendaftar tahun 2025 diperkirakan baru bisa berangkat pada 2072. Sebaliknya, masa tunggu tercepat ditemukan di Kabupaten Maluku Barat Daya, yang hanya sekitar 11 tahun, sehingga pendaftar 2025 bisa berangkat pada 2036.
Untuk mengetahui masa tunggu sesuai domisili Anda, silakan cek langsung melalui laman resmi Kemenag di https://haji.kemenag.go.id/v5/?search=waiting-list atau lewat aplikasi Pusaka.
Kuota Haji Indonesia dan Pengaruhnya terhadap Masa Tunggu
Ketua Komnas Haji dan Umrah Kemenag, Mustolih Siradj, menyebut bahwa penentuan masa tunggu haji nasional merujuk pada sistem kuota yang disepakati oleh negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Indonesia umumnya menerima kuota haji sekitar 221.000 jemaah setiap tahun dari pemerintah Arab Saudi. Terkadang, jumlah ini ditambah 10.000–20.000 jemaah tergantung situasi dan kapasitas.
Kuota tersebut kemudian dibagi menjadi:
- 92 persen untuk jemaah haji reguler yang dikelola langsung oleh Kemenag.
- 8 persen untuk jemaah haji khusus (plus) yang dikelola oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang memiliki izin resmi.
Masing-masing provinsi juga mendapat kuota tersendiri sesuai jumlah umat Islam di wilayahnya. Artinya, semakin banyak umat Islam di suatu daerah, maka semakin panjang pula masa tunggu haji di wilayah tersebut.
Haji Khusus dan Haji Furoda: Alternatif Berangkat Lebih Cepat
Jika tidak ingin menunggu terlalu lama, masyarakat dapat memilih program haji khusus atau haji furoda.
Kedua program ini memang menawarkan waktu keberangkatan yang lebih cepat dibandingkan haji reguler.
- Haji khusus (plus) umumnya memiliki masa tunggu 3–8 tahun setelah pendaftaran, tergantung penyelenggara dan kebijakan kuota. Jika mendaftar pada 2025, calon jemaah diperkirakan bisa berangkat antara tahun 2028 hingga 2033.
- Haji furoda, yang menggunakan undangan visa dari pemerintah Arab Saudi di luar kuota nasional, memungkinkan jemaah berangkat langsung pada tahun yang sama atau dalam waktu dekat tanpa perlu antre panjang.
Namun, perlu dicatat bahwa biaya untuk kedua jenis haji tersebut jauh lebih tinggi dibanding haji reguler. Berikut perbandingan biayanya:
- Haji reguler: Setoran awal sekitar Rp 25 juta, dengan total biaya mencapai Rp 46,9–60,9 juta tergantung embarkasi.
- Haji khusus (plus): Biaya rata-rata sekitar 8.000 dolar AS atau setara Rp 129.847.200.
- Haji furoda: Biaya berkisar antara 16.500–25.000 dolar AS, atau sekitar Rp 277.827.000–420.950.000.
Kemungkinan Perubahan Jadwal Keberangkatan
Meski estimasi waktu sudah dirinci, Mustolih mengingatkan bahwa keberangkatan haji bisa saja mengalami penundaan akibat berbagai faktor.
Sebagai contoh, saat pandemi Covid-19 tahun 2020–2021, kuota jemaah haji Indonesia dikurangi drastis, sehingga antrean semakin panjang.
Hal serupa juga bisa terjadi apabila ada kebijakan pembatasan dari Pemerintah Arab Saudi atau kendala lain seperti renovasi fasilitas di Tanah Suci.
Oleh karena itu, meskipun estimasi masa tunggu tersedia, calon jemaah tetap disarankan untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan perubahan.
***