bernas news – Hari Raya Idul Fitri bukan sekadar momen untuk merayakan kemenangan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, tetapi juga menjadi waktu yang penuh makna untuk saling memaafkan.
Di berbagai daerah di Indonesia, tradisi meminta maaf memiliki keunikan tersendiri, salah satunya yang masih lestari adalah sungkem lebaran.
Tradisi ini khas di kalangan masyarakat Jawa dan tetap dilakukan sebagai bentuk penghormatan serta permohonan maaf kepada orang yang lebih tua.
Makna dan Sejarah Tradisi Sungkem Lebaran
Sungkem berasal dari bahasa Jawa yang berarti sujud atau bentuk penghormatan kepada orang tua dan orang yang dituakan.
Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun sebagai ekspresi bakti seorang anak kepada orang tua atau anggota keluarga yang lebih tua.
Dalam konteks lebaran, sungkem menjadi simbol penyesalan atas kesalahan yang telah dilakukan, baik disengaja maupun tidak, sekaligus permohonan doa restu agar kehidupan ke depan lebih baik.
Dalam sejarahnya, sungkem bukan hanya dilakukan saat Idul Fitri, tetapi juga dalam acara pernikahan sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua yang telah membesarkan anak-anak mereka.
Namun, seiring waktu, sungkem lebih identik dengan tradisi lebaran yang meneguhkan kembali ikatan keluarga dan menjalin keharmonisan.
Tata Cara Sungkem Lebaran
Sungkem dilakukan dengan cara yang khas, mengikuti adat dan norma kesopanan dalam budaya Jawa. Berikut adalah tata cara sungkem yang umumnya dilakukan saat lebaran:
- Posisi Duduk Orang Tua
Orang tua atau sesepuh biasanya duduk di tempat yang lebih tinggi, seperti kursi atau dipan, sebagai simbol penghormatan. - Bersimpuh dengan Tunduk
Orang yang lebih muda, seperti anak atau cucu, duduk bersimpuh di hadapan orang tua dengan kepala menunduk sebagai tanda kerendahan hati dan penghormatan. - Mencium Tangan dan Memohon Maaf
Sungkeman dilakukan dengan mencium tangan orang tua sambil mengucapkan permohonan maaf dengan tulus. Dalam tradisi Jawa, permohonan maaf ini biasanya menggunakan bahasa Jawa halus sebagai bentuk kesopanan. - Meminta Doa Restu
Setelah meminta maaf, biasanya yang lebih muda juga memohon doa restu agar diberi kemudahan dalam menjalani kehidupan, baik dalam pekerjaan, kesehatan, maupun hubungan sosial.
Contoh Ucapan Sungkem Lebaran dalam Bahasa Jawa
Dalam prosesi sungkem, setiap orang bisa menyampaikan permohonan maaf dan doa restu dengan berbagai cara, tergantung kepada siapa mereka sungkem.
Berikut adalah beberapa contoh kata-kata sungkem dalam bahasa Jawa halus:
1. Kata-Kata Sungkem untuk Kakek dan Nenek
“Kepareng matur dhumateng Simbah, kula sowan mriki sepisan silaturahim, ingkang kaping kalih ngaturaken sugeng riyadi, sedoyo kalepatan nyuwun pangapuro lan kula nyuwun donga pangestunipun, supados menapa ingkang dados gegayuhan kula saged kasembadan kanthi sae.”
Artinya: Izinkan saya berbicara kepada Simbah, saya datang ke sini pertama untuk bersilaturahmi. Yang kedua, saya menyampaikan selamat Hari Raya Idul Fitri, saya meminta maaf atas semua kesalahan, dan memohon doa restu agar apa yang menjadi harapan dan cita-cita saya bisa terwujud dengan baik.
2. Kata-Kata Sungkem untuk Orang Tua
“Kepareng matur dhumateng bapak/ibu, kula ngaturaken sugeng riyadi, panyuwun pangapunten dhateng tiyang sepuh ingkang sampun miyosaken lan ngagengaken kula. Kula ndonga mugi-mugi Bapak/Ibu terus dipunparingaken kesenggangan lan kawilujengan.”
Artinya: Mohon izin untuk menyampaikan kepada Bapak/Ibu, saya menyampaikan selamat Hari Raya Idul Fitri dan permintaan maaf kepada orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan saya. Saya berdoa semoga Bapak/Ibu terus diberikan kesehatan dan keselamatan.
3. Kata-Kata Sungkem untuk Mewakili Seluruh Keluarga
“Kepareng matur dhumateng bapak/ibu sak keluarga. Sowan kula spisan inggih menika silaturahim. Ingkang kaping kalih, kula sak keluarga ngaturaken sugeng riyadi. Ingkang kaping tiga, kula sak keluarga nyuwun agunging pangapunten, mbok bilih menapa woten klenta-klentunipun, tuwin lampah satindak ingkah kula sak keluarwa jarang lan mboten ndadosaken sarjuning panggalih.”
Artinya: Mohon izin kepada Bapak/Ibu untuk menyampaikan. Maksud kami sekeluarga datang ke sini untuk silaturahim.
Yang kedua adalah untuk mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri. Yang ketiga, saya dan keluarga memohon maaf atas segala kesalahan dan tindakan kami yang tidak berkenan di hati.
Menjaga Tradisi Sungkem di Era Modern
Seiring perkembangan zaman, tradisi sungkem mengalami perubahan. Banyak generasi muda yang mulai kurang memahami bahasa Jawa halus sehingga kesulitan saat mengungkapkan kata-kata sungkem.
Oleh karena itu, penting untuk melestarikan budaya ini dengan tetap mengajarkan makna dan tata cara sungkem kepada generasi penerus.
Selain itu, di era digital seperti sekarang, sungkem tidak selalu bisa dilakukan secara langsung. Sebagian orang melakukan sungkem secara virtual melalui panggilan video atau telepon untuk tetap menjaga silaturahmi dengan keluarga yang berjauhan.
Sungkem lebaran bukan sekadar tradisi, tetapi juga warisan budaya yang sarat makna. Prosesi ini menggambarkan penghormatan, kerendahan hati, serta keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan keluarga.
Dengan tetap mempertahankan tradisi ini, kita tidak hanya menjaga nilai-nilai luhur, tetapi juga mempererat tali persaudaraan di antara sesama.
Meski zaman terus berubah, makna sungkem tidak boleh luntur. Sebuah permohonan maaf dan doa restu yang tulus akan selalu menjadi bagian dari momen lebaran yang penuh berkah.
Mari kita terus menjaga dan mewariskan tradisi ini kepada generasi mendatang.
***