bernasnews – Setelah ruas jalan kawasan Plengkung Wijilan diperlakukan satu arah bagi mobil atau kendaraan roda empat ke arah selatan masuk plengkung, dari Jalan Wijilan – Jalan Panembahan Amangkurat, Kelurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Yogyakarta pada, pada tahun 2019.
Pada minggu ke-dua bulan Maret 2025 ini, Dinas Perhubungan DIY akan menerapkan Uji Coba Sistem Satu Arah (SSA) di kawasan Plengkung Nirbaya (Plengkung Gading), yang berada di Kelurahan Patehan, Kemantren Kraton, Yogyakarta.
Arus lalu lintas di kawasan ini hanya diperbolehkan dari utara/ Alun-alun Kidul (dalam beteng) menuju selatan (ke luar beteng) menuju ruas Jalan MT. Haryono, Kota Yogyakarta. Pengumuman kebijakan ini dalam bentuk poster/ meme juga telah viral terkirim di berbagai media sosial.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif arus lalu lintas terhadap struktur bangunan bersejarah yang telah mengalami deformasi akibat pelapukan biologis dan aktivitas manusia.
Kebijakan tersebut diputuskan setelah melalui FGD (Focus Group Discussion) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Alun-alun Kidul Yogyakarta bersama dengan stakeholder terkait, termasuk juga dari BPBD DIY dan BASARNAS Yogyakarta.
Kajian tersebut juga mendapat perhatian dari Akademisi UGM, Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D., dan Ir. Ikaputra, M.Eng.,Ph.D yang mengindikasikan adanya peningkatan beban kegiatan dalam bentuk jumlah kunjungan dan perubahan fungsi ruang pada Kawasan Keraton. Sementara kapasitas daya tampung ruang pada ini sangat terbatas.
Hal ini penting diperhatikan untuk menjamin keberlanjutan pelestarian cagar budaya di kawasaan Kraton dalam menghadapi dampak tekanan perkembangan kota.
Diperlukan kajian lebih rinci sekaligus tindakan tindakan preventif segera agar peningkatan beban ini tidak semakin menekan nilai nilai pelestarian kawasan. Diperlukan pula satu masterplan untuk secara komprehensif menata dan mengembangkan kawasan Keraton dengan lebih sistematis ke depan, khususnya mengacu pada nilai nilai pelestarian kawasan.
“Plengkung Nirbaya menghadapi tantangan serius terkait kondisi fisiknya. Terdapat potensi kerusakan struktur bangunan dinding Baluwarti di sisi selatan yang berupa retakan, hingga pada area Plengkung Nirbaya. Kerusakan ini tidak hanya mengancam keindahan arsitektur, tetapi juga keselamatan pengunjung,” kata Ikaputra.
“Identifikasi telah dilakukan Dinas Kebudayaan DIY bahwa ada retakan pada lantai yang menyebabkan amblas hingga sekitar 10 cm. Selain itu, bagian tepi lantai Plengkung Nirboyo juga mengalami kerusakan, dengan pecahan dan kelupasan di beberapa sudut,” lanjut dia.
Peningkatan kegiatan pemanfataan ruang, termasuk untuk kegiatan pariwisata, meningkatnya kegiatan lalu lintas di seluruh kawasan. Ini berlawanan dengan upaya untuk menurunkan emisi karbon dan iklim mikro kawasan.
“Konsep ‘traffic calming’ yakni pengurangan intensitas lalu lintas, yang juga termasuk mendukung digunakan moda transportasi bukan motor serta pedestrian, harus diprioritaskan di kawasan ini,” ujar Ikaputra.
“Konteks penanganan Plengkung Nirbaya tidak saja sebagai solusi struktur plengkung terhadap faktor-faktor tersebut. Namun, juga mempertimbangkan atribut-atribut pusaka budaya di dalam njeron benteng yang juga perlu dilindungi, dari ancaman-ancaman kerusakan tanpa mengurangi kemanfaatan atribut bagi masyarakat,” pungkasnya. (ted)