bernasnews – Ziarah Umbul Donga Almarhum Maestro Seniman Saptohoedojo di Makam Giri Sapto, Imogiri, Bantul, DIY dilaksanakan pada Kamis (6/2/2025) pukul 09.00 WIB. Diharapkan keluarga, kerabat dan panitia dapat hadir.
“Kita banyak bersyukur kepada Allah dengan anugerahNya kita diberikan kesehatan dan kekuatan. Dengan itu kita dapat bertemu di tempat yang telah dijanjikan Tuhan kepada umatnya. Sejalan dengan rasa syukur tersebut, kami mengharap Bapak Ibu Saudara untuk dapat hadir dalam acara yang insya Allah akan diselenggarakan di Makam Seniman Giti Sapto, Imogiri, Bantul, DIY, Kamis 6 Februari 2025 pukul 09.00 WIB sampai selesai. Acaranya adalah memperingati Saptohoedojo 100 Tahun dalam Kenangan,” kata Yani Saptohoedojo, isteri almarhum.
Menurut Yani, beberapa agenda lain dalam memeriahkan 100 Tahun Saptohoedojo itu adalah launching buku Trilogi Saptohoedojo (Selasa 20 Mei) dan Pembukaan Pameran Karya Saptohoedojo (Selasa 20 Mei – 7 Juni), keduanya bertempat di Galery Saptohoedojo, Jalan Solo Yogyakarta.
Kemudian Malam Penghargaan sebagai Bapak Gerabah Kasongan Indonesia kepada Almarhum Saptohoedojo di Kawasan Kasongan Bantul, DIY, Sabtu 12 Juli. Selanjutnya Ziarah Seniman Indonesia di makam Seniman Imogiri, Bantul, DIY, Minggu 9 November 2025.
Seorang tokoh masyarakat Tazbir Abdullah ikut menulis di buku Trilogi Saptohoedojo. Lewat tulisannya bertajuk “Saptohoedojo yang Saya Kenal”, dia menulis, hari-hari ini para seniman dan budayawan Yogyakarta sedang mempersiapkan peringatan 100 tahun pelukis Saptohoedojo. Salah satu yang dihasilkan adalah buku tentang seniman yang legendaris ini. Sosok Saptohoedojo memang pantas dikenang dan dijadikan “panutan” oleh para seniman dan kita semua.
Saya merasa beruntung berkesempatan mengenal secara pribadi dengan beliau karena urusan kedinasan. Saat saya mendapat tugas sebagai Kepala Bidang Pengendalian Frekwensi di Kanwil Depparpostel DIY beberapa dekade lalu, salah satu tugasnya adalah membina Organisasi Amatir Radio (ORARI) DIY yang saat itu diketuai oleh beliau.
Pertemuan pertemuan rutin yang diadakan di Gallery Saptohoedojo, tempat yang sangat bergengsi saat itu karena dikunjungi oleh raja, presiden dan orang-orang penting, selalu disponsori oleh beliau. Kepribadiannya yang ramah dan jiwa sosialnya yang tinggi cukup meninggalkan kesan mendalam hingga saat ini. Di sisi industri kecil khususnya kawasan Kasongan, Bantul, beliau menjadi tokoh yang legendaris pula.
Beberapa waktu lalu, dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua Dekranasda DIY, saat pembukaan pameran kerajinan di salah satu mall di Jogja, saya bertemu dengan seorang perajin patung dari Kasongan yang sedang mendemonstrasikan karya patung kuda nya dengan tambahan “ornamen untir” khas yang awalnya diinisiasi oleh Saptohoedojo dan hingga kini menjadi icon patung kuda di Kasongan. Hal ini diceritakan oleh sang pengrajin bahwa Saptohoedojo besar perannya dalam mengedukasi dan membangkitkan ekonomi perajin gerabah di Kasongan.
Dari pengalaman pertemuan dengan beliau, seniman “bercelana pendek” ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau seniman ternama yang berasal dari keluarga bangsawan Solo, sebaliknya, selalu tampil biasa, akrab dengan siapa saja dan menghargai semua orang. Namun ide cerdas beliau lah yang cukup membanggakan kita yaitu pembangunan Makam Seniman di Imogiri, tempat beliau beristirahat selamanya.
Tentu saja posisi Makam Seniman yang berada di atas bukit yang sejajar dengan makam Raja Raja Mataram itu, membuktikan bahwa Saptohoedojo ingin memposisikan seniman saat menuju alam keabadian, sama derajatnya dengan para bangsawan.
Karakter Saptohoedojo ini selayaknya kita harapkan dapat menginspirasi dan diwarisi oleh para seniman dan budayawan Indonesia, sebagai generasi penerusnya. Saptohoedojo, seniman Jogja yang Istimewa, membanggakan kita semua. Demikian Tazbir Abdullah. (mar)