bernasnews – Plengkung Gading atau juga disebut dengan Plengkung Nirbaya, yang berlokasi di selatan Alun alun Kidul Kraton Yogyakarta, berdasar temuan dari Dinas Kebudayaan DIY pada tahun 2018, terdapat deformasi berupa retakan di lengkungannya, yang disebabkan oleh tekanan aktivitas dan tekanan lalu lintas.
Kondisi inilah yang mendasari perlunya penataan ulang pada Plengkung Gading atau Plengkung Nirbaya. Pasalnya selain tekanan tersebut berpotensi besar merusak konstruksi fisik Plengkung Gading, juga mengakibatkan menurunnya kualitas udara di kawasan tersebut.
Sehingga dari kajian tersebut, diwacanakan akan ada penataan Plengkung Gading. Penataan ini akan diikuti pula dengan penataan ulang para pedagang yang ada di kawasan tersebut.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dilansir dari jogjaprov.go.id mengemukakan, bahwa penataan Plengkung Gading yang diikuti oleh penataan pedagang ini dilakukan untuk menjamin keberlangsungan usaha mereka. “Akan ditata. Kan baru percobaan saja. Memungkinkan atau tidak,” tutur Sultan HB X, di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (22/1/2025)
Selain itu, kata Sultan HB X, sebagai bagian dari Sumbu Filosofi, kawasan tersebut memang harus ditata ulang, dan dikembalikan marwah serta fungsinya. Penataan ini merupakan bagian dari implementasi rekomendasi UNESCO setelah Sumbu Filosofi ditetapkan sebagai Warisan Dunia Tak Benda.
“Area Sumbu Filosofi membentang dari Tugu Pal Putih hingga Panggung Krapyak di selatan, berbatas Kali Winongo. Ya semua kan ada rekomendasi-rekomendasi dari UNESCO yang harus diurus. Kawasannya dari Tugu sampai selatan sana. Kan ada rekomendasinya,” jelas Gubernur DIY, yang juga Raja Kraton Jogja.
Mengenai kapan penutupan, dan bagaimana mekanismenya, Sultan HB X mengaku belum tahu. Akan ada uji coba terlebih dahulu sebelum wacana tersebut dijalankan. “Belum. Dicoba saja belum,” tandas Sultan HB X.
Sementara itu, Kepala DPUPESDM DIY Anna Rina Herbranti membenarkan, bahwa saat ini kondisi retaknya Plengkung Gading memang diakibatkan oleh tekanan lalu lintas. Menurut Anna, tekanan lalu lintas ini berakibat cukup fatal bagi Plengkung Gading. Kondisi ini memaksa untuk dilakukan penataan dan manajemen lalu lintas.
“Soal plengkung Gading itu ranahnya di Dishub DIY. Itu kan cagar budaya dan bagian dari Sumbu Filosofi. Lalu lintas kalau jumlahnya padat dan melihat kondisi plengkungnya kan beberapa ada yang retak. Ini sudah lama sekali jadi harus dijaga, terutama dari kendaraan yang melintas,” ujarnya.
Anna juga tak menampik, harus ada uji coba terkait pengaturan lalu lintas di kawasan ini. Nantinya akan dilakukan koordinasi dengan lurah dan kepolisian serta masyarakat. Setelah itu, baru akan ada uji coba dan kemudian ditutup.
“Meskipun ditutup (Plengkung Gading), kan ada jalur alternatif sisi timurnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mengamankan cagar budaya,” ujar Anna. (ted)