bernasnews – Sebanyak 200 orang Sahabat Saksi dan Korban (SSK) Angkatan III 2024 dikukuhkan secara resmi, Rabu (18/12/2024). Mereka berasal dari dari empat provinsi yang menjadi daerah sasaran baru Program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas.
Dalam sambutannya, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Achmadi menyampaikan keempat provinsi yang terdiri dari Maluku, Aceh, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat ini melengkapi sebaran SSK yang telah dikukuhkan dua tahun sebelumnya. Sehingga secara total sebaran SSK sudah meliputi 14 provinsi di Indonesia.
Dia menjelaskan program Sahabat Saksi dan Korban kini memasuki tahun terakhirnya sebagai bagian dari prioritas nasional. Hal ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan perjalanan selama tiga tahun terakhir sekaligus merancang strategi keberlanjutan agar program ini tetap memberikan dampak positif, meskipun status prioritas nasionalnya akan berakhir.
“Pengukuhan SSK dari wilayah-wilayah terbaru hari ini memiliki arti penting. Relawan-relawan baru secara resmi akan bergabung, memperkuat barisan dalam upaya perlindungan saksi dan korban di komunitas masing-masing. Hal ini turut menegaskan komitmen LPSK untuk terus memperluas jangkauan perlindungan bagi masyarakat yang membutuhkan keadilan, tanpa terkecuali,” ujar Achmadi dalam acara Rembuk Nasional Sahabat Saksi dan Korban untuk Indonesia (RASA Indonesia), Rabu (18/12/2024).
Pelaksanaan “Rasa Indonesia 2024” ini mengambil lokasi di Yogyakarta dengan pertimbangan di daerah ini pula Program Perlindungan Prioritas Sahabat Saksi dan Korban diperkenalkan kepada Masyarakat sebagai kegiatan prioritas nasional pada tahun 2023 lalu. Label sebagai kegiatan prioritas naaional akan berakhir di tahun 2024, meski demikian LPSK akan terus bekerja sama dengan relawan SSK dari semua provinsi untuk membantu masyarakat mengakses keadilan melalui Perlindungan Saksi dan Korban.
Sementara Wakil Ketua LPSK sekaligus Penanggung Jawab SSK, Wawan Fahrudin, menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2024, LPSK telah melakukan pendampingan terhadap 9.500 kasus secara nasional.
Dari jumlah itu, kasus yang paling banyak ditangani adalah kekerasan seksual dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkaitan dengan maraknya orang terjerat pinjaman online (pinjol) belakangan ini.
“Kekerasan seksual paling banyak. Ironisnya, pelaku adalah orang terdekat seperti orang tua kandung atau tiri, kakak, saudara, tetangga, guru, hingga pengajar di lembaga pendidikan,” kata dia.
“Sedangkan untuk TPPU, sebagian besar berasal dari kasus pinjol dan investasi bodong, dengan hampir 4.000 permohonan perlindungan dan pendampingan,” jelas Wawan.
Di wilayah DIY sendiri, kata dia, terdapat sekitar 900 korban kasus yang menerima perlindungan dari LPSK.
“Hanya 900 kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh persoalan akses keadilan, karena kita hanya memiliki satu kantor di sini,” tandasnya. (lan)