News  

Tim UNY Juara 1 LIDM 2024, Kenalkan Aplikasi RAPEL: Solusi Inovatif Mengatasi Sampah di Sekolah

Tim Tamansari UNY foto bersama usai menerima penghargaan juara 1 Lomba Inovasi Digital Mahasiswa (LIDM) divisi Microteaching Digital Pendidikan tahun 2024. (Foto: Istimewa)

bernasnews — Tim Tamansari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) meraih juara 1 Lomba Inovasi Digital Mahasiswa (LIDM) divisi Microteaching Digital Pendidikan tahun 2024. Anggota tim terdiri dari adalah Azza Ilvana Mas’ud dan Mega Setya Handayani, prodi PGSD serta Aldila Intan Pratiwi dan Zulfa Aisyah Shubhiyah, prodi Pendidikan Luar Biasa, dengan menggandeng SD Negeri 1 Tamansari Yogyakarta sebagai mitra.

Menurut Azza Ilvana Mas’ud, Tim Tamansari mengangkat permasalahan sampah, keberagaman kelas inklusif, dan praktik pembelajaran pengelolaan sampah berbasis digital yang belum diimplementasikan. “Kami merumuskan gagasan yang berjudul  ‘Pahlawan Bumi Mengatasi Permasalahan Sampah Melalui Aplikasi Rapel di Kelas Inklusif Pada Pembelajaran IPAS Kelas V,” kata dia, dalam keterangan yang dikirim Kamis (24/10/2024).

Aldila Intan Pratiwi menyebutkan bahwa pengelolaan TPA tahun 2024 di DIY  sudah tidak menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (Pemda) DIY, melainkan menjadi tanggung jawab kabupaten/ kota masing-masing. Mirisnya, jumlah produksi sampah di DIY berdasarkan data terakhir tahun 2023 sejumlah 1.231,55 ton perhari. Permasalahan sampah menggunung belum tertuntaskan hingga saat ini yang dibuktikan oleh keadaan salah satu TPS di Kota Jogja.

“Selain itu fakta juga diperkuat oleh hasil observasi di SD Negeri 1 Tamansari yang menunjukkan kondisi lingkungan kelas kotor akibat sampah. Di era serba digital ini, praktik pembelajaran yang menggunakan aplikasi pengelola sampah juga belum ada. Padahal, teknologi memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas dan jangkauan edukasi tentang sampah,” bebernya.

Kata Intan, SD Negeri 1 Tamansari sebagai sekolah inklusi, memberikan kesempatan kepada peserta didik reguler dan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) mengikuti pembelajaran di dalam lingkungan yang sama.  Dalam kelas inklusif, guru kelas memiliki peran masing-masing untuk mewujudkan pelaksanaan pembelajaran inklusi secara optimal.

“Sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Inklusif oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, keterlibatan dan kolaborasi keduanya penting untuk keberhasilan akomodasi yang layak, seperti desain kurikulum yang sesuai, proses pembelajaran di kelas, dan penilaian dalam pembelajaran,” terang Intan.

Suasana saat Tim UNY foto bersama dengan sebagian siswa siswi SD. Tamansari, Yogyakarta. (Foto: Istimewa)_

Sementara itu, Mega Setya Handayani mengungkapkan, bahwa aplikasi RAPEL diperkenalkan sebagai solusi teknologi yang memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pemilahan, pengelolaan, dan pendaurulangan sampah. Aplikasi ini didesain untuk memudahkan pemahaman konsep lingkungan yang ramah dan berkelanjutan melalui pendekatan gamifikasi dan kolaborasi.

Menurut Mega, pembelajaran ini dirancang untuk diterapkan di kelas inklusif, di mana keberagaman siswa dengan berbagai latar belakang dan kemampuan diperhitungkan. Pendekatan inklusif memastikan bahwa setiap siswa dapat ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, dengan adaptasi dan dukungan yang diperlukan sesuai kebutuhan mereka.

“Kami memakai istilah pahlawan bumi dengan harapan bahwa peserta didik dapat berkontribusi nyata melalui langkah sederhana namun bermakna untuk menjaga lingkungan dengan perantara Aplikasi pengelola sampah Rapel,” papar Mega.

Peserta didik diberi penghargaan sebagai “Pahlawan Bumi” melalui aksi yang mereka lakukan bersama Guru kelas dan Guru Pendamping Khusus di sekolah Inklusif

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran IPAS terkait dengan pengelolaan sampah menggunakan aplikasi RAPEL tidak hanya meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya menjaga lingkungan, tetapi juga mengembangkan keterampilan kolaborasi, tanggung jawab sosial, dan kemampuan berpikir kritis.

“Hasil dari penerapan metode ini menunjukkan bahwa siswa lebih termotivasi untuk belajar tentang masalah lingkungan dan lebih peduli terhadap pentingnya pengelolaan sampah di sekitar mereka,” imbuh Mega.

Zulfa Aisyah Shubhiyah berharap kedepannya usaha ini bermanfaat bagi semua. “Harapannya microteaching kami dapat menjadi salah satu sumber inspirasi pelaksanaan pembelajaran sekolah inklusif. Kami berharap pendidikan inklusif di Indonesia semakin meningkat dan merata kualitasnya,” pungkasnya. (*/ ted)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *