bernasnews — Berdasarkan rilis BPS (2024), Indeks Harga Konsumen (IHK) DIY bulan September 2024 tercatat sebesar -0,10persen (month to month/mtm), lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi bulan Agustus 2024 sebesar0,05persen (mtm),sehingga inflasi kumulatif DIY mencapai 0,48persen (year to date/ytd).
Secara tahunan, inflasi DIY pada bulan Agustus 2024 tercatat 1,85persen (year to year/yoy), realisasi ini lebih rendah dibandingkan inflasi bulan Agustus 2024 sebesar 2,33persen (yoy). Realisasi inflasi DIY masih berada pada rentang sasaran nasional 2,5 ± 1persen.
Hal itu dikemukakan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY Ibrahim dalam keynote speech yang disampaikan pada Rapat Koordinasi Daerah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Rakorda TPID) DIY, bertempat di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Kamis (17/10/2024).
Menurut Ibrahim, tekanan inflasi DIY tahun 2024 diprakirakan lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2023 dengan prasyarat kecukupan bahan pangan pokok strategis. Sehingga sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah baik pusat dan daerah, serta Bank Indonesia melalui implementasi GNPIP dan optimalisasi pemanfaatan anggaran pemerintah untuk pengendalian inflasi pangan. “Diharapkan dapat mengarahkan inflasi dalam sasaran inflasi 2,5±1persen,” ungkap dia.
Lebih lanjut Ibrahim menyampaikan faktor penahan dan faktor pemicu terjadinya inflasi DIY pada tahun 2024. Menurut Ibrahim, faktor penahan termaksud adalah, 1) sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah pusat, daerah, dan Bank Indonesia melalui implementasi GNPIP. 2) Peningkatan produksi pangan strategis melalui optimalisasi KAD dan perluasan pengembangan produk olahan hortikultura yang lebih tahan lama.
3) Penguatan early warning system, peningkatan penggunaan pupuk organik, penggunaan varietas unggul, pembuatan embung, pemanfaatan sumur, perbaikan pengaliran air, penggunaan irigasi kabut untuk mengantisipasi dinamika cuaca.
Dikatakan Ibrahim, faktor penyebab terjadinya inflasi di DIY adalah, 1) Peningkatan tekanan geopolitik negara Timur Tengah yang memengaruhi pasokan dan harga barang impor serta harga energi. 2) Mundurnya masa panen raya beras akibat terdampak el nino yang menyebabkan inflasi awal tahun 2024 relatif tinggi.
3) Rantai distribusi yang panjang sehingga menyebabkan tingginya harga yang diterima konsumen. Dan 4) Kenaikan tarif yang ditentukan pemerintah, diantaranya seperti PDAM, BBM, cukai rokok, dan LPG.
“Fokus pengendalian inflasi di DIY pada komoditas beras, cabai rawit, cabai merah, bawang merah, dagung ayam potong dan telur ayam. Kami juga menerapkan strategi utama pengendalian inflasi di DIY,”jelas Ibrahim, yang juga alumnus FEB UGM.
Berikut strategi utama tersebut adalah, 1) Peningkatan produksi melalui perbaikan baik dari sisi on farm maupun off farm (aspek Ketersediaan Pasokan). 2) Inovasi penguatan peran BUMD diantarnya aspek Keterjangkauan Harga dan Kelancaran Distribusi). 3) Penguatan Kelembagaan Kios Segoro Amarto dan Warung MRANTASI (Keterjangkauan Harga). 4) Agar strategi (1), (2) dan (3) hasilnya optimal diperlukan komunikasi yang efektif.
“Jika dicermati strategi tersebut tetap dalam kerangka 4 K yaitu Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif,” tegas Ibrahim, yang juga penghobi gowes dan golf.
Acara Rakorda TPID DIY dengan tema “Efektivitas Kebijakan Inflasi untuk Mendukung Stabilitas Harga dan Pasokan” tersebut dihadiri oleh Benny Suharsono, Sekda DIY yang mewakili Gubernur DIY, Andriansyah, Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal, Kemenko Perekonomian RI; Tri Saktiyana, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY dan Anggota TPID DIY. Juga tampak hadir Y. Sri Susilo, Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta dan Tim Apriyanto, Pengurus KADIN DIY. (*/ ted)