bernasnews — Salah satu kegiatan “BI Sapa Akademisi” yang diselenggarakan oleh Departemen Komunikasi Bank Indonesia (Dekom BI) adalah adalah Focused Group Discussion (FGD) dengan topik bahasan “Kebijakan Terkini Rapat Dewan Gubernur (RDG), Makroprudensial & Sistem Pembayaran”. Kegiatan tersebut dilaksanakan bertempat di Hotel Ayana Komodo Resort, Labuhan Bajo, NTT, Rabu (25/9/2024).
Dalam FGD tersebut hadir selaku narasumber adalah Tisna Irawan, Ekonom Ahli Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI; Mestika Widantri, Ekonom Ahli Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, dan Novi Maryaningsih, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI. Bertindak sebagai moderator adalah Henry Nosih Saturwa, Asisten Direktur Dekom BI.
Perwakilan Akademisi yang hadir dalam FGA antara lain Marzuki (Guru Besar Unhas), Haryo Kuncoro (Guru Besar UNJ), Nugroho SBM (Guru Besar Undip), Fajar B. Hirawan (Dosen UIII), Mansur Afifi (Guru Besar Unram), M. Rizal Taufikurahman (Peneliti INDEF), Margiyono (Dosen UBT), Bustanul Arifin (Unila) dan Y. Sri Susilo (Dosen UAJY).
Dalam paparannya, Tisna Irawan mengemukakan bahwa Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 September 2024, telah menetapkan BI-Rate sebesar 6,00persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75persen.
Kata Tisna, setidaknya terdapat lima alasan BI menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate). Pertama adalah situasi global, khususnya arah penurunan FFR (Fed Fund Rate). Menurut BI, FFR akan turun sebanyak tiga kali tahun ini dan 2025 sebanyak 4 kali. “Diperkirakan penurunan pertama akan dilakukan pada September 2024,” ucap dia.
Kedua, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam trend menguat. Pertimbangan selanjutnya adalah inflasi. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat rendah di seluruh komponen sehingga mencapai 2,12persen (yoy) pada Agustus 2024.
Inflasi inti tercatat sebesar 2,02persen (yoy), sementara inflasi volatile food (VF) terus menurun menjadi 3,04persen (yoy), dari level bulan sebelumnya 3,63persen (yoy). “Ke depan, BI meyakini inflasi IHK tetap terkendali dalam sasarannya,” ungkap Tisna.
Keempat adalah dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui instrumen moneter. Pertumbuhan ekonomi selama BI sudah mendorong melalui kebijakan makroprudential dan kebijakan sistem pembayaran. “Selanjutnya kelima, berkaitan dengan pembiayaan perbankan dan pembiayaan fiskal. Penurunan suku bunga yield SBN (Surat Berharga Negara) akan mendukung pembiyaan investasi,” tandas Tisna.
Sementara itu, Mestika Widantri menjelaskan terdapat tiga pilar pelaksanaan kebijakan makroprudensial, yaitu mendorong fungsi intermediasi seperti pembiayaan kredit, menjaga ketahanan sistem keuangan agar terhindar dari krisis, serta mendorong finansial inklusi dan hijau. Selanjutnya Mestika menegaskan, bahwa kebijakan makroprudensial menjembatani kebijakan moneter dan kebijakan mikroprudensial.
“Kebijakan makroprudensial diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sistem keuangan yang tidak sehat menyebabkan pertumbuhan ekonomi stagnan, karena penyaluran kredit perbankan melambat sehingga aktivitas investasi juga melambat yang berujung dengan terhambatnya pertumbuhan ekonomi,” imbuh dia.
“BSPI 2030 yang merupakan kelanjutan dari BSPI (Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia) 2025,” jelas Novita Mariyaningsih. Menurut Novi, menjelang 5 tahun BSPI 2025, telah dicapai transaksi pembayaran digital yang telah menembus Rp 60,3 ribu triliun. Besarnya capaian tersebut tiga kali lipat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) 2023. Angka tersebut menunjukkan pembayaran digital telah tumbuh sekitar 120persen dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2019.
Perkembangan keuangan digital saat ini sangat pesat. Hal tersebut didorong oleh total populasi generasi muda yang mencapai 60persen -70persen. Di samping itu, pengguna internet di Indonesia mencapai 213 juta orang atau sekitar 77persen dari total populasi. Indonesia menyumbang sekitar 40% dari nilai total transaksi ekonomi digital di ASEAN pada 2023.
“Proyeksi aktifitas ekonomi digital Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai US$210 hingga US$360 miliar, meningkat 4 kali lipat dibandingkan tahun 2023 yang sebesar US$82 miliar,” pungkas dia.
Acara FGD tersebut dihadiri 40 akademisi dari Perguruan Tinggi/Lembaga Riset dari seluruh Indonesia. Perwakilan dari Dekom BI yang hadir antara lain Puji Widodo, Deputi Direktur Dekom BI, dan Nita A. Muelgini, Deputi Direktur Dekom BI.
“Hadir juga Ramdan Denny Prakoso, Advisory Dewan Gubernur Bidang Komunikasi yang akan menggantikan Erwin Haryono, Direktur Dekom BI. Sedangkan Erwin Haryono yang akan purnatugas per Oktober 2024,” terang Y. Sri Susilo, Dosen UAJY, peserta FGD, Rabu malam (25/9/2024).
“Acara “BI Sapa Akademisi” hari kedua dilaksanakan dalam bentuk kunjungan lapangan dan diskusi kebijakan/isu terkini, pada hari Kamis, 26 September 2024,” pungkas Y. Sri Susilo, yang juga pelaku wisata Jogja. (*/ ted)