bernasnews – Kumpulan cerita pendek (cerpen) berjudul Paradoksal karya 18 penulis perempuan akan diluncurkan di Sastra Bulan Purnama (SBP) edisi 156 dengan mengambil tajuk Kisah-Kisah Perempuan di Bulan Purnama., di Museum Sandi Jalan Faridan M Noto No 21 Kotabaru, Gondokusuman, Yogyakarta, Sabtu (28/9/2024).
Peluncuran buku ini akan diisi pembacaan penggalan cerpen karya masing-masing penulis dan akan dibacakan oleh beberapa pembaca cerpen, ada juga dibacakan penulisnya sendiri. Para penulis cerpen dan pembacanya saling bertemu di SBP. Cerpen karya Ana Ratri dibacakan Gea Mytha, Ika Zardi akan membacakan cerpen karyanya sendiri, Joshua Igho seorang penyair dan pemain keybord membacakan cerpen Nunung Rieta, Julia Von Knebel membacakan cerpen Maria Widy Aryani, Linda Sulistiawati membacakan karyanya sendiri.
Cerpen yang lain, karya Ami Simatupang dibacakan Menik Sithik, cerpen Ninuk Retno Raras dibacakan Nana Loesiana Boediman, Cerpen Novi Indrastuti dibacakan Pascallia WD. Regina Gandhes Mutiarti membacakan cerpen karya Chacha Baninu, Rinawidaya membacakan cerpen Yanti S. Sastraprayitno, Sashmytha Wulandari membacakan cerpen Umi Kulsum.
Pembaca yang lain, Siti Dwi Sugiharti, seorang guru SD membacakan cerpen karya Ch, Sri Purwanti, Siti Nikandaru membacakan cerpen karya Margareth Widhy Pratiwi, Trisha Nareswari membacakan cerpen karya Savitri Damayanti, Yaksa Agus, seorang perupa membacakan cerpen karya Sonia Prabowo, Yuli Purwati membacakan cerpen karya Yuliani Kumudaswari dan Yustina Sri Warsiki membacakan cerpen karya Ngatinah.
Karena masing-masing cerpen cukup panjang, setidaknya satu cerpen dapat lebih dari 5 halaman, maka karya fiksi itu akan dipilih bagian paling menarik sehingga tidak membutuhkan waktu panjang,
Koordinator SBP Ons Untoro kepada bernasnews mengemukakan, belakangan ini SBP memberi ruang lebih banyak pada cerpen, karena mulai tumbuh penulis cerpen, sehingga setiap kali ada tawaran menulis cerpen bersama komunitas, ada banyak yang tertarik ikut mengirimkan karya cerpennya.
“Komunitas perempuan perlu sering bersama-sama menulis karya sastra, baik cerpen maupun puisi, dengan begitu kreativitasnya tidak berhenti. Karena media cetak sudah terbatas, bahkan banyak yang sudah tidak lagi terbit,” kata dia.
Para perempuan penulis cerpen dalam buku ini, lanjutnya, sudah beberapa kali ikut menulis cerpen dalam kumpulan cerpen yang berbeda-beda. Ada yang sudah sejak lama berkarya, setidaknya tahun 1980-an sudah menulis cerpen. Selain itu, di antara mereka ada yang menulis puisi. Mereka sudah terbiasa menulis karya sastra. (*/mar)