bernasnews — Banyak pihak menyatakan masalah pokok yang dihadapi Usaha Mikro Kecil (UMK) adalah permodalan. Pernyataan tersebut tidak salah, namun dalam berbagai survei permasalah utama UMK adalah pemasaran baru diikuti oleh permodalan dan masalah lainnya.
Hal itu dikemukan oleh Wakil Ketua KADIN DIY Wawan Harmawan pada saat menghadiri pertemuan rutin Paguyuban Usaha Mikro Kecil (PUMK) Kampung Suryoputran, bertempat di Rumah Suryoputran, RW 10 Kelurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Yogyakarta, Minggu (21/7/2024).
“Sementara, banyak UMK yang saya temui menyatakan masalah pokok yang dihadapi adalah pemasaran produk,” ungkap Wawan Harmawan, yang juga aktivis pembina UMKM di Kota Yogyakarta, seusai acara.
Menurut Wawan Harmawan, banyak UMK yang mampu memproduksi dengan kemampuan modal yang dimiliki namun kesulitan dalam memasarkan serta menjual produknya. Kemampuan berproduksi UMK secara umum tidak diikuti dengan kemampuan menjual dan memasarkan produk yang dihasilkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Bakal Calon Walikota Yogyakarta ini menegaskan, bahwa UMK harus berani belajar dan mencoba menerapkan strategi pemasaran yang non-konvensional. Selama ini UMK cenderung menerapan strategi atau cara menjual dan memasarkan secara konvensional.
“Strategi yang dimaksud dengan cara konvensional yakni menjual sendiri baik dirumah maupun di pasar atau menitipkan di warung atau toko kecil dan menyebar brosur,” terang Wawan Harmawan.
Lebih lanjut Wawan Harmawan menambahkan, agar penjualan dan pemasaran UMKM yang lebih baik, maka diperlukan beberapa strategi pemasaran sebagai berikut, 1) perkuat nama merk bisnis (branding). 2) Pelajari banyaknya competitor atau pesaing. 3) Aktif dalam berpromosi, 4) Pengembangan pemasaran melalui e-commerce atau digital, 5) Pelajari kebiasaan konsumen.
Wawan Harmawan juga tak menepis, bahwa untuk belajar dan menerapkan strategi pemasaran, UMKM harus mendapat dukungan pemangku kepentingan, baik oleh Pemkot Yogyakarta, KADIN DIY/ KADIN Kota Yogyakarta, maupun oleh Perbankan, Perguruan Tinggi, dan Media Massa (Cetak, Elektronik, dan Media Online).
Dikatakan, khusus untuk pemasaran digital maka UMK harus mulai belajar untuk menerapkannya. “Pelaku UMK minimal dapat mengoptimalkan penggunaan smartphone yang dimiliki untuk mulai belajar pemasaran digital,” ungkap Wawan Harmawan, yang juga pengusaha kuliner dan eksportir produk kulit.
“Agar terjadi percepatan belajar penjualan dengan teknologi digital, pelaku UMK harus dilatih dan didampingi oleh dinas terkait. Kemudian Dinas/ OPD tersebut dapat melibatkan perguruan tinggi PTN/PTS melalui program Adbimas (Pengabdian Masyarakat), KKN (Kuliah Kerja Nyata) atau MBKM (Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka),” lanjut dia.
Dalam kesempatan itu, Koordinator PUMK Kampung Suryoputran Suharyanto mengungkapkan, bahwa mayoritas anggotanya merupakan produsen makanan snack atau jajan pasar. Menurut mantan Anggota DPRD Kota Yogyakarta ini, omzet usaha mereka per hari juga bervariasi antara Rp 10.000,00 per hari sampai Rp 500.000,00 per hari.
Suharyanto juga ikut mengamini pendapat Wawan Harmawan, bahwa masalah pemasaran menjadi hambatan utama dalam pengembangan usaha. “Berkaitan dengan dengan hal tersebut, dukungan pemasaran dan juga pemodalan diperlukan guna mendukung keberlanjutan usaha anggota PUMK Kampung Suryoputran,” tandas Suharyanto, yang akrab disapa Mas Bento, yang juga seorang Musisi. (*/ ted)