bernasnews – Kondisi demokrasi di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Banyaknya kecurangan pemilu 2024 yang dipertontonkan secara kasat mata membuat banyak pihak geram terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut andil di belakangnya.
Kecurangan itu di awali dari majunya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres yang dampingi Prabowo Subianto melenggang di Pemilu 2024. Hasil konspirasi MK, ketidaknetralan aparat dan penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu), menunjukkan saat ini negara dalam keadaan genting.
Alhasil sekelompok elemen masyarakat menggelar demonstrasi untuk mendukung hak angket DPR RI agar bisa mengungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024 lainnya.
“Perlu langkah strategis yaitu dengan people power karena institusi-institusi tinggi negara kehilangan kepercayaan rakyat,” ujar Ketua Panitia Sarasehan Kebangsaan In’am el Mustofa saat membuka forum Sarasehan Kebangsaan bertajuk ‘Benarkah Negara sudah dalam keadaan Genting’, Rabu (6/3/2024).
In’am menuturkan tercederainya norma Jujur dan Adil secara merata terjadi di semua tahapan pemilu. Sebut saja dari sebelum, pada saat, maupun pasca pencoblosan. Apalagi adanya politisasi bansos menjadi rentetan fakta yg memperkuat buruknya level demokrasi sebelum pencobosan.
Sementara penggiringan opini lewat quick count, penggelmbungan suara, tragedi Sirekap, dan melejitnya suara Partai Solidarias Indonesia (PSI) menambah catatan sejarah yg meneguhkan fakta bahwa Pemilu 2024 menjadi pemilu terburuk sepanjang sejarah politik Indonesia.
“Kami ingin merespon kondisi politik hari ini, kedua menyamakan persepsi di antara elemen masyarakat yang ada di Yogyakarta, yang ketiganya adalah berikhtiar untuk Yogyakarta. Ini untuk menginspirasi gerakan gerakan di kota lain,” kata dia.
Dari hasil sarasehan tersebut, ada beberapa sikap yang diambil untuk menyikapi fenomena diatas mulai dari menolak Segala bentuk kecurangan dalam pemilu 2024, mendesak KPU menghentikan aplikasi IT Sirekap yang nyata-nyata menjadi alat kecurangan dalam Pemilu 2024.
Pihaknya juga mendesak agar dilakukannya audit forensic terhadap Sirekap, juga mendesak agar para penyelenggara pemilu untuk mediskualifikasi paslon 02 (Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka) karena melanggar konstitusi dan merusak tatanan demokrasi.
“Selain itu juga menuntut pemakzulan Jokowi selaku Presiden RI yang telah melakukan pelanggaran pelanggaran terhadap konstitusi, mendesak DPR RI untuk segera melaksanakan hak angket terhadap pemerintah dan lembaga negara penyelenggara Pemilu untuk menyelidiki segala pelanggaran Undang-undang dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Jika semua tuntutan-tuntuan kami di atas tidak dilaksanakan, maka kami menolak semua hasil pemilu 2024,” tegasnya.
Sementara Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Assoc. Prof. Dr. Khamim Zarkasih Putro, M. Si mengaku prihatin dengan kondisi yang sudah mengarah kepada konflik horizontal ini.
Massa yang menghadang massa pro hak angket ini kemungkinan besar tidak paham dengan kondisi dan situasi politik yang ada.
“Jika kita cermati mereka yang menghadang massa aksi pro hak angket, kurang paham dengan situasi politik yang ada,” kata dia.
Dia mengaku khawatir fenomena terhadap’cebong dan kampret’ akan kembali terulang dalam sebutan lain pasca Pilres 2024.
“Jangan-jangan yang pro hak angket DPR seperti dari kalangan akademisi, guru besar, pro demokrasi, nanti akan dibenturkan dengan kelompok tandingan, yang sebenarnya mereka tidak begitu paham tentang situasi,” tandasnya. (lan)