bernasnews — Dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) tahun 2024, Pemerintah Kota Yogyakarta mencanangkan gerakan olah sampah organik dari rumah, dengan meluncurkan tagline ‘Organikkan Jogja, Olah Sampah Seko Omah’, bertempat di Embung Langen Sari, Pengok, Yogyakarta, Rabu (21/2/2024).
Pencanangan olah sampah organik dari rumah itu guna memperkuat upaya pengolahan sampah yang selama ini telah dilakukan di Kota Yogyakarta, dengan dihadiri oleh pengurus bank sampah, forum bank sampah Tingkat kelurahan/ kemantren, serta Lurah dan Mantri Pamong Praja se- Kota Yogyakarta.
Peringatan HPSN Kota Yogyakarta tahun 2024 dimeriahkan dengan pentas seni, musik, tari dan drama serta flashmob dari Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta, fashion show kreasi daur ulang sampah dari para pelajar serta pameran produk daur ulang sampah dari bank sampah.
Juga penyerahan trofi dan hadiah lomba rangkaian peringatan HPSN Kota Yogyakarta 2024, antara lain lomba cerdas cermat lingkungan, mewarnai, fashion show daur ulang sampah dan lomba yel-yel para pelajar SD-SMP di Kota Yogyakarta.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto mengemukakan, bahwa tahun 2024 merupakan momentum penting dalam pengarusutamaan isu pengelolaan sampah. Pemerintah Kota Yogyakarta telah menggencarkan Gerakan Zero Sampah Anorganik dan Mbah Dirjo (Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja) sejak tahun 2023.
“Namun gerakan itu masih membutuhkan banyak dukungan dari seluruh pihak. Pasalnya masih banyak sampah yang belum terkelola dengan baik dari tiap rumah tangga, terutama sampah organik,” ungkap Sugeng Darmanto, dikutip dari Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta.
“Bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional ini, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup memilih tema ‘Organikkan Jogja, Olah Sampah Seko Omah’. Berangkat dari tema itu kami berharap bahwa kita dapat terus konsisten mengolah sampah organik dari rumah,” lanjut dia.
Pihaknya juga menegaskan Kota Yogyakarta termasuk dalam kabupaten/ kota, yang terdampak pada pembatasan kuota pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan.
Menurut Sugeng, hal ini berdasarkan perhitungan bahwa zona transisi 2 di TPST Piyungan akan bertahan hingga akhir Maret 2024. Oleh sebab itu diharapkan kesadaran dan kepedulian semua pihak untuk berperan aktif dalam pengelolaan sampah. Dimulai dari yang paling sederhana yaitu memilah sampah dari sumbernya.
Dikatakan, persentase sampah organik di Kota Yogyakarta sekitar 52 persen. Dengan dominasi sampah organik, maka harus dikelola melalui Gerakan Mbah Dirjo yang mampu mengurangi sampah sekitar 50 ton dan Gerakan Zero Sampah Anorganik dapat mengurangi sampah sekitar 100 ton. Sampah organik dapat dikelola dengan berbagai cara antara lain biopori, losida dan ember tumpuk.
“Kita akan perkuat Mbah Dirjo dan Zero Sampah Anorganik dengan lebih detail lagi pada pengelolaan sampah organik. Ini bersamaan dengan kewilayahan memperoleh penguatan dari Danais (Dana Keistimewaan) sebesar Rp 100 juta per kelurahan. Dana itu dimanfaatkan untuk meningkatkan pengurangan sampah organik,” jelas Sugeng.
“Gerakan olah sampah organik menyasar pada peningkatan pelatihan terkait pengolahan sampah organik kepada masyarakat. Selain pelatihan, masyarakat akan mendapat sarana dua biopori. Setiap kelurahan ditargetkan mengadakan 12 kali pelatihan,” pungkasnya. (ted)