Pralenan Hasta Mulya: Semacam ‘Asuransi Kematian’ Berbasis Kearifan Lokal

Ketua RW 08 Suryoputran Tirto Hartono (Kiri) bersama staf saat memandu pemilihan Ketua Hasta Mulya, di Pendapa Prabadikaran, Jalan Pesindenan, Kampung Suryoputran, Kelurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Yogyakarta. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

bernasnews — Meninggal dunia bagi siapa pun tentu akan terjadi entah kapan waktunya hanyalah Tuhan semata yang mengetahui. Suasana duka yang tiba-tiba dikarenakan ada anggota keluarga meninggal, selain mengalami kesedihan mendalam. Juga menjadikan binggung keluarga yang ditinggalkan lantaran tidak siapnya biaya untuk pangrukti jenazah sebelum dimakamkan maupun guna kebutuhan-kebutuhan lain yang mendesaki untuk itu.

Dalam sistem ekonomi moderen kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendadak serta darurat semacam itu dapat dicover oleh keikut kepersertaan dalam sebuah jaminan asuransi. Namun dalam kearifan lokal semacam itu pun sebenarnya telah ada sejak dahulu, dengan sebutan Pralenan, hanya saja generasi kekinian banyak yang abai dan menjadi terlupakan.

Sistem Pralenan adalah dana bantuan yang diterimakan kepada keluarga yang meninggal, yang dikelola oleh lembaga berbasis gotong royong yang ada di kampung/ padukuhan, atau dengan lingkup wilayah terbatas, dengan cara iuaran ibarat semacam pembayaran premi pada asuransi,

Seperti yang dilakukan oleh segenap warga RW 08 Suryoputran, pada tanggal, 8 Januari 2013 membentuk Hasta Mulya, yaitu sebuah lembaga yang mengurusi Pralenan, dari mengumpulkan setoran iuran dari tingkat RT, mengelola, serta menyerahkan uang duka kepada keluarga yang berhak.

“Iuran per KK (Kepala Keluarga, red) sebesar Rp 5.000 per bulan. Sedangkan uang duka yang diserahkan semakin berkembang dari tahun ke tahun,” terang Ibu Sri Hudani didampingi Ibu Erna, Pengurus Hasta Mulya, usai acara pemilihan pengurus baru, di Pendapa Prabadikaran, Jalan Pesindenan, Kampung Suryoputran, Yogyakarta, Minggu malam (19/11/2023).

Lanjut Hudani menjelaskan, uang duka pada tahun 2013 sebesar Rp 500.000, tahun 2014 naik menjadi Rp 600.000, tahun 2015 sebesar Rp 750.000, tahun 2016 Rp 1 juta. “Kemudian pada tahun 2019 hingga kini 2023 sebesar Rp 1.500.000,” ungkapnya.

“Dalam pengelolaan kami harus hati-hati betul karena ini merupakan amanah dari warga. Laporan secara berkala selalu dilakukan dan kami harus kreatif dalam pengembangan dengan sebuah resiko yang harus kami tanggung sendiri. Pasalnya dengan dana sebesar itu apabila disimpan di bank ibaratnya seperti ‘menyimpan es batu’, malah berkurang terkena potongan administrasi,” imbuh Ibu Erna.

Sementara itu, dalam pemilihan pengurus bertajuk ‘Penyegaran Pengurus Hasta Mulya’, yang dipandu oleh Ketua RW 08 Suryoputran Tirto Hartono beserta staf Listyono dan H. Bambang Nur Prasetyadi. Juga dihadiri perwakilan RT (Ketua, Sekretaris dan Bendahara) se-RW 08 Suryoputran serta sesepuh kampung.

Bakal calon Ketua Hasta Mulya, periode 2024 – 2027, tadinya tercatat ada 5 orang, kemudian satu orang mengundurkan diri sehingga menjadi 4 orang calon ketua yaitu, Ibu Liesmono (RT 24), Ibu Angkatri W (RT 25), Ibu Anis (RT 26/ RT 28), dan Ibu Erma Rimawati (RT 27).

Pemilihan dilaksanakan dengan demokratis, sejumlah 22 warga perwakilan RT yang hadir diberikan kertas suara untuk memilih, setelah dilakukan penghitungan suara oleh panitia, Ibu Angkatri W mendapatkan 12 suara, terabanyak dari calon kontestan lainnya. “Selamat kepada Ibu Angkatri yang terpilih sebagai ketua baru Hasta Mulya. Monggo segera dibentuk kepengurusan lainnya karena itu merupakan hak prerogratif ketua,” ujar Tirto Hartono. (ted)