bernasnews — Bulan Sura, bulan pertama dalam kalender penanggalan Jawa karya dari Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram Islam oleh kalangan sebagian masyarakat Jawa dimaknai sebagai bulan yang istimewa secara adat budaya.
Saat pergantian tahun, tepat malam tanggal 1 Suro, ada semacam tradisi ritual yang dilakukan oleh Kraton Yogyakarta maupun Kraton Surakarta berupa laku prihatin, berjalan sambil membisu (tanpa bercakap-cakap) memutari benten kraton, sembari bermunajat kepada Tuhan untuk meminta keselamatan secara lahir maupun batin.
Ada satu tradisi Suran (dilakukan setiap bulan Suro) yang terlupakan atau hampir punah untuk dilakukan yaitu membuat jenang Manggul. Komposisi dan pelengkap dari jenang atau bubur Manggul antara lain, jenang/ bubur dari beras seperti pada umumnya, di atasnya diberi lauk sambal goreng krecek, kreni (daging cacah yang dibentuk bulatan), kemudian sebagai toping-nya berupa taburan kacang goreng, dele ireng goreng, perkedel, abon, tempe, rebon, irisan telur dadar, serta krupuk udang.
“Filosofi jenang Manggul ini, sebagai sebuah harapan atau pengingat manakala dalam satu keluarga ada anggota yang kesulitan maka anggota keluarga yang lain diharapkan bisa ikut manggul atau memikul dan ikut memberikan jalan keluarnya (solusi),” terang Ibu Larastiti Melati, kepada bernasnews, Jumat (21/7/2023).
Ibu dua putera yang berprofesi sebagai perias pengantin adat Jawa ini menambahkan, bahwa ini merupakan tradisi Jawa dalam memaknai bulan Suro atau disebut Suran. Jenang Manggul dibuat juga untuk dibagikan kepada tetangga dan kerabat sebagai bentuk memelihara tali silaturahmi.
“Dalam masyarakat Jawa kekeluargaan, sopan santun dan silaturahmi sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan keseharian. Bagi keluarga yang mempunyai putra putri kelahiran pada hari Selasa Kliwon, bertepatan hari kelahiran di bulan Suro sebaiknya dibikinkan jenang Manggul,” terang Ibu Larastiti Melati.
“Dulu hanya untuk kalangan bangsawan kraton namun sekarang masyarakat umum juga diperbolehkan melaksanakan tradisi ini,” pungkas perias pengantin senior, yang juga sebagai pemerhati budaya Jawa ini. (ted)