News  

IDI Kota Jogja dan P&G Health Gencarkan Edukasi Deteksi Dini Anemia untuk Tekan Risiko Penyakit Kronis

IDI Cabang Kota Yogya, Perwakilan P&G Health Indonesia dan para dokter serta apoteker menghadiri pelaksaan workshop Gejala, Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi di Hotel Harper Yogyakarta, Minggu (11/6/2023). (Foto : Wulan/ bernasnews)

bernasnews – Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang rentan dialami oleh perempuan dan anak-anak karena adanya kebutuhan zat besi yang tidak terpenuhi.

Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Yogya, dr Theressia Handayani M. Biomed (AAM), mengatakan kurangnya zat besi dalam tubuh itu akan membuat jumlah sel darah merah atau hemoglobin yang sehat berkurang dan tidak dapat berfungsi dengan baik.

Akibatnya membuat pengidapnya mudah lelah dan sesak napas. Selain itu, jika kekurangan zat besi pada anemia berlanjut, maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali. Namun sayangnya masih sedikit yang menyadari kondisi ini.

Oleh karena itu, Ikatan Dokter Indonesia Kota Yogyakarta menggandeng P&G Health Indonesia menggelar workshop Gejala, Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi, di Hotel Harper Yogyakarta sebagai bentuk edukasi kepada para dokter dan juga apoteker untuk mencegah penyebaran anemia defisiensi besi tersebut.

“Kehadiran kami melalui workshop itu sebagai sarana untuk mengedukasi para dokter dan apoteker untuk mengajak mereka untuk jangan sampai lengah mengobati pasien anemia defisiensi besi dan kalau bisa dilakukan terapi sedini mungkin kepada penderita anemia,” kata IDI Kota Yogyakarta, dr Theressia Handayani M. Biomed, Minggu (11/6/2023).

There menegaskan kekurangan zat besi tidak boleh dianggap sepele. Kondisi ini bisa terjadi pada siapapun, dan jika dibiarkan, kekurangan zat besi bisa menyebabkan beragam gangguan kesehatan.

Penting untuk mengenali tanda kekurangan zat besi dan cara pencegahannya. Menurutnya, gejala yang dapat dikenali apabila mengidap defisiensi besi antara lain kelelahan, kekurangan energi, kulit pucat, rambut rontok hingga sesak napas.

“Penderita anemia itu lebih rentan terkena pada anak anak dan ibu hamil. faktornya itu karena pola makan dan orang Indonesia itu (banyak) mikirin kalau anak anak kita itu terutama saat umur satu sampai lima tahun itu makanan dan sayuran harus cukup. Padahal mereka lupa bahwa masa pertumbuhan lebih dibutuhkan protein,” ujarnya.

There mengungkap penderita anemia memang lebih rentan terjadi kepada anak-anak dan ibu hamil, namun bukan berarti tidak akan terjadi pada laki-laki sehingga penting untuk melakukan deteksi risiko anemia kekurangan zat besi agar tetap produktif dan mencegah terjadinya komplikasi.

“Kita harus cari tahu dan awareness terhadap diri sendiri kita itu kekurangan zat besi atau tidak. Pola hidup yang jelas, pola makan, terlalu banyak makan junk food dan konsumsi makanan gula sebisa mungkin di minimalisasi. Kemudian fokus pada protein dan kebutuhan termasuk zat besi,” paparnya.

Salah satu pemateri workshop Gejala, Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi, dr. Addin Trirahmanto, Sp. OG (K) saat menyampaikan materinya. (Foto : Wulan/ bernasnews).

Salah satu pemateri workshop Gejala, Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi, dr. Sri Mulatsih, Msc, SpA (K), mengatakan protein menjadi kebutuhan penting selama masa pertumbuhan anak berlangsung.

Contoh makanan kaya akan zat besi di antaranya daging, telur, sayuran hijau, dan lain sebagainya.Kurangnya konsumsi makanan-makanan ini dikatakan dr. Mulat bisa menyebabkan anak mengalami ADB.

“Kalau mau memanage anemia difisiensi besi pada anak carilah faktor resiko sebelum anak ini masuk stage 3. Kelola lah faktor resiko itu dengan baik. Bagaimana asupannya supaya cukup kalau nggak nanti kosong lagi. Jadi Intervensi nutrisi sangat penting di dalam tata kelola defisiensi besi bukan di preparat besi,” katanya.

Sementara pemateri lainnya, dr. Addin Trirahmanto, Sp. OG (K) menilai anemia defisiensi besi (ADB) yang kerap terabaikan dan tidak terdiagnosis sejak dini itu menjadi penyebab semakin tingginya angka penderita ADB setiap tahunnya.

Jika sejak deteksi dini menunjukan tubuh memiliki risiko yang tinggi terhadap anemia, Addin menyarankan masyarakat untuk berkonsultasi pada dokter agar mendapatkan pengobatan dan perawatan yang tepat.

Selain itu bisa melakukan treatment pengobatan sekaligus upaya preventif untuk mencegah anemia menunjukan gejala yang lebih buruk dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan zat besi seperti daging merah, telur, ikan, sayuran hijau, dan kacang-kacangan, serta mengonsumsi suplemen zat besi.

“Masih jadi PR bagi kita untuk mencegah, kemudian terapi pada anemia difisiensi besi terutama pada kelompok yang high risk, wanita, anak-anak kemudian penduduk di negara dengan low income,” tandasnya.

Perwakilan P&G Health Indonesia, Apt. Evelyn Yuliusman, berharap, edukasi yang didapatkan dari pelaksaan workshop Gejala, Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi, dapat diaplikasikan oleh para dokter dan apoteker untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Sebagai informasi, sebelumnya P&G Health telah meluncurkan aplikasi berbasis web bernama Anemia Meter. Alat ini bisa untuk menilai risiko anemia defisiensi besi pada tubuh seseorang. (lan)