bernasnews — Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan minyak mentah. Dalam setiap aspek kegiatan ekonomi sebagian besar membutuhkan bahan bakar minyak baik itu digunakan untuk menjalankan mesin produksi, penghasil energi listrik maupun sarana transportasi. Tingkat konsumsi BBM di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk, harga BBM yang murah karena subsidi dan pertumbuhan ekonomi disinyalir sebagai penyebab peningkatan konsumsi BBM di Indonesia.
Berdasarkan Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir tingkat konsumsi BBM di Indonesia mengalami fluktuasi. Pada tahun 2021 tingkat konsumsi bahan bakar (fuel) di Indonesia mencapai 430 juta barel. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2020 yang mengalami penurunan akibat pandemic COVID-19 dimana jumlah konsumsi bahan bakar hanya sebesar 402,12 juta barel. Padahal konsumsi BBM sempat mencapai puncak tertinggi pada tahun 2019 yakni sebesar 458,33 juta barel.
Pendorong utama overconsumption bahan bakar minyak yaitu adanya subsidi dari pemerintah. Subsidi BBM merupakan bagian dari subsidi energi yang dapat diartikan sebagai bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu negara dengan tujuan untuk meminimalkan biaya produksi energi, meningkatkan income produsen energi atau mereduksi biaya yang dikeluarkan oleh konsumen pengguna energi.
Alokasi subsidi energi di Indonesia meningkat selama lima tahun terakhir. Di tahun 2017 pemerintah mencatat realisasi subsidi energi mencapai Rp 92,7 triliun yang terdiri dari subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg sebesar Rp 47 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 45,7 triliun. Selanjutnya pada tahun 2018, subsidi energi mencapai level tertinggi dalam lima tahun terakhir yaitu Rp 145,1 triliun. Subsidi ini terdiri dari subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg sebesar Rp 97 triliun dan subsidi listrik Rp48,1 triliun.
Pemerintah di tahun 2019 merealisasikan subsidi energi sebesar Rp 120 triliun yang terdiri dari Rp 68,3 triliun untuk subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg serta Rp 51,7 triliun untuk subsidi listrik. Pada tahun 2020 realisasi subsidi energi mencapai Rp 95,7 triliun yang terdiri dari subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg sebesar Rp 47,7 triliun serta subsidi listrik sebesar Rp 48 triliun. Kemudian di tahun 2021 realisasi subsidi energi mencapai Rp 131,5 triliun yang terdiri dari subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg sebesar Rp 83,7 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 47,8 triliun. Untuk tahun 2022, pemerintah menetapkan alokasi subsidi energi sebesar Rp 134 triliun.
Pro dan kontra mengenai kebijakan subsidi menjadi wacana bagi berbagai pihak. Pihak yang pro mengatakan subsidi BBM diperlukan untuk meningkatkan daya saing industri, menciptakan lapangan kerja baru dan mendukung pengentasan kemiskinan. Namun disisi lain, beberapa studi menyimpulkan bahwa subsidi tidak efektif dan berdampak negatif terhadap perekonomian. Dampak negatif tersebut antara lain subsidi dapat membebani anggaran, mendorong overconsumption, dan dapat mengancam ketahanan energi karena peningkatan impor.
Dibalik sisi positif dan negatif pemberian subsidi, pemerintah perlu merancang sistem yang efektif dan efisien agar subsidi dapat dialokasikan dengan baik dan efisien. Hal ini juga harus dibarengi peran masyarakat dalam mengurangi konsumsi BBM yang berlebihan. Strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi konsumsi BBM adalah melaksanakan program substitusi dengan memanfaatkan sumber-sumber alam yang ada di dalam negeri selain bahan bakar minyak.
Sumber energi alternatif yang merupakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) baik itu yang berupa energi panas bumi maupun Bahan Bakar Nabati (BBN) pada dasarnya tersedia cukup melimpah di Indonesia. Untuk itu, penggunaan EBT dapat dijadikan pengganti maupun mengurangi konsumsi BBM. Dengan adanya program substitusi dengan pemanfaatan EBT diharapkan masyarakat tidak lagi hanya bergantung pada BBM bersubsidi melainkan dapat berinovasi dengan memanfaat sumber daya di sekitarnya. (Hari Kusuma Satria Negara, Dosen UPN “Veteran” Yogyakarta & Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta)