bernasnews – Ibu Wakini yang lebih dikenal dengan sapaan Menik telah menggeluti sebagai penjual gudangan dengan tekun selama 24 tahun. Gudangan atau juga ada yang menyebut urap adalah salah satu kuliner tradisional yang terdiri sayuran yang direbus, dicampur dengan bumbu parutan kelapa dan bubuk kedelai pedas serta dilengkapi dengan lethok.
Sayuran rebus yang dipakai yaitu bayam, kacang panjang, dan nangka muda yang menjadi khas dari gudangan bikinan Menik. Juga identik dengan bubuk pedasnya yang terbuat dari kedelai ditumbuk bersama cabai dan bumbu rahasia. Lethok sebagai pelengkap adalah makanan yang memiliki rasa gurih dan sedikit pedas, yang isinya tahu putih, tahu pon segitiga serta biasanya dicampur sedikit tempe bosok.
Menik menjadi penjual gudangan sejak masih sekolah berawal dari membantu sang ibu berjualan gudangan, yang kemudian menggantikannya. Sejak saat itu ia menjadi tulang punggung keluarganya. Tentunya itu tidak mudah untuk dijalani. Semua pasti menemui rintangan dalam menghadapi proses hidup. Menik juga berhasil membantu orang tuanya dalam membiayai sekolah saudara-saudaranya.
Menik atau Bu Wakini berjualan gudangan di samping rumah tempat tinggalnya, di sebuah gubug atau bangunan kecil sederhana tepatnya di Dusun Kalangan RT.04 , Glodogan, Klaten Selatan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Selain gudangan, Wakini juga menjual bubur, opor tahu dan ayam, ketan hitam dan kelapa parut, gorengan, peyek, telur puyuh, dan kerupuk.
Satu bungkus nasi gudangan dibandrol cukup murah dengan harga Rp 5.000, sedangkan untuk pelengkap lauk lain dijual dengan harga mulai dari Rp 1.000 – Rp .7000. Penghasilan yang diperoleh Wakini kira-kira Rp 200.000 per harinya. Untuk memperoleh itu, Wakini harus melewati proses yang cukup lama dan tentunya melelahkan di gubug sederhananya. Ia selalu semangat dan senang menjalaninya meskipun umur terus bertambah.
Usai warung tutup, Wakini belanja membeli bahan-bahan untuk hari esok di pasar, sekitar pukul 09:00 WIB. Sesampai di rumah, ia istirahat sebentar. Lalu sekitar pukul 14:00 WIB siang mulai meracik mempersiapkan bumbu-bumbu, juga mulai memasak masakan untuk pagi harinya. Dini hari ia bangun untuk memasak semua menu yang akan dijual. Membuat bubur, merebus sayuran, membuat ketan hitam, memarut kelapa, dan membuat gorengan.
Pagi pukul 04:30 WIB, Wakini atau akrab disapa Menik mulai membuka warung dan tutup hingga habis sekitar pukul 08:30 WIB. Selama berjualan, Wakini juga dibantu oleh sang suami dan anaknya. Tentunya semua itu dilakukan demi keluarganya, khususnya untuk masa depan anaknya.
Ibu Wakini memiliki satu anak laki-laki, dari jualan gudangan ia berhasil membiayai sekolah anaknya hingga ke jenjang kuliah di perguruan tinggi hingga berhasil lulus sarjana dari Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta sekitar 2 tahun yang lalu. Biaya untuk berhasil meluluskan anaknya tidaklah sedikit.
Meski terlihat remeh dengan menjual gudangan namun sangat membantu Wakini dalam membiayai anaknya. Salah satu kebahagian orang tua adalah melihat anaknya menjadi orang sukses. Orang tua pun rela melakukan apa saja asalkan anaknya mendapatkan pendidikan terbaik. Bahkan sekarang anak Ibu Wakini juga menjadi perangkat desa di Desa Glodogan, desa di mana mereka berdomisili. (Rizki Rahmadita, Mahasiswa Prodi Public Relations ASMI Santa Maria Yogyakarta)