Opini  

Masyarakat Marjinal, Segmen yang Terkadang Luput dari Sosialisasi Pemilu

Sosialisasi dengan pemilih difabel. (Foto: Humas KPU Kota Yogyakarta)

bernasnews.com — Sosialisasi merupakan bentuk transformasi informasi ke masyarakat luas dengan tujuan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Begitu juga di dalam kepemiluan, sosialisasi merupakan sarana Komisi Pemilihan Umum beserta jajarannya untuk memberikan informasi mengenai kepemiluan kepada masyarakat. Pada sosialisasi ini terbagi dalam beberapa segmentasi masyarakat atau pengelompokan masyarakat.

Adapun segmentasi atau pengelompokkan dalam rangka sosialisasi kepemiluan yang paling sering dilibatkan adalah segmen pemilih pemula, yaitu segmen pemilih yang berusia 17 tahun atau pemilih yang untuk pertama kalinya mendapatkan hak untuk memilih pada pemilu tahun 2024. Selain segmen pemilih pemula, segmen yang paling sering dilibatkan dalam sosialisasi adalah segmen tokoh masyarakat. Segmen tokoh masyarakat, yaitu pemilih yang sekaligus sebagai tokoh masyarakat yang terpandang dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu wilayah.

Tetapi, ada satu segmen yang terkadang luput dari sosialisasi kepemiluan yakni segmen masyarakat marjinal. Masyarakat marjinal adalah kelompok masyarakat yang terpinggirkan dari sistem sosial yang mengalami penyingkiran dari satu atau lebih dimensi, mendapatkan eksploitasi dan diskriminasi di dalam kehidupannya seperti kehidupan ekonomi, sosial, politik kota, bahkan diskriminasi budaya.

Mereka yang termasuk masyarakat marjinal adalah pekerja seks komersial/ PSK,Waria,bahkan teman-teman difabel pun juga termasuk kategori ini. Mereka juga memiliki hak politik yang sama dengan masyarakat pada umumnya tetapi terkadang mereka luput dari sosialisasi kepemiluan, bahkan yang lebih parah lagi mereka terkadang tidak dimasukkan ke dalam Daftar Pemilih dalam pemilu dengan alasan yang bermacam-macam dari pejabat setempat.

Penulis akan menceritakan pengalaman ketika bekerja di Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta pada Pemilu 2014, Pemilihan Walikota 2017, dan yang terakhir sebagai Panitia Pemilihan tingkat Kecamatan. Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta menjadi pionir atau pelopor dalam hal melayani masyarakat marjinal dalam kepemiluan. Dari KPU Kota Yogyakarta lah akhirnya penyandang disabilitas netra dapat menyampaikan hak pilihnya di TPS karena diberikan template braile. Selain itu, yang tak kalah penting adalah Sosialisasi mengenai kepemiluan juga diberikan bagi kelompok PSK (Pekerja Seks Komersial) dan kelompok Waria sehingga mereka mau untuk menyampaikan hak pilihnya di TPS.

Bagi penulis ini merupakan sebuah wujud ikhtiar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengakomodir warga negara di dalam pemilihan umum. Pada Pemilu tahun 2024 ini, penulis berharap agar Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia berserta KPU di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota lebih mengakomodir masyarakat marjinal sehingga mereka mau untuk menyampaikan hak pilihnya di TPS dan berpartisipasi dalam Pemilu 2024 ini.

Ada berbagai macam cara untuk mengakomodir teman-teman marjinal ini seperti pengadaan template braile atau alat bantu tuna netra, pendampingan bagi pemilih yang mengalami disabilitas daksa, memasukkan teman-teman waria dan PSK yang memiliki e-ktp wilayah setempat ke dalam daftar pemilih, memberikan surat pemberitahuan pemungutan suara bagi teman-teman waria dan PSK. Dengan demikian, akan memunculkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Galih Satria Hutama, PNS KPU Kabupaten Lamandau/ Mantan PPK Kecamatan Kraton KPU Kota Yogyakarta 2018-2019)