BERNASNEWS.COM — Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta (PBIY) menggandeng Kalithi Wedding & Art Organizer menggelar simulasi Upacara Adat Tetesan, Sabtu (18/12/2021), bertempat Pendopo Ndalem Pakuningratan, Kraton, Yogyakarta.
Margaretha Tinuk Suhartini selaku pendiri sekaligus Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta mengatakan, bahwa upacara tetesan ini sudah jarang didengar bahkan dilakukan. “Tujuan dari pelaksanaan tetesan ini dimaksudkan untuk mengajak masyarakat mengingat kembali warisan budaya yang sudah lama terlupakan,” ungkap Tinuk.
![](https://bernasnews.com/wp-content/uploads/2021/12/FOTO-TETESAN-2-1024x560.jpeg)
Hadir dalam acara tersebut seluruh anggota Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta (PBIY) dan beberapa para tamu undangan. Pada pagelaran tersebut semua yang hadir juga terlihat anggun dalam balutan busana kebaya, bawahan jarik serta sanggul lengkap.
“Diharapkan kedepannya, Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Yogyakarta secara bertahap akan kembali melaksanakan simulasi tradisi upacara daur hidup lainnya setelah tetesan ini.,” ujar Tinuk.
Upacara Tradisi Tetesan adalah upacara sunatan bagi anak perempuan di Jawa atau khususnya Yogyakarta dan Jawa Tengah (Surakarta). Upacara ini diselenggarakan untuk menandai bahwa seorang anak perempuan sudah menginjak dewasa.
“Tetesan dalam bahasa Jawa ‘tetes’ yang memiliki makna ‘jadi’ atau secara harfiah hal ini berarti sebuah tahap pertumbuhan menjelang dewasa,” terangnya.
Menurut Tinuk, upacara tetesan, di lingkungan Keraton Yogyakarta sendiri biasanya dilaksanakan dengan dihadiri keluarga atau kerabat terdekat saja, sebagai ungkapan atau simbol rasa syukur.
Dalam upacara Tetesan ini ada beberapa uba rampe (peralatan) yang harus disiapkan, diantaranya adalah dua buah kambil ijo (kelapa hijau), air tujuh sumber, kembang setaman, lemek lenggah, serta daun opo-opo, konyoh atau lulur sabun, klenthing serta handuk dan singep untuk prosesi siraman.
“Simulasi tradisi ini dilakukan secara bertahap, mulai dari sungkeman, ngunjuk jampi (minum jamu). “Sementara tetesan itu sendiri yang dilakukan di ruang tertutup oleh bidan. Juga siraman, hingga mendandani si anak perempuan dengan sanggul serta busana tradisional Jawa,” pungkas Tinuk. (ted)