BERNASNEWS.COM — Makanan itu sebenarnya adalah media tetapi makna dan nilainya yang perlu kita sharingkan kepada masyarakat sehingga kita bisa lebih menghargai terkait dengan kekayaan kuliner kita. Oleh karena itu budaya makan secara mubazir harap dihilangkan, karena begitu tahu proses ekosistemnya luar biasa bagian dari perjuangan, pengorbanan semua pelaku yang memproses terjadinya makanan.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Dian Laksmi Pratiwi, SS, MA dalam kesempatan wawancara doorstop, acara pembukaan Pameran Tempore Annual Museum Exhibition (AMEX), dengan tajuk ‘Upaboga: Ketika Makanan Bercerita’, Sabtu (6/11/2021), di Gedung Pameran Temporer, Jalan Pangurakan (Trikora), Yogyakarta.

“Kuliner juga dapat masuk sebagai warisan takbenda baik secara nasional maupun dunia asalkan masuk dalam beberapa kriteria, pertama harus dicatatkan terlebih dahulu. Harus memiliki naskah kajian, dokumentasi dan yang terpenting harus dimiliki oleh lebih dari dua generasi,” terang Dian Laksmi Pratiwi.
Memiliki komunitas pendukung, lanjut Dian, serta memiliki keterikatan dengan kehidupan masyarakatnya. Itu harus melalui kajian kemudian dimasukan dipencatatan untuk diproses Dinas Kebudayaan selama satu tahun untuk proses penetapan. Ada 5 domain, kuliner termasuk dari bagian kemahiran dan kerajinan tradisional.
“Hal itu termasuk alat-alat memasak yang dipamerkan, sedangkan untuk adat istiadatnya ada domain tersendiri. Kalau sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda tingkat DIY, kemudian secara nasional. Dari situ kalau mewakili nilai penting yang luar biasa bisa maju pada tingkat dunia. Misal, pernah dulu masakan rending,” ungkap Dian.
Meski bercerita tentang makanan, pameran ini tetap menaruh persoalan budaya sebagai bagian dari identitas. Beberapa hal yang berkaitan dengan tradisi dan konteks sosial budaya turut menjadi pengisi sudut-sudut ruang pamer, seperti dokumentasi budaya makanan di Jawa masa Praaksara, Klasik, Islam-Kolonial, rempah dan bumbu, serta makna simbolik makanan dalam ritual/ upacara adat masyarakat Jawa.
Replika makanan tradisional dihadirkan sebagai bagian dari kearifan lokal yang berpotensi mengedukasi para pengunjung. Pengunjung dapat menikmati koleksi-koleksi yang ditampilkan pada pameran ini dan akan merasakan segala sesuatu yang terkait dengan makanan untuk diceritakan, mulai dari aspek historis, proses dan teknologi, mitos, tradisi, dan kepercayaan. Simbol dan makna makanan yang disajikan, nilai filosofi, nilai sosial, nilai ekonomi, etika dan estetika, hingga identitas.
“Melalui narasi kecil dalam pameran ini, kami ingin mengajak dan menggugah kesadaran masyarakat untuk mewujudkan ketahanan pangan keluarga dalam skala mikro lewat kegiatan perkebunan subsisten. Melalui pameran ini, museum juga mengajak masyarakat untuk menggali kembali wawasan dan pengetahuan seputar makanan dari perspektif sosial dan budaya,” imbuh Kepala Museum Sonobudoyo Setyawan Sahli, SE, MM.
Pameran AMEX ini digelar di Gedung Pameran Temporer, berlangsung mulai tanggal 6 November 2021 sampai 30 Desember 2021, Pukul 09:00 – 21:00 WIB. Meski kondisi tidak memungkinkan untuk berkegiatan yang mengundang kerumunan, namun gelaran pameran ini dapat dikunjungi bersama keluarga dengan tetap patuh pada aturan protokol kesehatan (prokes).
Sementara dalam acara pembukaan pameran tersebut, secara seremonial juga dilaksanakan serah terima 2 naskah ketoprak ringkes, dari Museum Sobobudoyo kepada Dinas Kebudayaan (Kandha Kabudayan) DIY, dengan judul lakon ‘Ratu Adil’ dan ‘Condong Campur’ sebagai kajian seni pertunjukan. Penyelenggaraan AMEX juga didukung oleh Komunitas Bakudapan, Komunitas Majalah Bumbu dan Museum Tani Yogyakarta. (ted)