Plombir Sepeda untuk Meningkatkan PAD, Apa itu Plombir?

BERNASNEWS.COM — Lubernya  ribuan penggowes sepeda yang tidak mengindahkan protap protokol kesehatan di masa pandemik Covid-19, Minggu (7/6/2020), di Titik Nol Kilometer, Yogyakarta menjadikan keprihatinan oleh banyak pihak, bahkan Sri Sultan HB X Ancam Tutup Malioboro Bila Masyarakat Abaikan Protokol Covid-19 sebagaimana yang diberikan oleh Bernasnews.com, berikutnya disusul statemen Drs. Heroe Poerwadi, Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Wakil Walikota Yogyakarta, bahwa Warga Berkerumun dan Tidak Pakai Masker akan Ditindak Tegas.

Plombir yang dikeluarkan tahun 1974 oleh Pemerintah Kota Madya Yogyakarta yang masih tertempel utuh di sepeda onthel milik Yusro Hartanto. (Foto: Istimewa)

Akhir-akhir ini tren gowes sepeda bisa dikatakan naik secara signifikan di Yogyakarta, selain untuk olahraga menjaga kesehatan badan guna membetengi diri dari virus Covid-19. Juga banyak yang beralasan sebagai pengobat rasa bosan sebab lebih dari dua bulan hanya di rumah saja (Stay at Home) mengikuti imbauan pemerintah.

Viralnya video penggowes sepeda di Titik Nol Kilometer tersebut di media sosial, baik di grup-grup Whats App (WA) dan dinding Facebook (FB) sontak memunculkan berbagai respon komentar warganet. Salah satu yang menarik adalah komentar seorang warganet yang menuliskan di dinding FB sebagai berikut, “Untuk dongkrak PAD (Pendapatan Asli Daerah), sepeda di Jogja perlu diadakan lagi Plombir (pajak). Motor butut yang jauh lebih murah aja masih kena pajak…Piye jal”. Karena tak dipungkiri, bahwa banyak sepeda keluaran baru yang harganya jutaan rupiah, bahkan puluhan juta tapi terbebas pajak atau setidak pengenaan plombir.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), plombir adalah meterai dari timah dan sebagainya dipakai sebagai tanda sudah membayar pajak kendaraan. Plombir sebagai bukti pajak hanya dikenakan secara khusus pada sepeda dan becak, dengan cara ditempelkan pada rangka atau body becak. Kisaran tahun 1970 – 1977 masih sering dijumpai sweping atau tilang plombir di Yogyakarta oleh Polisi Pamong Praja, namun seiring dengan perubahan jaman, plombir sudah jarang dijumpai lagi.

Yusro Hartanto penggiat sepeda onthel yang juga sebagai Demang Podjok Kota sebuah komunitas hobi sepeda onthel di Yogyakarta, saat bersepeda keliling Kota Yogyakarta sebelum ada pandemi Covid-19. (Foto: Dok. Pribadi)

“Anak-anak jaman milenia sekarang ini nggak tahu apa dan bagaimana bentuk plombir yang di tempelkan di sepeda. Saya saja mengalaminya sewaktu masih sekolah SMP tahun 1975an, pagi berangkat sekolah ada tilang plombir sepeda dan becak di Jalan Malioboro,” ungkap Yusro Hartanto penggiat sepeda onthel yang juga sebagai Demang Podjok Kota sebuah komunitas hobi sepeda onthel di Yogyakarta, Kamis (11/6/2020).

Menurut Yusro Hartanto, bahwa keberadaan atau tempelan plombir di sepeda onthel kini menjadi sebuah kebanggaan bagi pemiliknya. “Sepedanya antik, kuno, mereknya berkelas pada jaman dulu dan ditambah ada tempelannya plombir. Ketika mengendarai dan kumpul-kumpul sesama anggota komunitas menambah rasa bangga,”ujar Yusro Hartanto.

Mantan karyawan sebuah media di Yogyakarta ini menambahkan, bahwa ia bersama teman-teman sekolahnya punya kenangan indah kala kena tilang karena nggak punya plombir. “Meskipun teman saya sudah ngebut mengayuh sepedanya tetap saja tertangkap oleh petugas yang ngejar pakai motor DKW. Yah..terpaksalah teman saya harus rogoh uang sakunya untuk beli plombir. Ada juga yang kreatif beli plombir untuk berdua, plombir disobek menjadi dua bagian untuk ditempelkan di sepeda masing-masing. Jika ditilang dijawabnya disobek orang, maklum jaman dulu plombir juga termasuk barang berharga disamping komponen sepeda lainnya, seperti bel, lampu dan dinamo,” terang Yusro Hartanto. (ted)