BERNASNEWS.COM – Idealnya posisi supplier (pemasok) dan buyer (pembeli) sama kuat dan setara. Namun, selama ini tak jarang posisi supplier berada di bawah kendali buyer bahkan terkesan dipermainkan oleh buyer . Sebagai contoh, buyer baru bayar harga barang yang dipasok oleh supplier jauh setelah barang disetor oleh supplier.
Akibatnya, hubungan keduanya belum saling menguntungkan bahkan supplier merupakan pihak yang sering dirugikan oleh buyer. Padahal bila hubungan mereka setara dan sama kuat maka ketika barang diterima langsung dibayarkan.
Karena itu, untuk memperbaiki hubungan supplier dan buyer bahkan agar posisi keduanya setara dan sama kuat, maka Rizki Prakasa Hasibuan, Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Program Magister Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII), mengembangkan model Supplier Relationship Performance Measurement (SRPM). Model ini lebih komprehensif dengan menampilkan prespektif pemasok dan prespektif pembeli.
Dalam teleconference dengan sejumlah wartawan, termasuk Bernasnews.com, Jumat (22/5/2020), Rizki Prakasa menawarkan model SRPM untuk memudahkan perusahaan mengukur kinerja hubungan pemasok-pembeli yang dijalin.
Rizki Prakasa Hasibuan yang didampingi Winda Nur Cahyo ST MT PhD, Ketua Prodi Teknik Industri Program Magister FTI UII, menjelaskan, penelitiannya dilakukan pada dua perusahaan supplier dan satu buyer di Batam dengan menggunakan metode Analitycal Hirarchy Process (AHP).
“AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi obyektif dan multi-kriteria berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Jadi, ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif,” kata Rizki.
Dikatakan, dari hasil penelitian sangat efektif bagi perusahaan pemasok-pembeli untuk menilai hubungannya. Sebab model yang dirancang melalui pandangan pembeli dan pandangan pemasok untuk membangun hubungan yang lebih baik dalam mencapai tujuan secara bersama pada posisi pemasok-pembeli saling puas dan mempertahankan posisi dari pesaingnya.
“Kepuasan pemasok pada umumnya dengan harga jual di atas HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dan sistem pembayaran tepat waktu. Sedangkan kepuasan pembeli pada umumnya dengan harga beli di bawah HPS, kualitas baik dan pengiriman tepat waktu,” kata Rizki.
Penelitian ini, menurut Rizki, juga mengimplementasikan hasil pengembangan model SRPM pada dua perusahaan supplier dan satu buyer. Hasil nilai akhir oleh PT TPPI dengan PT PGI skor nilai 4.272 dan 4.115. Sedangkan PT TPPI dengan PT THS skor nilai 4.127 dan 3.973. “Hasil akhir hubungan pemasok-pembeli berada pada kuadran A yang berarti pemasok-pembeli sama-sama puas,” kata Rizki.
Ketika ditanya Bernasnews.com tentang bagaiman memperkuat posisi pemasok yang selama ini selalau lemah di hadapan pembeli, menurut Rizki, selain menerapkan model SRPM tadi, kualitas produk dan komunikasi yang baik antara pemasok dan pembeli ikut menentukan hubungan keduanya.
“Di luar masalah bisnis antara penjual dan pembeli, kualitas produk dan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak ikut menentukan kedudukan mereka yang setara dan sama kuat,” kata Rizki. (lip)