Kurikulum Informatika Mendorong Siswa Berpikir Komputasional

BERNASNEWS.COM —Selama ini mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang diajarkan di sekolah-sekolah mulai dari SD hingga SMA/SMK lebih banyak mendorong siswa untuk pengenalan perangkat dan menggunakan aplikasi yang sudah ada. Karena itu, hal tersebut akan diubah dalam kurikulum Informatika yang baru yakni lebih mendorong siswa untuk berpikir secara komputasional atau computational thinking.

Berpikir komputasi (computational thinking) adalah sebuah metoda pemecahan masalah dengan mengaplikasikan/ melibatkan teknik yang digunakan oleh software engineer dalam menulis program. Berpikir komputasi bukan berarti berpikir seperti komputer, tapi berpikir tentang komputasi di mana sesorang dituntut untuk memformulasikan masalah dalam bentuk masalah komputasi dan menyusun solusi komputasi yang baik (dalam bentuk algoritma) atau menjelaskan mengapa tidak ditemukan solusi yang sesuai.

Dalam Kurikulum Informatika, siswa/ siswi dilatih mengembangkan kemampuan berpikir komputasional untuk membekali mereka agar lebih siap menjadi warga yang mampu bersaing ke depan. Karena kebutuhan ke depan lebih menantang, tingkat inovasi dipertaruhkan. Dengan computational thinking, maka siswa/siswi mulai dari SD hingga SMA/SMK dilatih untuk berpikir secara berbeda. Dan itu akan sangat membantu ketika mereka terjun ke dunia teknologi yang membutuhkan kode pemrogaman dan lain-lain.

“Banyak manfaat yang didapatkan dari computational thingking, mulai dari mencoba berpikir dan mendorong siswa/siswi tidak hanya sebagai pemakai tapi juga sebagai produsen,” kata Fahtul Wahid MSc Phd, Rektor UII, kepada wartawan sesaat sebelum seminar Evaluasi Hibah Implementasi Kurikulum K12 Informatika Tahun Ajaran 2019/2020 bagi Guru SD dan Menengah DIY di Auditorium Kampus FTI UII, Kamis (8/8/2019).

Sebagian peserta seminar melihat program yang dibuat Google di sela-sela seminar di Auditorium Kampus FTI UII, Kamis (8/8/2019). Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

Menurut Fathul Wahid, selama ini mata pelajaran TIK lebih diarahkan untuk mengenalkan perangkat dan menggunakan aplikasi kepada siswa/siswi, bukan melatih kemampuan untuk membuat atau memproduksi perangkat atau program. Karena itu, dalam kurikulum Informatika yang akan diterapkan di SD hingga SMA/SMK, siswa/siswi dilatih untuk memiliki kemampuan berpikir secara komputasional untuk memecahkan masalah.

Sementara Hanson Prihatono Putro ST MT, Dosen Prodi Teknik Informatika FTI UII yang juga Koordinator Biro Babras UII mengatakan, kemampuan memecahkan masalah (problem solving) merupakan kemampuan yang diperlukan, baik untuk belajar maupun dalam bekerja. Dan pada tahun 2020, kemampuan yang diperlukan dalam dunia kerja adalah complex problem solving.

Rektor UII Fathul Wahid MSc PhD saat memberikan sambutan pada seminar hibah di Auditorium Kampus FTI UII, Kamis (8/8/2019). Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

Berkaitan dengan hal itu, menurut Hanson, ada tiga tantangan yang dihadapi di masa depan yakni ketidakpastin, globalisasi dan persaingan ide. “Pendidikan harus dapat menjawab ketiga tantangan tersebut dengan memperkuat konsep 4C dalam pendidikan yakni creativity, communication skills, collaboration dan critical thinking for problem solving,” kata Hanson.

Seminar itu sendiri dilakukan sebagai evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan di sekolah-sekolah oleh guru selama ini terkait penerapan Kurikulum Informatika. Karena selama ini, Bebras Indonesia yang didukung Google Indonesia memberikan Grand Implementasi Kurikulum Informatika K12 kepada kelompok guru SD, SMP dan SMA di DIY sebagai pilot project implementasi mata pelajaran Informatika di Indonesia dalam rangka pengembangan dan implementasi Kurikulum Informatika K1 di sekolah-sekolah. (lip)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *