Meraih Predikat Best Tourism Village 2024, Deswita Wukisari Kenalkan Batik Tulis Mendunia

Kain Batik Motif Yogyakarta yang memiliki warna dasar putih, hitam, atau biru kehitaman. Warna-warna yang digunakan untuk mewarnai batik Yogyakarta didominasi oleh warna coklat, putih, biru tua dan hitam. (Foto : Dokumentasi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta).

bernasnews — Desa Wisata (Deswita) Wukirsari meraih predikat Best Tourism Village oleh UN Tourism 2024. Dari desa kecil di selatan Yogyakarta, tepatnya di Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY tersebut, Batik Tulis Wukirsari dikenal hingga manca negara.

Sekretaris Pengelola Desa Wisata Wukirsari Ahmad Bahtiar mengemukakan, bahwa semua dimulai dari tahun 1634 ketika batik yang dulu hanya dipakai bangsawan kraton mulai diperbolehkan untuk masyarakat umum.

Menurut Ahmad, Keraton Mataram mengajarkan banyak hal, termasuk cara membatik. Warisan itulah yang menjadikan Yogyakarta kaya akan batik. Membatik adalah proses rumit yang memakan waktu hingga tiga bulan per kain. Prosesnya mulai dari membuat pola yang disebut molo, kemudian melowongi untuk menggambar garis besar, dilanjutkan dengan nerusi yang mengisi motif secara detail.

“Setelah itu kain dicelup warna berulang (dibabar), dan akhirnya dilorot untuk menghilangkan lilin. Lilin ini berfungsi sebagai penghalang agar warna tidak menyebar ke motif yang diinginkan,” imbuh Ahmad Bahtiar, seperti dilansir jogjaprov.go.id.

Lanjut Ahmad menjelaskan, motif batik juga mengandung makna filosofis yang diwariskan turun-temurun. Perawatan batik harus hati-hati, dicuci dengan lerak atau sampo, dijemur di tempat teduh, dan disimpan agar tidak lembap.

Motif batik tidak hanya cantik, tapi juga penuh makna dan tradisi. Salah satu motif khas yang dibuat di Desa Wukirsari adalah Sirgunggu Wiguna. Motif ini sudah punya sertifikat hak cipta, jadi asli dari Wukirsari. Sirgunggu sendiri adalah nama tanaman obat yang akarnya dipakai untuk pengobatan tradisional gurah.

“Sirgunggu Wiguna artinya tanaman Sirgunggu yang berguna. Selain jadi sentra batik tulis, Desa Wukirsari juga dikenal sebagai pusat pengobatan gurah di Giriloyo,” ujar dia.

Gurah adalah metode pengobatan tradisional yang digunakan untuk membersihkan lendir atau dahak yang berlebihan di saluran pernapasan, terutama hidung dan tenggorokan dengan cara meneteskan ramuan herbal berbahan dasar tanaman Sirgunggu.

Selain itu, Ahmad menambahkan, ada motif Wahyu Tumurun yang spesial lantaran pernah dibeli oleh Kaisar Naruhito dari Jepang. Motif ini berarti turunnya wahyu dari Tuhan supaya pemakainya selalu hidup di jalan yang benar.

“Motif ini dikombinasikan dengan motif Truntum, yang artinya penuntun. Jadi, kedua motif ini punya makna ganda yakni wahyu yang turun dan petunjuk dari Tuhan,” ungkap dia.

Motif lain yang penting adalah Sido Mukti. Sido berarti jadi, dan Mukti berarti hidup mulia atau sejahtera. Motif ini mengandung doa agar pemakainya mendapat hidup yang baik. Di motif ini juga ada gambar Garuda, simbol kejayaan dan kebesaran. “Gurdo itu lambang Garuda yang menunjukkan hidup mulia,” ujar Ahmad Bahtiar.

Ada juga motif Parang, yang melambangkan senjata. Parang berarti kecerdasan dan kebijaksanaan seorang pemimpin. Motif parang besar hanya boleh dipakai bangsawan atau raja, jadi di Wukirsari mereka membuat parang kecil sebagai penghormatan kepada Raja Yogyakarta.

Berikutnya Motif Sido Asih berarti saling mengasihi dan mencintai. Biasanya motif ini dipakai pengantin sebagai simbol cinta dan kebersamaan. Motif ini menggambarkan rasa cinta yang tetap ada meski ada masalah atau perbedaan.

“Selain batik tradisional, Wukirsari juga membuat motif modern, seperti Aquarium yang terinspirasi dari air. Motif ini memakai pewarna sintetis, berbeda dengan warna alami batik tradisional. Dengan berbagai motif yang penuh makna dan terus berkembang, Desa Wukirsari tidak hanya melestarikan batik tulis, tapi juga berinovasi agar batik tetap disukai banyak orang, baik di dalam maupun luar negeri,” pungkasnya. (ted)