
BERNASNEWS – Puluhan warga Dusun Plumutan, Kalurahan Mulyodadi, Kapanewon Bambanglipuro, Bantul, mendatangi sebuah peternakan babi yang berada di tengah permukiman mereka, Selasa (15/4/2025).
Aksi ini dipicu oleh bau tak sedap yang ditimbulkan peternakan tersebut, yang dinilai telah mengganggu kenyamanan dan kesehatan warga sekitar.
Koordinator aksi, Sigit Afrianto, menegaskan bahwa warga tidak berniat menzalimi pemilik peternakan. Warga hanya menuntut hak untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat.
“Warga tetap bersikap santun. Kami tidak pernah melakukan tindakan anarkis terhadap pemilik atau keluarganya. Bahkan anaknya pun kami terima dengan baik,” ujar Sigit saat berorasi di lokasi.
Menurut Sigit, warga mempermasalahkan dampak lingkungan dari peternakan tersebut, bukan personal pemiliknya. Ia menilai pemilik peternakan, Nindarto, justru tidak bersosialisasi dan tidak pernah menghadiri rapat RT.
“Pemilik peternakan telah merugikan warga RT 5 karena bau menyengat yang ditimbulkan. Hidup bermasyarakat di desa itu harus mengedepankan tepa selira, bukan malah menutup diri,” tegasnya.
Sigit menambahkan, pada umumnya peternakan skala besar berdiri jauh dari permukiman. Ia meminta agar peternakan babi tersebut dipindahkan ke lokasi lain demi keadilan semua pihak.
“Kami tidak melarang beternak, tapi tolong jangan di tengah permukiman. Silakan cari lahan di tempat lain agar warga tidak terdampak. Kalau tidak dipindah, kami akan terus menolak keberadaan peternakan ini,” imbuhnya.
Upaya Mediasi dan Janji yang Belum Terpenuhi
Dukuh Plumutan, Cahyo Rahmat Romadlon, menyampaikan bahwa warga telah melaporkan masalah ini ke Dinas Lingkungan Hidup Bantul sejak Oktober 2023. Namun hingga kini, belum ada penyelesaian.
“Warga hanya mengeluhkan bau dari peternakan. Sejak awal sudah ada upaya mediasi, tapi tidak pernah ada titik terang,” katanya.
Cahyo menyebut pemilik peternakan pernah berjanji mengatasi bau tersebut, namun tiga tahun berlalu, kondisi masih tetap sama. Ia pun membuka kemungkinan untuk membawa persoalan ini ke tingkat Pemda DIY jika Pemkab Bantul tidak segera bertindak.
“Kami akan melaporkan ke Pemda DIY karena warga butuh kepastian. Kalau terus dibiarkan, warga yang dirugikan,” tegas Cahyo.
Klarifikasi Pemilik Peternakan
Di sisi lain, pemilik peternakan, Nindarto (52), mengklaim bahwa peternakannya legal dan memiliki izin resmi dari sistem OSS (Online Single Submission). Ia menolak tudingan warga dan menilai mereka tidak memahami proses perizinan usaha.
“Saya mulai beternak sejak 2021, dan saya mengantongi izin resmi. Warga dulu bilang asal punya izin boleh beternak, sekarang kenapa dipermasalahkan?” ucap Nindarto kepada wartawan.
Nindarto menegaskan bahwa ia sudah mengurangi populasi babi dari 150 ekor menjadi di bawah 60 ekor demi meminimalisir bau. Ia juga membantah membuang limbah sembarangan.
“Kami tidak membuang kotoran sembarangan. Justru kami manfaatkan sebagai pupuk untuk perkebunan. Area sekitar kandang pun tidak berbau seperti yang dituduhkan,” katanya.
Jika tuntutan warga memaksa peternakan ditutup, Nindarto menyatakan siap menempuh jalur hukum.
“Kalau peternakan ini ditutup paksa, saya akan menempuh jalur hukum. Ini satu-satunya sumber penghidupan saya,” tandasnya.
Persoalan ini kini menjadi sorotan dan menunggu langkah tegas dari pemerintah daerah untuk menjembatani konflik antara warga dengan pemilik usaha.*