Hukum Itikaf di Masjid untuk Wanita Ketika Malam Lailatul Qadar: Boleh Atau Sebaiknya di Rumah?

Ilustrasi hukum itikaf di masjid bagi wanita di bulan Ramadan/Pexels

bernas news – Itikaf merupakan salah satu bentuk ibadah yang dilakukan dengan berdiam diri di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Aktivitas ini sangat dianjurkan, terutama pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, karena menjadi momen terbaik untuk mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar.

Namun, banyak pertanyaan muncul mengenai apakah perempuan boleh melaksanakan itikaf di masjid. Bagaimana hukumnya dalam Islam?

Apa saja syarat yang harus dipenuhi agar itikaf tetap sah dan sesuai syariat? Simak penjelasan lengkapnya dalam artikel ini.

Apa Itu Itikaf?

Secara bahasa, itikaf berarti berdiam diri di suatu tempat untuk suatu tujuan tertentu. Dalam konteks Islam, itikaf berarti berdiam di masjid untuk melakukan ibadah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Selama itikaf, seorang Muslim dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur’an, shalat sunnah, berdoa, beristighfar, dan menjauhi urusan duniawi.

Menurut para ulama, itikaf memiliki hukum sunnah muakkad, artinya sangat dianjurkan untuk dilakukan, terutama di bulan Ramadan.

Bahkan, dalam beberapa kondisi, itikaf bisa menjadi wajib apabila seseorang telah bernazar untuk melakukannya.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Itikaf

Itikaf dapat dilakukan kapan saja, namun yang paling utama adalah pada sepuluh hari terakhir Ramadan.

Dianjurkan untuk memulai itikaf pada malam tanggal 21 Ramadan setelah Maghrib dan memasuki tempat khusus di dalam masjid setelah Shubuh keesokan harinya.

Sedangkan mengenai tempat, mayoritas ulama berpendapat bahwa itikaf harus dilakukan di masjid.

Beberapa ulama menyatakan bahwa masjid yang digunakan harus memiliki imam dan muadzin tetap, sementara yang lain memperbolehkan masjid biasa asalkan digunakan untuk shalat berjamaah.

Hukum Itikaf bagi Perempuan

Berdasarkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat, perempuan diperbolehkan untuk melakukan itikaf di masjid, asalkan memenuhi syarat dan tidak menimbulkan fitnah.

Dalil yang Membolehkan Itikaf bagi Perempuan

Rasulullah SAW pernah mengizinkan istri-istrinya untuk melaksanakan itikaf. Hal ini tercantum dalam hadis berikut:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِي اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf setiap Ramadan. Setelah selesai shalat Shubuh, beliau memasuki tempat itikafnya. Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin kepada beliau untuk ikut beri’tikaf, lalu beliau mengizinkannya.” (HR. Bukhari No. 2041)

Hadis ini menunjukkan bahwa perempuan diperbolehkan untuk beri’tikaf, karena istri Rasulullah SAW sendiri melakukannya dengan izin beliau.

Hadis lain juga menyebutkan bahwa setelah Rasulullah wafat, istri-istrinya tetap melakukan itikaf di masjid:

أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan hingga beliau wafat. Kemudian istri-istri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (HR. Bukhari No. 2026 dan Muslim No. 1172)

Berdasarkan dalil tersebut, ulama sepakat bahwa perempuan boleh melakukan itikaf di masjid, dengan syarat tetap menjaga adab dan mendapatkan izin dari suaminya jika sudah menikah.

Syarat dan Adab Itikaf bagi Perempuan

Agar itikaf perempuan di masjid tetap sesuai dengan syariat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

  1. Mendapatkan izin suami atau wali (bagi yang sudah menikah).
  2. Menutup aurat dengan sempurna, termasuk tetap berhijab meskipun dalam area khusus perempuan.
  3. Tidak berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya di dalam masjid.
  4. Tidak menimbulkan fitnah, seperti berbicara atau bercampur dengan laki-laki secara berlebihan.
  5. Memilih masjid yang memiliki fasilitas khusus untuk perempuan, agar tetap nyaman dan aman selama itikaf.

Selain itu, ada beberapa aktivitas yang dibolehkan saat itikaf, seperti:

  • Membaca Al-Qur’an dan berdzikir
  • Shalat sunnah dan berdoa
  • Makan, minum, dan tidur di dalam masjid
  • Keluar dari masjid untuk keperluan mendesak (seperti buang hajat)

Namun, ada beberapa hal yang membatalkan itikaf, di antaranya:

  • Berhubungan suami istri
  • Keluar dari masjid tanpa keperluan mendesak
  • Haid atau nifas
  • Kehilangan akal (mabuk atau gila)

Alternatif Itikaf bagi Perempuan yang Tidak Bisa ke Masjid

Jika seorang perempuan tidak memungkinkan untuk melakukan itikaf di masjid karena alasan tertentu, maka ada alternatif ibadah yang bisa dilakukan di rumah. Beberapa ulama membolehkan perempuan untuk memperbanyak ibadah di rumahnya dengan niat mencari malam Lailatul Qadar.

Alternatif ini dapat dilakukan dengan:

  • Menyediakan tempat khusus di rumah untuk beribadah
  • Memperbanyak membaca Al-Qur’an dan berzikir
  • Shalat malam dan berdoa di waktu-waktu mustajab
  • Mengurangi interaksi dengan urusan dunia selama sepuluh malam terakhir Ramadan

Walaupun itikaf yang paling utama dilakukan di masjid, bukan berarti perempuan yang beribadah di rumah tidak mendapatkan keutamaan Ramadan.

Yang terpenting adalah niat yang tulus dan konsistensi dalam beribadah.

Itikaf adalah ibadah yang sangat dianjurkan, terutama pada sepuluh malam terakhir Ramadan.

Perempuan diperbolehkan untuk itikaf di masjid, sebagaimana yang dilakukan oleh istri-istri Rasulullah SAW, dengan tetap memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

Bagi perempuan yang tidak bisa itikaf di masjid, memperbanyak ibadah di rumah juga merupakan pilihan yang baik untuk mendapatkan keberkahan Ramadan.

Yang terpenting adalah memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk meraih Lailatul Qadar dan mendapatkan keberkahan di bulan Ramadan.

***