News  

Momentum Ramadhan untuk Pencegahan Korupsi

Suasana “Ngobrol Ramadhan dan Buka Bersama” Putaran ke-2, Kamis (13/3/2025). Foto: Kiriman Y. Sri Susilo, ISEI Cabang Yogyakarta.

bernasnews — ISEI Cabang Yogyakarta menyelenggarakan “Ngobrol Ramadhan dan Buka Bersama” Putaran ke-2, bertempat di Hotel Novotel Suites, Yogyakarta, Kamis (13/3/2025). Acara dengan topik “Ramadhan, Korupsi dan Ekonomi”, didukung oleh Hotel Novotel Suites, Mal Malioboro dan Krisna Oleh-Oleh Nusantara.

Selaku pemantik obrolan adalah Komisaris Hotel Novotel Suites Budihato Setyawan yang menyampaikan kerugian langsung dialami masyarakat dan negara. Menurutnya, tingginya korupsi berakibat tidak optimalnya  pertumbuhan perekonomian, rendahnya investasi, rendahnya penerimaan negara dari pajak, kebocoran anggaran, memburuknya keuangan negara, kemiskinan dan lainnya yang menurunkan kebahagiaan masyarakat.

Dikatakan, kondisi tersebut sangat memprihatinkan karena sektor publik memiliki peran penting perekonomian, diantaranya menyediakan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Juga mendistribusikan dan menjamin kesejahteraan masyarakat, menstabilkan perekonomian, menjaga iklim positif perekonomian, menjaga kualitas hidup masyarakat. “Korupsi mengakibatkan  sektor publik terbengkelai,” tegas Budiharto Setyawan, yang juga menjadi Pengurus MES DIY.

Setelah Budiharto usai menyampaikan paparannya, beberapa peserta “Ngobrol Ramadhan: memberikan respon dengan menyampaikan pendapatnya. “Korupsi muncul biasanya karena ada peluang dan kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku,” ungkap Y. Sri Susilo dosen FBE UAJY.

Menurutnya, pelaku korupsi dapat memanfaatkan peluang dan kesempatan tersebut karena sistem pengawasan yang lemah atau sistem pengawasan sudah baik namun diabaikan oleh pengawasnya. “Korupsi juga bisa muncul karena terjadinya kolusi atau kong kalingkong antara pelaku dan pengawas,” tegas Y. Sri Susilo yang juga Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta.

“Hal tersebut bisa terjadi karena sistem pengawasan dan pengendalian yang ada tidak dijalankan dengan baik. Jadi sistem pengawasan dan pengendalian  yang baik harus dibarengi dengan implementasi secara baik dan ketat,” lanjutnya.

Rektor UWM Prof Edy Suandi Hamid mengungkapkan, bahwa bulan Ramadhan yang juga merupakan bulan ibadah, seharusnya dapat dijadikan momentum mengurangi korupsi. Ia mengingatkan bahwa praktik korupsi ini sangat dibenci Allah. “Mereka yang memberi dan menerima korupsi, sebagaimana disampaikan dalam hadist,  akan dilaknat Allah,” tegas Prof Edy, yang juga menjabat Ketua MES DIY.

Lanjut Prof Edy, jika dilihat dari World Values Survey tahun 2024 Indonesia termasuk bangsa yang religius, karena lebih 93 persen menganggap agama itu penting. Tetapi dalam praktik korupsi, dilihat dari indeks persepsi korupsi (CPI),  Indonesia sangat tinggi, dan lebih tinggi dari negara  religiusitasnya lebih rendah seperti Singapura, Denmark, ataupun Vietnam.

“Artinya ada yang salah dalam praktik keberagamaaan  bangsa Indonesia,” cetusnya. Prof Edy pun menjelaskan bahwa praktik agama hanya sebatas ritual individual formalistik, yang berlum termanifestasikan secara utuh, apalagi dalam ibadah sosial.

“Ajaran agama sering berhenti hanya sebagai dogma dan pengetahuan, tetapi tidak terimplementasi dalam perilaku keaeharian. Mereka tahu korupsi haram, namun tetap saja dilaksanakan, dianggap biasa saja,” ujar Prof Edy, yang juga Ketua Dewan Pakar ISEI Cabang Yogyakarta.

Peserta “Ngobrol Ramadhan dan Buka Bersama” Putaran ke-2, foto bersama usai kegiatan. (Foto: Istimewa)

Sementara Gumilang AS, Wakil Ketua ISEI Cabang Yogyakarta mengungkapkan, bahwa salah satu pelajaran penting dari pemenang Nobel di bidang Ilmu Ekonomi tahun 2024, Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James A. Robinson, adalah pentingnya aspek kelembagaan dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

Menurut Gumilang, berbagai studi yang mereka telah lakukan menjelaskan pentingnya kelembagaan politik dan ekonomi yang sifatnya inklusif untuk mendorong pembangunan ekonomi. Indonesia yang telah berupaya untuk menuju ke kelembagaan politik dan ekonomi yang inklusif pasca reformasi.

Namun transisi tersebut terkesan melambat dalam beberapa tahun terakhir. “Tantangan Indonesia antara lain beberapa kasus oligarki dalam pengelolaan sumber daya alam, rent-seeking, dan pelemahan hukum oleh kalangan elit. Oleh karena itu, dari sisi ekonomi, pembangunan modal manusia dan penguatan kelembagaan adalah kunci untuk menekan praktik KKN di Indonesia,” jelas Gumilang, yang menjabat Wakil Dekan III FEB UGM.

Dorothea Wahyu Ariani, Guru Besar FE UMB menyatakan korupsi marak karena dibiarkan saja. “Jawaban ini sudah sangat jelas. hukum yang ada sangat lunak bagi koruptor. Koruptor hanya dihukum sebentar, kemudian bebas. Kalau koruptor dihukum mati, maka korupsi baru bisa diberantas,” ujar Dorothea.

Korupsi menjadi budaya di Indonesia, masalahnya terjadi krisis kepercayaan. Masyarakat sudah kehilangan keteladan terhadap pemimpinnya. “Prabowo yang diharapkan bisa memberantas korupsi seperti dalam kampanyenya mau mengejar koruptor sampai ke ujung dunia, akhirnya malah mau mengampuni koruptor yang mengembalikan duit hasil korupsi,” keluh Dorothea, yang juga Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta.

Menurut Ibrahim, Kepala Kantor Perwakilan BI DIY menegaskan, bahwa korupsi adalah masalah kompleks dengan banyak faktor. “Diantaranya lemahnya faktor leadership atau kepemimpinan yang berbasis nilai dan spiritualitas. Kepemimpinan sejati bukan sekadar kekuasaan, tetapi amanah untuk membangun legasi yang bermakna,” jelas Ibrahim.

Kata Ibrahim, ketika pemimpin dan pegawai kehilangan kesadaran bahwa pekerjaan adalah bentuk pengabdian, maka integritas dapat tergadai oleh kepentingan pribadi. “Dengan spiritualitas yang kuat, seorang pemimpin diharapkan memiliki integritas, akuntabilitas, dan keteladanan yang baik yang selaras dengan nilai nilai anti korupsi,” tandasnya.

Maka setiap pekerja dan pemimpin harus memiliki spiritual bonding dalam bekerja untuk menjadikan pekerjaannya sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada lembaga, masyarakat maupun Tuhan. “Bekerja bukan hanya tentang materi namun juga bentuk ibadah dan pengabdian,” tegas Ibrahim, yang penggemar bersepeda sehat.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar FEB UGM Prof Didi Achjari menyatakan akuntansi hanyalah cara mencatat dan melaporkan transaksi dan kondisi keuangan suatu entitas atau organisasi. Bahwa kebenaran transaksi dan angka yang diproses tergantung integritas manusia yang menjalankan.

“Makanya laporan keuangan dengan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) di perusahaan maupun lembaga pemerintah tidak menjamin bebasnya dari praktik korupsi. Momentum Ramadhan sangat tepat untuk meningkatkan dan memperbaiki integritas,” tandas Prof Didi, yang juga Ketua ISEI Cabang Yogyakarta.

Dikatakan, jika terlatih dan terbiasa menahan diri untuk menikmati sesuatu yang halal, harapannya akan bisa  menahan diri dari yang haram. “Jadi manifestasi keberhasilan ibadah puasa Ramadhan adalah meningkatnya integritas individu sehingga walau punya kewenangan dan tidak ada yang melihat, tidak akan mengambil yang bukan haknya,” pungkas Prof Didi Achjari.

Acara “Ngobrol Ramadhan” dilanjutkan dengan buka puasa bersama. “Adapun untuk Ngobrol Ramadhan putaran ke-3 akan diselenggarakan minggu depan dengan tuan rumah Kantor Perwakilan BI DIY,” imbuh Y. Sri Susilo, Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta, yang juga penggiat pariwisata. (*/ ted)