bernasnews – Pada Selasa, 11 Maret 2025, fenomena hujan es mengejutkan warga di sejumlah wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), termasuk Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul.
Peristiwa ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat yang menyaksikan butiran es turun bersamaan dengan hujan deras.
Penyebab Hujan Es Menurut BMKG
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, melalui Kepala Stasiun Meteorologi Warjono, mengungkapkan bahwa hujan es terjadi akibat pola sirkulasi siklonik yang terdeteksi di sebelah barat Kalimantan.
Fenomena ini menyebabkan belokan angin di wilayah Jawa, termasuk DIY, yang kemudian memicu terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb).
“Dari hasil analisis citra radar dan satelit Himawari, hujan es ini terjadi karena udara lembab dan panas di permukaan naik ke atmosfer, membentuk awan Cumulonimbus yang menjulang tinggi,” jelas Warjono dalam konferensi pers virtual pada Selasa (11/3/2025).
Awan tersebut awalnya terbentuk di wilayah Kulon Progo dan kemudian bergerak ke arah Sleman, Kota Yogyakarta, hingga Bantul.
Menurut data BMKG, kelembaban udara pada level 850 – 500 mb tercatat mencapai 90 persen, menunjukkan kondisi atmosfer yang sangat mendukung pembentukan awan Cumulonimbus.
Puncak awan ini bahkan mencapai suhu ekstrem -72,5 derajat Celsius, sehingga memungkinkan terbentuknya butiran es yang kemudian turun bersama hujan.
Fenomena Umum Saat Peralihan Musim
Warjono menegaskan bahwa fenomena hujan es bukanlah hal yang langka, terutama di masa peralihan musim atau pancaroba. “Hujan es sering terjadi saat pergantian musim, baik dari musim kemarau ke musim hujan maupun sebaliknya,” tambahnya.
Kesaksian Warga yang Mengalami Hujan Es
Hujan es yang terjadi sekitar pukul 14.30 WIB di Sleman sempat mengagetkan warga. Seorang saksi, Eki Ardita, yang saat itu berada di Lojajar, Ngaglik, mengungkapkan bahwa hujan es dimulai setelah cuaca yang sebelumnya panas berubah mendadak menjadi mendung gelap.
“Awalnya panas terik, lalu tiba-tiba hujan deras disertai angin. Kemudian terdengar bunyi seperti kerikil berjatuhan. Saat saya cek, ternyata ada butiran es di tanah dan menimpa kaca jendela,” ungkap Eki.
Hujan es berlangsung sekitar 10 menit, namun cukup berdampak, terutama bagi beberapa warga yang mengalami kerusakan atap rumah akibat angin kencang yang menyertainya.
Di kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM), fenomena serupa juga terjadi sekitar pukul 15.15 WIB. Staf Humas UGM, Astri, mengonfirmasi bahwa butiran es sebesar batu kerikil turun cukup deras di area kampus.
Dampak dan Peringatan Dini dari BMKG
Sebelum hujan es melanda, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem pada pukul 14:25 WIB. Peringatan ini mencakup potensi hujan lebat, petir, dan angin kencang di berbagai wilayah DIY, termasuk Sleman dan Kulon Progo, hingga diperkirakan berlangsung sampai pukul 15:40 WIB.
Seorang pekerja di Jalan Magelang, Andhia Rizky, mengungkapkan bahwa hujan es terjadi setelah hujan deras yang disertai angin kencang.
“Awalnya hujan biasa, lalu muncul angin kencang, baru setelah itu turun butiran es sekitar 5 hingga 10 menit,” jelasnya.
Di lokasi lain, hujan es juga dilaporkan di sekitar Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Magelang Nomor 41, Kricak, Tegalrejo.
Ketua KPU Kota Yogyakarta, Noor Harsya Aryo Samudro, menyebutkan bahwa hujan es di kantornya dimulai dengan butiran kecil yang kemudian membesar.
“Awalnya hanya butiran kecil, lalu semakin besar dan berlangsung sekitar 15 menit. Tidak ada kerusakan berarti, hanya beberapa titik atap yang bocor akibat derasnya hujan,” kata Noor.
Mengapa Hujan Es Bisa Terjadi?
Amien Widodo, seorang peneliti dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menjelaskan bahwa hujan es disebabkan oleh awan Cumulonimbus yang berkembang sangat tinggi di atmosfer.
Suhu yang sangat rendah pada puncak awan menyebabkan uap air membeku menjadi butiran es sebelum akhirnya jatuh ke permukaan bumi.
Selain itu, Amien juga menyoroti bahwa perubahan iklim global turut meningkatkan intensitas cuaca ekstrem, termasuk hujan es.
“Meningkatnya suhu global berkontribusi terhadap lebih seringnya kejadian cuaca ekstrem. Oleh karena itu, kita harus lebih waspada,” ungkapnya.
Amien juga menambahkan bahwa meskipun hujan es tidak selalu menyebabkan kerusakan parah, angin kencang yang menyertainya dapat meningkatkan risiko bencana. “Angin puting beliung yang sering menyertai hujan es bisa lebih berbahaya dibandingkan butiran es itu sendiri,” jelasnya.
Kesimpulan dan Langkah Antisipasi
Fenomena hujan es yang melanda Yogyakarta pada 11 Maret 2025 merupakan peristiwa alam yang dipicu oleh kombinasi suhu udara panas, kelembaban tinggi, serta keberadaan awan Cumulonimbus.
Meski bukan hal yang luar biasa, kejadian ini tetap perlu diantisipasi, terutama di musim pancaroba.
BMKG mengimbau masyarakat untuk selalu memperhatikan peringatan cuaca ekstrem dan mengamankan lingkungan sekitar, terutama jika terjadi perubahan cuaca mendadak.
Langkah-langkah seperti menghindari pohon besar saat hujan deras dan memastikan atap rumah dalam kondisi kuat dapat mengurangi risiko kerusakan akibat fenomena ini.
Dengan meningkatnya intensitas cuaca ekstrem di berbagai daerah, kesiapsiagaan menjadi kunci dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin nyata.
Tetap waspada dan selalu pantau informasi dari BMKG untuk mendapatkan update terbaru mengenai kondisi cuaca di wilayah Anda.
***