bernasnews — Sorgum Sejahtera Foundation (SSF) dibawah koordinasi Boy Rifai mengumpulkan sejumlah petani sorgum, Profesor Riset Bidang Teknologi Pascapanen Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nur Mahmudi Ismail, Seknas GentaPangan Mandiri Charis, Ketua Ikatan Pondok Pesantren Indonesia (IPPI) KH Abdul Muhaimin, budayawan, bertempat di Ponpes Nurul Umahat Kotagede Yogyakarta, Senin malam (30/12/2024)
Mereka bincang bincang, sosialisasi budidaya dan hilirisasi sorgum untuk ketahanan dan kedaulatan pangan sekaligus meneguhkan komitmen menjadikan sorgum sebagai bahan pangan alternatif untuk menghadapi ancaman krisis pangan global.
Prof Dr Nur Mahmudi menganjurkan masyarakat untuk melakukan diversifikasi konsumsi pangan lokal. Hal ini untuk mengurangi konsumsi beras dan terigu yang memiliki resiko diabetes yang tinggi.
Diversifikasi pangan dimaksud yakni makan atau sediaan bahan baku di rumah seperti sorgum, jagung, ubi jalar, singkong, talas, gembili, pisang, uwi, kacang tanah. Dari sekian banyak opsi yang ditawarkan, Menteri Kehutanan era Presiden Gus Dur melirik sorgum sebagai salah satu sumber pangan alternatif.
Dari aspek kandungan karbohidrat, kata mantan Walikota Depok, sorgum dapat menjadi sumber energi yang seimbang dengan beras.
“Sorgum punya keunggulan, proteinnya lebih tinggi dari beras, 11 vs 7. Terus dari segi kalsium 4 kali lipat dari beras, 28 vs 6. Dari sisi fosfor ini dua kali lipat 280 vs 148. Kemudian zat besi, ini 7 kali lipat,” ujar Nur Mahmudi yang mengaku sudah menghentikan makan nasi sejak tahun 2012.
Sorgum, lanjut Nurmahmudi, sebagai sumber pangan penting bagi pengidap autis atau diabetes karena tidak mengandung gluten atau gula. “Sorgum memiliki indeks glikemik rendah sehingga aman bagi penderita diabetes, dan merupakan sumber pangan tanpa gluten yang penting bagi pengidap autis,” katanya.
Mahmudi menuturkan sorgum dapat dijadikan sebagai salah satu pangan pokok Indonesia karena kandungan energi yang setara dengan padi dan gandum. “Sorgum juga dapat dibudidayakan secara luas di Indonesia, dan proses memasaknya tidak sulit seperti beras, serta dapat diproses menjadi makanan modern,” ungkapnya.
Setelah sorgum ditanam dan panen, profesor riset bidang teknologi pascapanen BRIN itu mengatakan penerapan teknologi pengolahan pascapanen untuk meningkatkan minat masyarakat agar mengonsumsi sorgum juga penting dilakukan.
Mahmudi mengatakan mulai dari batang, daun, dan akar sorgum bisa dipergunakan. Batangnya seperti tebu bisa dibuat gula, daunnya yang kaya nutrisi cocok untuk pakan ternak.
“Artinya ini zerro waste, daun, batang dan buahnya bisa dimanfaatkan. Sorgum juga merupakan tanaman toleran terhadap kekeringan dan tidak memerlukan banyak air selama pertumbuhannya. Sorgum dipanen berulang kali (3 hingga 5 kali) dalam satu kali periode tanam,” katanya.
Boy Rifai dari SSF mengatakan sorgum bahan pangan yang oleh sebagian kalangan masih dianggap hanya untuk pakan manuk itu ternyata memiliki catatan sejarah yang panjang.
“Dahulu, sorgum merupakan makanan raja-raja di Nusantara. Sultan Agung dulu memerintahkan rakyat Mataram menanam Sorgum untuk persediaan pangan saat akan menyerang VOC Belanda di Batavia,” kata Boy.
Pengasuh Ponpes Nurul Umahat KH Abdul Muhaimin selaku Ketua IPPI mengatakan siap mengajak pesantren dibawah IPPI yang jumlahnya ratusan untuk turut mengembangkan tanaman sorgum sebagaimana makanan strategis lainya.
“Apalagi, tanaman ini juga memiliki potensi besar terhadap kebutuhan pangan dunia. Kita siap bersinergi untuk membudidayakan sorgum di pesantren,” ujarnya. (ted/ Roso)