bernasnews — Ubi kayu (Manihot Esculenta) atau puhung atau tela kaspa orang Jogja menyebutnya tanpa diproses rumit hanya sekadar direbus atau digoreng telah menjadi sajian camilan yang cukup mengenyangkan. Uniknya apabila diproses atau diolah lebih lanjut, dari bahan yang sama ubi kayu namun namanya bisa beraneka ragam. Misal, thiwul, gatot, cemplon, sawut, dan sebagainya.
Ubi kayu bisa menjadi bahan bernilai tinggi apabila ditangan para Dosen Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Mereka adalah Prof. Isana Supiah Yosephine Louise, Dr. Bernadetta Octavia dan Dr. Suhartini, membuat olahan tepung fermentasi dari ubi kayu (Manihot Esculenta).
Produk tepung fermentasi ini dapat dikembangkan menjadi berbagai produk olahan yang nilai jualnya makin tinggi, misalnya diolah menjadi makanan seperti roti dan kue, bahan kosmetik seperti bedak, material membran, bahan dasar obat dan lain-lain.
Prof. Isana Supiah Yosephine Louise mengemukakan, bahwa Indonesia merupakan negara yang relatif subur dan memiliki banyak ragam tanaman, termasuk umbi-umbian, tetapi pengolahan dan pemanfaatan umbi-umbian lokal masih sangat terbatas.
Menurut Prof. Isana, umbi umumnya hanya direbus untuk dikonsumsi dan dijual dalam bentuk bahan mentah yang tidak tahan lama dalam penyimpanan dengan harga jual yang relatif sangat murah.
“Untuk itu diperlukan pengetahuan, keterampilan dan pendampingan bagi masyarakat terutama di pedesaan untuk mampu mengolah hasil bumi, terutama umbi-umbian lokal menjadi produk yang lebih bermanfaat, lebih tahan lama dalam penyimpanan dan memiliki nilai jual relatif tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf perekonomian keluarga dan masyarakat pada umumnya,” paparnya, Senin (12/8/2024).
Bernadetta Octavia menambahkan, umbi-umbian lokal, seperti singkong, ubi jalar, kimpul atau talas, gadung, ganyong, gembili, uwi dan garut dapat diolah menjadi tepung fermentasi yang lebih bermanfaat, dengan waktu penyimpanan yang relatif lama dan memiliki nilai jual relatif lebih tinggi.
“Bahan dasar obat seperti insulin merupakan komponen dalam umbi-umbian lokal yang bersifat prebiotik dan belum dikembangkan secara optimal,” ujar Dr. Detta.
Para Dosen Fakultas MIPA UNY tersebut menggandeng masyarakat Dusun Mulo Wonosari, Kabupaten Gunungkidul untuk diberi pelatihan tentang pengolahan umbi lokal menjadi tepung fermentasi.
Sementara itu, Dr. Suhartini menjelaskan pembuatan tepung fermentasi berbahan umbi menggunakan ragi merah (Monascus Purpureus). Cara membuatnya, umbi singkong dikupas dan dicuci bersih lalu dikukus hingga masak. “Setelah dingin dapat dilakukan proses fermentasi,” terang dia.
“Umbi singkong yang telah dicampur ragi dimasukkan dalam kantong plastik kemudian diamkan selama 4-5 hari. Lalu dikeringkan, tumbuk dan diayak sehingga menjadi tepung,” pungkas Suhartini. (*/ ted)