News  

HPKN Digaungkan Secara Nasional di Jakarta, Peran Jogja dalam Penegakan Kedaulatan NKRI

Suasana Sarasehan HPKN di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (26/02/2024). Foto: istimewa.

bernasnews — Peran Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam penegakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bisa disebut tidak main-main. Melalui peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, mata dunia mengakui kedaulatan Indonesia.

Berkat para pejuang bersama Sri Sultan HB IX, Yogyakarta yang pada periode 1 Januari 1946 hingga 27 Desember 1949 menjadi ibukota negara, bisa dikuasai tentara Republik Indonesia. Oleh karenanya peristiwa bersejarah tersebut, sejak tiga tahun terakhir diperingati sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN).

Presiden RI Joko Widodo bahkan menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Namun sayangnya gaung HPKN masih sangat minim hingga saat ini.

Sehingga pada tahun ini, Pemda DIY memfokuskan peringatan HPKN di Jakarta sebagai ibukota negara. Kebijakan ini sebagai upaya memperluas gaung HKPN agar lebih menasional hingga ke pelosok wilayah negri.

“Kami ingin memperluas gaung Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang telah memasuki tahun ketiga. Pada 2024 ini Pemda DIY melakukan evaluasi di mana peringatan akan digeser ke Jakarta,” papar Sekretaris Daerah DIY, Benny Suharsono dalam Sarasehan HPKN di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (26/02/2024).

Menurut Beny, Pemda DIY akan membawa orkestra ke Jakarta untuk pentasd di Aula Simfonia Jakarta. Pemda DIY juga mengundang Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, serta para menteri dan duta besar negara sahabat.

Menhan Prabowo dijadwalkan hadir dalam konser yang dilaksanakan dua hari, pada tanggal 1-2 Maret 2024 tersebut. Diharapkan seluruh komponen bisa hadir dan menggaungkan lebih luas lagi Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN).

“Bentuknya konser orkestra, kami laksanakan di Jakarta agar gaungnya bisa secara nasional. Peringatan hari tersebut bukan hanya milik Jogja saja tapi milik pemerintah dan negara. Peringatan Serangan Umum 1 Maret bukan hanya milik Jogja tapi milik negara,” jelas Beny.

Sementara Sri Sultan HB X mengungkapkan, lebih dari sekadar memperingati momen heroik Serangan Umum 1 Maret 1949. Pasalnya HPKN menjadi titik balik dalam narasi kedaulatan bangsa Indonesia. Peringatan ini membuka pintu ke dimensi baru, di mana kedaulatan tidak lagi hanya terbatas pada wilayah fisik atau sejarah, melainkan merambah ke setiap aspek ideal kehidupan yang kita kenal.

“Karena sejatinya, kedaulatan negara tanpa keberadaban masyarakatnya, adalah selayaknya berjalan tak tentu tanpa tujuan,” tutur Sultan HB X.

Dalam tataran ideal ini, lanjut Sultan, penegakan Kedaulatan Negara menjadi katalis yang menginspirasi kedaulatan rakyat dalam wujud yang lebih luas, yakni Kedaulatan Budaya lantaran kekayaan dan keragaman budaya bangsa menjadi pilar kekuatan identitas nasional.

Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat menyampaikan pidato dalam acara Sarasehan HPKN di Kompleks Kepatihan Yogyakarta. (Foto: Istimewa)

Selain itu, Kedaulatan Sosial sebagai tempat setiap individu dihargai dan dilindungi, memastikan tidak ada yang tertinggal atau dilupakan. Yang ketiga, Kedaulatan Ekonomi, saat kesejahteraan dibangun atas dasar keadilan dan kesetaraan, memungkinkan setiap warga negara berkontribusi dan menikmati hasil pembangunan.

“Yang keempat, kedaulatan politik yang menjamin kebebasan berpikir, berbicara dan berpartisipasi dalam kehidupan berdemokrasi. Dalam visi inilah, setiap sendi kehidupan negara disulam dengan benang-benang kedaulatan yang kuat dan beradab, menciptakan masyarakat yang tidak hanya maju secara material, tetapi juga kaya secara spiritual dan kultural,” tandas Gubernur DIY.

Ditambahkan oleh Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati, bahwa DIY merupakan bagian dari keberadaan Indonesia. Gubernur DIY Sri Sultan HB X yang menggagas konsep yang diakui masyarakat luas, yakni Hamemayu Hayuning Bawana secara filosofis dan kenegaraan.

“Serangan Umum 1 maret 1949 bagian dari sejarah. Jogja bagian dari situs budaya dan dibangun dari perspektif budaya sehingga mengukur parameter Jogja hanya dengan pendekatan makro atau ekonomi maka tidak cocok,” pungkasnya. (*/ nun)