bernasnews – H-1 jelang penyelenggaraan Pemilu 2024, semua pihak diminta untuk mengedepankan pelaksanaan pemilu yang Luber Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil).
Hal ini disampaikan oleh Pemerhati Masalah Sosial, Ekonomi, dan Kesehatan, Dra. Prima Sari, usai melihat banyaknya gerakan protes yang muncul di berbagai daerah dan menjadi kekhawatiran bahwa Pemilu 2024 tidak bisa berlangsung damai, secara jujur, dan secara adil.
Oleh sebab itu, asas pemilu Luber Jurdil itu harus dikedepankan sesuai amanat konstitusi.
“Prinsip dasarnya pemilu ini dilakukan lima tahun sekali, kemudian harus dilakukan Luber dan Jurdil, itu amanat konstitusi kita. Luber itu untuk kita semuanya para warga negara yang sudah punya hak pilih, Jurdil ditujukan kepada penyelenggaranya, jujur dan adil,” kata Pemerhati Masalah Sosial, Ekonomi, dan Kesehatan, Dra. Prima Sari, Selasa (13/2/2024).
Prima menjelaskan bahwa penyelenggara pemilu harus mampu menyelenggarakan pemilihan yang berkualitas dan berintegritas agar kelak yang terpilih memiliki legitimasi yang kuat.
Mengingat dalam sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia, rakyatlah yang sebenarnya memegang tampuk tertinggi kekuasaan. Namun, dibuatlah sistem perwakilan karena mustahil mengelola negara dengan seluruh rakyat ikut campur didalamnya secara langsung.
Oleh karena itu, agar yang menjadi wakil-wakil dari rakyat ini adalah orang-orang yang benar-benar berintegritas dan mampu membawa kepentingan rakyat serta legitimasinya kuat diterima oleh masyarakarat secara umum, maka rakyat sebagai pemilih harus mengenal siapa yang akan dipilihnya kelak.
“KPU, Bawaslu, bersama DKPP, bersama-sama menjadi penyelenggara pemilu, harus berusaha menyelenggarakan Pemilu ini dengan jujur dan adil. Menurut penilaian dari pengamat, dari rakyat, dari dunia internasional. Pemilu berkualitas, pemilu berintegritas menghasilkan lembaga Presiden, Wakil Presiden dan DPR itu legitimasinya kuat, karena dihasilkan dari proses yang jurdil, jujur dan adil,” jelasnya.
Selain itu, Prima juga melihat pentingnya partisipasi rakyat dalam menentukan arah negara ini berjalan, maka mereka yang memutuskan untuk tidak memilih adalah salah. Bagaimanapun partisipasi itu sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bersama dalam hal ini kehidupan bernegara.
Menurut dia, kampanye kemudian menjadi jalan agar calon wakil rakyat ini dikenal. Tentu mereka yang menjadi calon wakil ini tidak sembarangan, sudah melewati mekanisme seleksi dari partai politik pengusungnya sehingga terpilih kader yang terpercaya dan memiliki kapabilitas mumpuni.
“Pilihan itu bersifat bebas, rahasia, dan langsung. Tatkala berada di bilik pemilihan suara, tidak akan ada seorang pun yang tahu siapa yang dipilihnya. Oleh karena itu, misal tersebar isu, bahwa terjadi money politics, serangan fajar, dan lain-lain, sebenarnya para pemilih bisa saja mengabaikan dan tetap memilih sesuai dengan petunjuk hati nuraninya,” tuturnya.
Tugas rakyat, kata Prima akan selesai ketika sudah mampu memilih wakil yang menurut mereka terbaik secara bebas dan terjamin asas-asas pemilu lain. Menjadi masalah ketika pilihan didasarkan pada kebaikan sesaat misal pemberian uang. Karena politik transaksional seperti itu hanya membuat pemilu menjadi sekadar permainan. Kewajiban wakil rakyat terasa lepas karena sudah memberikan sesuatu kepada rakyat. Terakhir, Prima Sari menggaris bawahi tentang masalah keterwakilan perempuan yang hingga saat ini belum mampu memenuhi kuota 30%.
“Padahal banyak perempuan berdaya dan mumpuni yang sejatinya punya kemampuan mumpuni dalam berpolitik. Kemajuan Indonesia bisa dicapai apabila perempuan diberi ruang tampil lebih,” tandasnya. (lan)