bernasnews – Kurangnya pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong perempuan untuk ikut serta dalam kegiatan perekonomian demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Pemerhati Masalah Sosial, Ekonomi, dan Kesehatan Dra Prima Sari FLMI melihat sektor informal yang biasanya menjadi salah satu pilihan yang digunakan perempuan dalam memperoleh pendapatan tersebut daripada sektor formal. Padahal pekerjaan di sektor informal memiliki risiko kerja yang tinggi, perlindungan yang minim, dan keuntungan yang tidak menentu.
“Pada umumnya motivasi kerja kebanyakan tenaga kerja perempuan adalah membantu menghidupi keluarga, akan tetapi mereka juga mempunyai makna khusus karena memungkinkannya memiliki otonomi keuangan, agar tidak selalu tergantung pada pendapatan suami,” kata Pemerhati Masalah Sosial, Ekonomi, dan Kesehatan Dra Prima Sari FLMI kepada wartawan.
Menurut dia, di sektor itu perempuan cenderung bekerja lebih lama dengan pendapatan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Tetapi bagaimanapun syaratnya beban kerja mereka dan kecilnya imbalan yang diperoleh, kegiatan ini tetap mereka tekuni karena mutlak perlu.
Prima juga menyoroti bekerja di sektor informal ini seringkali perempuan tidak memiliki perlindungan terhadap UU ketenagakerjaan, tunjangan sosial seperti pensiun, asuransi kesehatan, atau cuti sakit yang dibayar. Mereka secara rutin bekerja dengan upah rendah dan dalam kondisi tidak aman, termasuk risiko pelecehan seksual.
“Kurangnya perlindungan sosial mempunyai dampak jangka panjang terhadap perempuan. Misalnya, secara global, lebih sedikit perempuan yang menerima pensiun, dan akibatnya, lebih banyak perempuan lanjut usia yang hidup dalam kemiskinan,” ucap dia.
Ada sejumlah permasalahan yang dihadapi, yakni mereka kebanyakan ditempatkan pada bidang yang tidak memerlukan pendidikan atau keterampilan khusus, ini berpengaruh ke upah. Lalu, tenaga kerja perempuan rawan pelecehan seksual lingkungan kerja
Oleh karenanya, Prima memuturkan penting untuk menghadirkan perlindungan bagi perempuan yang bekerja di sektor informal tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, di DIY sudah dikeluarkan sejumlah regulasi untuk melakukan perlindungan terhadap pekerja perempuan informal.
Seperti Peraturan Gubernur No 31 Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga, Perda No 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di DIY, maupun Perda No 6 tahun 2014 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.
“Perempuan yang bekerja di sektor informal rentan kepada kekerasan apapun, yang lebih mengerikan dan sering terjadi adalah kekerasan seksual. Jika ada, maka akan kita lindungi dengan Perda No 3 Tahun 2012. Selain itu, sektor informal juga rentan perdagangan perempuan, baik di negara kita sendiri maupun di luar negeri,” tandasnya. (lan)